Sabtu, 10 Januari 2015

HARRY POTTER DAN PENDIDIKAN KITA

Menakjubkan. Harry Potter mengguncang dunia. Tujuh seri buku Harry Potter yang tiap jilidnya sangat tebal laku bagai kacang goreng. Filmya selalu memecahkan rekor penonton. Dunia sungguh demen dan demam Harry Potter, terutama di kalangan anak-anak dan remaja.

Inilah beberapa catatan Wikipedia tentang Harry Potter,

Sejak dirilisnya novel pertama, Harry Potter and the Philosopher's Stone (di Indonesia diterbitkan dengan judul Harry Potter dan Batu Bertuah) pada tanggal 30 Juni 1997, seri ini telah mendapatkan popularitas besar, berbagai pujian kritis, dan kesuksesan komersial di seluruh dunia. Beberapa kritikus juga melontarkan kritikan negatif, terutama karena temanya yang gelap. Pada Juli 2013, seri ini telah terjual sekitar 450 juta kopi di seluruh dunia, menjadikannya sebagai novel seri paling laris sepanjang masa, dan telah diterjemahkan ke dalam 73 bahasa. Empat novel terakhir secara berturut-turut mencetak rekor sebagai buku dengan penjualan tercepat dalam sejarah.

Popularitas seri Harry Potter juga telah menghasilkan kesuksesan komersial bagi Rowling, penerbit, dan pemegang izin Harry Potter terkait lainnya. Kesuksesan ini menjadikan Rowling sebagai penulis pertama yang menjadi miliarder. Novel-novel Harry Potter telah terjual lebih dari 450 juta kopi di seluruh dunia dan telah diadaptasi ke dalam film-film populer yang diproduksi oleh Warner Bros., yang menjadi film seri tersukses sepanjang masa. Film-film ini juga telah menghasilkan delapan permainan video dan menyebabkan lahirnya lisensi lebih dari 400 produk tambahan lainnya yang terkait dengan Harry Potter, termasuk sebuah iPod. Merek dagang Harry Potter diperkirakan bernilai sebesar $15 milyar.

Uraian Wikipedia di atas sungguh menunjukkan betapa dahsyat Harry Potter. Wajar bila ia dijadikan topik pembahasan. Tetapi apa hubungan Harry Potter dengan pendidikan kita?

Harry Potter adalah kisah yang berpusat di sebuah sekolah. Di dalamnya ada proses belajar, dan beragam cerita tentang pergaulan anak remaja di sekolah berasrama. Banyak pelajaran yang bisa kita manfaatkan untuk pendidikan kita. Pelajaran positif dan belajar dari hal-hal  negatif, secara positif.

Perhatikan dengan seksama kurikulum kita. Terasa agak kering dan kaku. Karena berisi semua yang penting dan sangat berguna. Nyaris tak ada celah bagi imajinansi. Imajinasi sangat penting bagi manusia dan kemajuan ilmu pengetahuan. Einstein bahkan menegaskan imajinasi lebih penting daripada ilmu pengetahuan. Sebab imajinansilah yang selalu membuat para ilmuwan memasuki pencarian mendalam sampai menemurumuskan teori atau melahirkan teknologi yang berguna bagi manusia dan kemanusiaan.

Ibnu Khaldun, Ibnu Sina, Ibnu Batutta, Galileo, Leonardo da Vinci, Newton, Michael Angelo, Edison, James Watt, Einstein, Steve Jobs, Soros, Pele, Messi, Michael Jordan, Khairil Anwar, Rendra, Pramoedya Ananta Toer,  Richard Branson, dan banyak orang besar yang menciptakan tradisi dalam segala bidang mengakui betapa pentingnya imajinasi.

Semua penciptaan, mulai dari korek api, permen karet, radio, telepon genggam, pesawat ulang alik, sampai robot nano yang bisa memakan virus dalam darah manusia dapat tercipta karena imajinasi. Imajinasi bukan hanya diperlukan oleh para seniman. Tetapi dibutuhkan semua manusia untuk dapat bertahan hidup dan mengusahakan kemajuan.

Pendidikan kita tampaknya agak alergi terhadap imajinasi. Sudah saatnya imajinasi harus mendapatkan tempat sepenting matematika dan ilmu pengetahuan sosial serta mata pelajaran lain. Bahkan para matematikus besar, menggunakan imajinasi, dalam bentuk permainan mental untuk memecahkan berbagai masalah matematika yang sangat sulit. Imajinasi memang penting dan sangat dibutuhkan oleh manusia.

Dari Harry Potter kita bisa belajar tentang semangat pantang menyerah melawan kejahatan. Meski kejahatan itu pasti sangat sulit dikalahkan. Kejahatan pasti menghalalkan segala cara. Karena itu sangat sulit dikalahkan. Harry Potter dan para gurunya yang bijak mengajarkan bahwa kejahatan tidak dapat dikalahkan hanya dengan kecerdasan dan kekuatan. Butuh lebih dari itu. Harus ada kesabaran, kejujuran, semangat pantang menyerah, setia kawan, dan keterampilan untuk menyusun strategi yang jitu. Dalam konteks ini juga penting dikedepankan keberanian menerima resiko atas perkatan dan tindakan kita.

Harry Potter juga memberi keteladanan tentang pentingnya sikap kritis. Tidak mudah percaya. Selalu bertanya dan mempertanyakan. Diikuti dengan semangat pencarian yang tak kenal takut dan lelah. Dalam kaitan ini sangat penting disadari dan dipraktikkan, bahwa kiat terbaik bagi murid untuk belajar adalah diberi kesempatan untuk mencaritemukan sendiri pengetahuan dan kebenaran. Dengan cara mengalami sendiri dan terlibat secara utuh sebagai manusia.

Dengan kiat ini bukan hanya kemampuan akademiknya yang mekar, juga karakter dan dimensi-dimensi lain kemanusiaanya. Anak didik sungguh merasakan secara langsung dan nyata bahwa pendidikan yang dialami dan dijalani benar-benar memekarkannya sebagai manusia utuh. Pendidikan memang dimaksudkan menumbuhmekarkan manusia. Bukan sekadar memberinya keterampilan teknis.

Serial Harry Potter menunjukkan bahwa pembelajaran menjadi sangat menyenangkan, menarik, berhasil dan bermakna bila dilakukan melalui permainan, kompetisi yang berisi tantangan yang terukur. Ada ketegangan untuk menemukan kebaruan dan keberhasilan di dalamnya. Cara ini memungkinkan anak didik menjadi aktif sebagai pencari yang tak kenal lelah. Ia terlibat secara mental dan emosional. Kecerdasan yang berkembang tidak terbatas hanya pada kecerdasan akademik. Juga kecerdasan yang lain.

Masih banyak pelajaran lain yang bisa dimanfaatkan secara positif. Namun ada bahaya yang dapat muncul dari film yang latarnya selalu berwarna remang, kelabu dan gelap ini. Harry Potter keseluruhannya adalah film sihir menyihir. Semua masalah dan pertentangan diselesaikan dengan sihir. Bentuknya yang paling nyata adalah menggerakkan tongkat dan menyebutkan mantra. Bagian inti film ini justru yang sangat potensial mengandung bahaya karena mengajarkan model berfikir dan bertindak instan.

Instanisme dalam berfikir dan bertindak sangatlah berbahaya. Ia akan melahirkan sikap mental yang suka menerabas memanfaatkan jalan pintas yang tidak menghargai proses dan kerja keras. Juga mengabaikan adanya prosedur yang harus dilewati untuk menyelesaikan pekerjaan dan mencapai tujuan.

Instanisme yang bercampur magik menggunakan mantra dalam Harry Potter dapat membuat para penonton terutama anak-anak dan remaja tidak percaya diri. Sebab lebih percaya pada kekuatan mantra daripada kemampuan diri sendiri. Apalagi mantra yang diucapkan tidak berhubungan dengan Tuhan. Tetapi dengan kekuatan luar biasa yang tidak jelas.

Kita tidak dapat mengabaikan pengaruh negatif Harry Potter, baik melalui film maupun bukunya. Karena pesona gambar dalam film dan kemampuan pengarangnya menuangkan rangkaian kata dan cerita mampu merasuki alam bawah sadar dan menjadi semacam "sumur" dalam memori anak-anak dan remaja yang menonton dan membaca Harry Potter. "Sumur" yang setiap saat dapat "diciduk airnya" untuk berbagai keperluan dalam hidup keseharian.

Masih ada bahaya lain yang tak kalah mengerikan yaitu materialisme dan konsumerisme. Dalam Harry Potter, semua kekuatan yang dapat dikategorikan ghaib tetapi negatif seperti kekuatan dunia hitam berupa iblis dan berbagai turunan dan variannya ditampilkan dalam bentuk fisik-material. Ini tidak terelakkan untuk membuatnya nyata dan menarik. Dalam Harry Potter semua yang dalam hidup keseharian kita percayai keberadaannya dan tak pernah disaksikan keberadaannya secara fisik-material, diujudkan menjadi nyata.

Sebenarnya penampilan fisik-material dari semua yang ghaib tak terelakkan ketika harus diujudkan dalam film. Lucu rasanya Jika Harry Potter bertarung dengan ketiadaan. Bukankah semua film sejenis melakukan hal yang sama?

Namun tetap ada perbedaan. Harry Potter merupakan serial, kehadirannya sangat dinanti dan para penontonnya adalah anak-anak dan remaja. Mereka yang menontonnya biasanya juga membaca bukunya. Kondisi ini yang bisa membentuk cara fikir pada tataran bawah sadar dan sadar bahwa penampakan material itu merupakan keharusan yang tak terelakkan. Cara fikir begini merupakan embrio bagi lahirnya materialisme. Ujungnya bisa sampai pada keyakinan, apapun yang tak bisa ditampilkan secara fisik-material, tak pantas dibicarakan, apalagi diyakini.

Harry Potter bisa mencapai keberhasilan gemilang karena masuk dan dikelola dalam industri kapitalis. Dengan pendekatan kapitalisme yang menjadikan keuntungan sebagai tuhan, Harry Potter dioleh menjadi produk dan komoditi. Keberhasilan buku dan filmnya diikuti dengan memproduksi apapun yang menampilkan Harry Potter. Dibuat berbagai acara pada tingkat dunia yang hendak membangun citra bahwa jika tidak ikut serta dalam arus besar Harry Potter, berarti Anda kampungan dan ketinggalan zaman.

Ujungnnya semua produk yang menampilkan Harry Potter, mulai dari baju kaos, tas, alat tulis, sampai pakaian dalam, jadi rebutan. Sungguh Harry Potter adalah trend. Tidak mengherankan bila kemudian merek dagannya berharga sekita $ 15 milyar. Gaya rambut dan kaca matanya pun ditiru di seluruh dunia. Kaca mata model Harry Potter laku keras di mana-mana. Akhirnya untuk waktu yang cukup lama Harry Potter jadi kiblat anak-anak dan remaja kita. Semua barang yang terkait dengan Harry Potter menguras kantong, dompet, bahkan tabungan anak-anak dan  para orang tua.

HARRY POTTER MEMBERI BANYAK PELAJARAN, POSITIF DAN NEGATIF.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd