Luar biasa. Fantastis. Indonesia membuat sejarah baru pada tingkat dunia. Pantas dapat rekor dunia. Belum pernah ada negara di dunia ini yang pernah dan berani lakukan. Sungguh ini prestasi luar biasa yang tak mungkin dicapai negara manapun di dunia ini. Mungkin sampai dunia kiamat.
Paling kurang, dengan prestasi ini, Indonesia dapat dijadikan contoh oleh negara lain. Tentu saja, contoh terburuk di dunia. Dalam bidang pendidikan pula.
Indonesia berhasil membuat kurikulum dalam waktu yang teramat sangat singkat sekali. Kurikulum itu diberi nama Kurikulum 2013. Nama lainnya adalah K 13 dan Kurtilas.
Orang yang percaya mistik berani memastikan bahwa kurikulum ini pasti berakhir dengan nasib sial karena angka 13. Mereka sama sekali tidak kaget bila akhirnya kurikulum ini dibatalkan pelaksanaannya.
Sementara bagi yang senang mengutak-ngatik huruf dan kata, diyakini kurikulum ini akan ludas tuntas. Sebab kurtilas itu bisa dipanjangkan menjadi kurikulum tidak jelas. Karena itu akhirnya menjadi kurungan tilas. Atau barang bekas. Sudah jadi sejarah masa lalu. Padahal baru saja dikaksanakan secara terbatas. Jika menggunakan lagu bisa disebut layu sebelum berkembang. Bila menggunakan film sebagai perbandingan, K 13 itu mirip film mendadak dangdut. Serba mendadak. Mendadak muncul, mendadak tenggelam.
Jadi, secara keseluruhan prestasi luar biasa itu adalah pembuatan kurikulum tercepat di dunia dan pembatalan kurikulum paling kilat di dunia. Sungguh luar biasa.
Dalam kaitan inilah terlihat ada kesamaan kurikukum kita dengan Harry Potter. Harry Potter menyelesaikan masalah dengan cara super cepat. Cukup dengan mengayunkan tongkat. Bahkan hanya dengan sekali mengayunkan tongkat, sembari mengucapkan mantra.
Harry Potter memiliki kekuatan mistis atau magik yang memungkinkannya memecahkan masalah tanpa proses panjang yang berbelit-belit dan rumit. Idealnya cara yang ditunjukkan Harry Potter itu merupakan cara terbaik memecahkan masalah dengan ciri cepat kikat, tepat dan tuntas. Memenuhi azas efektif efisien.
Namun dalam dunia nyata, cara instan ala Harry Potter itu bukan saja mustahil dilakukan. Pun berpotensi memunculkan masalah dan anomali. Apalagi bila masalahnya adalah masalah pendidikan.
Pendidikan berkutat dengan proses pendewasaan manusia. Proses yang memang tidak mungkin dan tidak boleh disederhanakan dengan semata memenuhi syarat efisien efektif, yang akhirnya menggunakan cara instan model Harry Potter.
Apalagi menghadapi berbagai masalah pendidikan di Indonesia yang merupakan negara yang bukan saja sangat luas. Juga sangat beragam kondisi sosial ekonominya. Percayalah, ahli pendidikan terbaik dari negara-negara dengan peringkat pendidikan terbaik di dunia seperti Finlandia, Singapura, Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat belum tentu mampu menyelesaikan masalah-masalah pendidikan di Indonesia.
Finlandia itu luasnya hanya 338.424 km2, dengan jumlah penduduk diperkirakan 5.351.427 pada tahun 2010. Itu artinya penduduknya tidak sampai separuh penduduk Jakarta. Dalam konteks Indonesia cukup diurus kepala dinas.
Karena itu jika ada ahli atau siapa pun membandingkan atau ingin menjadikan Finlandia sebagai contoh untuk memajukan pendidikan kita, ahli atau orang itu minimal dapat disebut salah makan obat. Dengan bahasa jalanan pantas disebut sinting.
Indonesia memiliki masalah pendidikan yang mungkin lebih mendekati Cina atau India. Itupun tidak sama persis. Oleh karena itu mencari solusi bagi peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia harus dicaritemukan berdasarkan realitas senyatanya pendidikan Indonesia. Maknanya, diperlukan kajian mendalam, hati-hati dan rinci, serta membutuhkan proses yang tidak bisa instan apalagi dalam suasana tergesa-gesa seperti pembuatan dan pelaksanaan Kurtilas.
Perubahan sedikit saja, apalagi bila tidak direncanakan dengan sebaik-baiknya, bukannya akan menghasilkan generasi emas. Malah akan menumbuhkembangkan generasi lemas yang cemas.
Perlu sangat disadari, ada dua masalah besar terkait dengan perubahan kurikulum. Pertama, masalah berkaitan dengan kurikulum sebagai bahan berupa naskah atau dokumen. Kedua, masalah yangbterkait dengan pelaksanaan sebagai implementasi apa yang menjadi isi naskah atau dokumen kurikulum.
Terkait dengan masalah yang pertama, sejak awal perumusannya telah terlihat ketidakkonsistenan internal dalam Kurikulum 2013. Ketidakkonsitenan itu paling tampak pada hubungan kompetensi inti dengan kompetensi dasar. Bersamaan dengan itu terdapat ketidakkonsistenan bahkan pertentangan dengan beragam aturan atau regulasi yang sudah ada sebelumnya. Akibatnya dalam waktu sangat singkat telah lahir sejumlah Peraturan Pemerintah dan 15 Permendikbud. Ironisnya, Permendikbud yang diterbitkan itu ada yang bersifat kanibal. Permendikbud yang satu "memangsa" Permendikbud lainnya.
Tampaknya gaya instan berbau mistik Harry Potter lebih baik tinimbang gaya instan yang dipertontonkan para penggagas dan pendukung K 13. Cara kerja pembuat Kurikulum 2013 mungkin dapat diibaratkan sama dengan model cara kerja musuh besar Harry Potter yaitu Lord Voldemort.
Grasa-grusu, kasar, menabrak apa saja, cenderung menghalalkan segala cara, tak peduli pada kritik dan masukan. Semuanya dilakukan untuk satu tujuan yaitu kemenangan dunia hitam.
Pastilah sangat salah menggunakan cara seperti itu untuk membuat dan mengembangkan kurikulum. Kurikulum itu dokumen penting yang akan sangat menentukan hari depan negara bangsa ini. Tentu saja sangat salah jika dikerjakan dengan paradigma Harry Potter.
Perubahan kurikulum merupakan keniscayaan. Di mana pun di dunia ini, tidak ada kurikulum yang tetap dipertahankan dalam waktu yang sangat panjang. Namun, janganlah dilakukan dengan gaya Harry Potter, instan dan tergesa-gesa.
Masalah-masalah pendidikan harus dicarikan solusinya dengan memperhatikan hakikat dan karakteristik pendidikan sebagai proses yang bertujuan, sistematis, terstruktur dan terukur. Proses yang didasarkan pada kajian mendalam.
Bukan saja pada aspek-aspek teknis seperti perhitungan biaya, juga aspek-aspek filosofis terkait dengan jati diri dan karakter bangsa, serta pencapaian tujuan berdirinya negara ini sebagaimana diuraikan dalam Pembukaan UUD 1945 dan yang tercantum dalam batang tubuhnya. Dengan memperhatikan perkembangan, dan tantangan serta tuntutan masyarakat pada berbagai tingkat.
Jangan dilupakan kesinambungan perkembangan dan kemajuan pendidikan yang telah dicapai, lengkap dengan kendala, hambatan dan kekurangan yang terdapat di dalamnya. Janganlah dengan seenaknya menyalahkan kurikulum yang telah berlalu dan pelaksanaannya tanpa kajian mendalam yang berbasis data dari lapangan.
Perubahan dan pembaruan kurikulum sebaiknya memang beranjak dari cara kerja induktif yakni kajian empirik berdasar data lapangan yang luas, dalam dan rinci. Dengan demikian ditemukan berbagai kelemahan, kendala, dan hambatan. Mungkin saja solusinya tidak berbentuk perombakan kurikulum secara total.
Boleh jadi yang ditemukan di lapangan terdapat sejumlah masalah terkait dengan isi kurikulum. Tetapi lebih banyak masalah terkait dengan kualitas guru. Dengan demikian solusinya bukan perombakan kurikulum secara total yang memakan ongkos sangat mahal. Tetapi peningkatan kualitas guru dan penyempurnaan kurikulum pada bagian-bagian yang terbukti memang bermasalah. Bukan dengan melakukan perubahan bergaya instan. Sebab,
PEMBARUAN DAN KEMAJUAN BANGSA INI TIDAK DAPAT DIUSAHAKAN DENGAN CARA-CARA INSTAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd