Kamis, 08 Januari 2015

PERTANDA

Dalam sejumlah kebudayaan diakui ada hubungan dan kesejajaran antara manusia dan alam semesta. Orang Jawa menyebut manusia jagat cilik dan alam semesta jagat gede. Keduanya memiliki hubungan yang erat dan saling berinteraksi.

Bukan hanya pandangan hidup Jawa yang meyakini itu. Semua kebudayaan tradisional memilki keyakinan yang sama. Orang Mesir Kuno percaya bumi adalah ibu yang memelihara dan menumbuhkan manusia. Di Afrika, banyak suku yang percaya mereka memiliki kekerabatan dengan binatang tertentu.

Hindu, Budha, dan banyak religi di berbagai belahan dunia meyakini hubungan dan interaksi itu. Karena itu tidak usah heran patung di Irian, Bali, Batak, Afrika dan Amerika Latin memiliki banyak kesamaan tema meskipun bentuk dan tampilannya berbeda. Tema yang sama itu adalah bagaimana manusia, hewan, tumbuhan hidup berasama dalam kebersamaan dan kesatuan.

Alam selalu memberi pertanda bila akan terjadi sesuatu yang tidak biasa atau yang akan mendatangkan kejutan. Mulai dari akan datangnya hujan sampai saat menjelang tsunami. Sebelum tsunami di Aceh telah muncul berbagai pertanda awal akan ada bencana yang datang.

Penduduk di pulau-pulau kecil yang terletak di tengah laut menyadari itu. Mereka meresponnya dengan pergi ke tempat-tempat yang tinggi. Karena itu nyaris tak ada korban jiwa di situ. Sedangkan di perkotaan, terutama yang terletak di pesisir, korban tak terhitung banyaknya.

Penduduk perkotaan sudah tak tahu dan tak menyadari berbagai pertanda alam itu. Kehidupan perkotaan sudah dirasuki cara fikir dan hidup moderen. Modernitas memiliki cara pandang yang sangat berbeda bahkan bertentangan tentang alam dibandingkan cara pandang tradisional.

Modernitas memilih untuk mengambil jarak dari alam. Hubungan dengan alam bersifat fungsional. Alam dieksplorasi dan dieksploitasi untuk berbagai fungsi yang bersifat transaksional demi keuntungan. Bukan sekadar untuk memenuhi kebutuhan mempertahankan hidup sebagaimana dihayati dan dipraktikkan masyarakat tradisional. Itulah sebabnya, manusia moderen kurang peka terhadap pertanda alam.

Sebagaimana alam, tubuh manusia juga selalu memberi pertanda. Bila keseimbangan mulai terganggu karena terlalu banyak kerja dan kurang istirahat, tubuh memberi pertanda atau peringatan awal melalui mata yang terasa berat, kepala pusing dan pundak terasa tegang.

Kala tensi darah tinggi atau kadar lemak menaik, punggung terasa sangat pegal, dan badan terasa sangat kaku. Begitupun bila gula darah naik, jadi cepat ngantuk, gampang letih dan bawaannya mau makan atau minum yang manis-manis saja. Apalagi bila asam urat meninggi. Lebih parah lagi bila asam aurat yang naik.

Seringkali kita kurang merasakan dan menyadari pertanda yang diberikan tubuh. Kita abaikan, baru meyadari saat penyakit telah menyerang dan membuat kita terkapar di rumah sakit. Beragam kesibukan membuat kita tak rasakan pertanda yang diberikan tubuh.

Adalagi pertanda yang diberikan manusia, bukan sekadar tubuhnya. Belum diketahui dengan pasti, apakah manusia yang memberi pertanda itu menyadari ia sedang memberi atau menunjukkan pertanda.

Pada hari wafatnya, Kevin memberi pertanda. Ia datang ke sekolah menggunakan kopiah. Dia belum pernah lakukan ini sejak masuk sekolah. Biasanya ia sudah mulai ngisengin teman-temannya sejak baru datang, saat baris dan kala belajar. Pagi itu ia sangat kalem. Tidak seperti biasa, ia seperti tak mau lepas dari pelukan dan pangkuan ibu gurunya. Gurunya sungguh heran melihat tingkahnya. Kevin sungguh berperilaku tidak seperti biasanya. Hari ini Kevin benar-benar beda. Para guru baru menyadari pada sore hari saat dikabari Kevin berpulang karena tenggelam. Rupanya di rumah pun pada hari musibah ini ia memang tidak seperti biasanya.

Tidak sedikit masayarakat yang percaya bahwa bila seseorang akan pergi selamanya, ia jadi berubah. Ada yang percaya, perubahan itu mulai muncul empat puluh hari sebelum wafat dan makin kentara menjelang kematian. Di Medan, pertanda itu disebut "buang tabiat".

Beberapa waktu sebelum bapak mertuaku wafat, ia tinggal di rumahku. Ia sama sekali tidak tertarik pada makanan apapun meski tidak sedang sakit. Ia terus saja bercerita bahwa setiap malam sejumlah orang mendatanginya. Kadang setelah shalat subuh. Semua nama orang yang mendatanginya saat ditanyakan padanya, ternyata adalah nama saudara dan tetangga yang telah wafat. Ia berpesan agar jika wafat yang akan mengusahakan ambulans bapak ini dan yang mengurus kuburan bapak itu. Tiga hari sebelum meninggal, ia minta pulang ke rumahnya. Kata pulang adalah kata yang paling banyak ia ucapkan. Baru tiga hari kembali ke rumahnya, ia benar-benar kembali ke rumahNya.

Emakku di rawat di ruang ICU. Tiba-tiba ia  mendadak menjadi sehat. Kala dipindah ke ruang biasa, ia meminta semua makanan yang disukainya pada saat kanak-kanak. Ia selalu bilang hendak pulang. Benar saja. Tiga hari keluar dari ruang ICU, setelah bertemu dengan cucunya yang belum lama lahir, ia berpulang.

Sementara ibu mertuaku, seminggu sebelum meninggal meminta dan menikmati semua makanan dan minuman yang dilarang dan harus dihindari bagi penderita diabetes akut. Pagi buta ia minta dibelikan fanta merah. Sepanjang hari ia minum minuman ringan yang sangat tidak baik bagi kesehatannya.

Kakak iparku, saudara tertua istriku, sebulan sebelum meninggal menyambangi semua saudara dan teman-teman sekolahnya yang berada di Jabodetabek. Ia hanya ngobrol dan minta maaf.

Biasanya kita yang hidup baru menyadari tanda-tanda itu setelah yang bersangkutan wafat. Munculnya perilaku yang tidak biasa itu, sebelumnya kita anggap biasa-biasa dan normal-normal saja.

Ayahku yang akhir tahun lalu mendapat dua kali serangan jantung, akhirnya minta diantar pulang ke Medan. Ia bilang tidak mau mati di tanah Jawa. Sesaat setelah sampai di Medan, dia katakan tidak mau mati di rumah sakit. Menjelang tahun baru, melalui telepon dia bilang, jika abah meninggal tidak usah memaksakan diri datang karena pesawat pasti sulit. Setiap hari ia mengucapkan kata mati. Minimal tiga kali. Tahun berganti, sampai hari ini ia masih hidup.

Boleh jadi banyak di antara kita yang merasakan pengalaman yang lebih kurang sama, saat orang-orang yang dekat dengan kita akan wafat. Namun, jarang kita menyadarinya.

KEMATIAN BEGITU DEKAT, BAHKAN PERTANDANYA PUN TAK MAMPU KITA TANGKAP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd