Senin, 05 Januari 2015

KESAKRALAN TUBUH MANUSIA

Korban Air Asia yang kini belum ditemukan dan diduga masih dalam pesawat pastilah tubuhnya sudah tidak utuh lagi. Karena sudah lama terendam air laut. Dulu sewaktu tsunami Aceh, kami para relawan mengalami kesulitan saat mengangkat mayat dari laut karena begitu dipegang mayat itu langsung terurai dan berantakan. Pernah suatu sore, kami menemukan mayat terapung di pantai Meulaboh, saat kupegang, tangan mayat itu langsung copot terlepas. Itu terjadi karena mayat tersebut sudah lebih dari seminggu di dalam laut.

Secara logis dan empiris bisa dipastikan berada di dalam laut atau dikebumikan di dalam tanah, mayat  akhirnya akan membusuk, terurai dan tinggal tulang belulang. Meskipun begitu, dalam setiap musibah yang merenggut nyawa, semua kekuatan dikerahkan untuk mencaritemukan mayat, betap pun sulitnya dan apapun kondisi mayatnya. Inilah nilai manusia, juga tubuhnya.

Manusia memang bukan sekadar tubuh, manusia kata para filsuf terdiri dari tubuh, jiwa, dan roh. Dalam bahasa sehari-hari kita menyebutnya lahir bathin, jiwa raga. Dalam banyak pemikiran filsafat dan dalam pandangan sejumlah agama dan keyakinan soal tubuh dan roh ini telah menjadi kontroversi yang rumit, sangat rumit.

Ada aliran dualisme yang dengan tegas membedakan tubuh dan jiwa. Bahkan melihatnya dalam keterpisahan. Tubuh biasanya dianggap kurang  penting, bahkan selalu dipersepsi sebagai sisi buruk atau tanda kejatuhan manusia. Pada zaman kuno, Plato, penganut idealisme, mengembangkan pandangan dualisme dan menjelaskan idelah dan bukan tubuh yang menentukan dan memiliki sifat kemuliaan. Pada zaman moderen dualisme ini sangat kental dalam pemikiran Descartes. Descartes percaya bahwa tubuh manusia terikat dan rohnya bebas. Karena itu tubuh kadang kurang dihargai.

Malebaranche percaya pada paralelisme atau kesejajaran roh dan tubuh. Roh tidak langsung mempengaruhi tubuh. Sementara itu Leibniz percaya pada konsep paralelisme yang harmonis. Maknanya harmoni tubuh dan roh sudah terjamin sejak awal. Sejumlah filsuf lain yakin pada konsep paradoks yaitu jiwa dan badan tidak bertentangan satu sama lain, meskiouan berbeda satu sama lain. Dualitas itu dihayati dalam kesatuan yang utuh.

Dalam pandangan agama-agama, soal roh dan tubuh juga sangat beragam. Dalam tradisi Hindu dan Budha ada ritual khusus untuk "mati raga", tujuannya agar tubuh bisa dikendalikan untuk mencapai kesucian.

Cara yang biasa ditempuh adalah lewat tapa atau samadi. Sidharta Gautama melakukan banyak eksperimen dengan tubuhnya sampai akhirnya mencapai pencerahan menjadi Budha. Dalam konteks itu pula harus dipahami mengapa saat orang wafat harus dibakar. Ini ada hubungannya dengan keyakinan reinkarnasi dan siklus kehidupan yang berulang. Pandangan ini berbeda dengan Jahudi, Kristen dan Islam yang tidak mengenal reinkarnasi. Akibatnya bagaimana mayat diperlakukan juga menjadi sangat berbeda.

Itulah sebabnya ritual pemakaman memiliki banyak perbedaan. Bukan saja dalam beragam agama yang berbeda, juga dalam banyak budaya yang tidak sama. Di ketinggian Himalaya yang sulit mencari kayu bakar dan tanah yang bisa dicangkul untuk mengubur mayat, dilakukan pemakaman langit. Mayat dipotong kecil-kecil dan diberikan pada burung pemakan bangkai. Meski yang meninggal adalah penganut Budha. Ada keyakinan bahwa tubuh yang sudah menjadi mayat itu masih bisa memberikan manfaaat bagi roh karena dijadikan makanan bagi burung. Semacam sedekah tubuh.

Bagi penganut Zoroaster, mayat ditaruh di menara tinggi dan dijadikan makanan burung pemakan bangkai. Meskipun memiliki kesamaan dengan pemakaman langit, namun niatnya tidak sama. Cara ini dilakukan agar tubuh mayat itu tidak mencemari alam.

Apapun tatacara pemakaman, dan apapun pendapat manusia dan keyakinan agama-agama tentang tubuh manusia, tetaplah tubuh itu memiliki nilai. Karena pada dasarnya tubuh manusia adalah tanda paling nyata dan tak terbantahkan dari keberadaan manusia. Keberadaan manusia tentu dengan segala reputasinya selama hidup. Tubuhnya, walau telah hancur dilumat semua penghancur tubuh di dalam tanah atau telah menjadi abu karena pembakaran atau kremasi, tetap dijaga, dan dihormati.

Sebab keberadaan tubuh itu adalah bukti otentik bukan saja tentang si empunya tubuh, juga tentang apa yang dibawa dan pernah dilakukannya. Dalam kaitan ini menjadi sangat menarik untuk memahami mengapa ada upaya sistematis untuk mencuri mayat Nabi Muhammad SAW, yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Kita tahu maksud utamanya. Mereka ingin menghilangkan bukti utama tentang Islam dan ajarannya. Jika berhasil, mereka akan berkata kuburan Nabi itu ternyata kosong, dan semua cerita tentang dirinya dan ajaran yang dibawanya adalah isapan jempol. Pada tingkat ini kita semakin menyadari apa makna tubuh manusia. Pun setelah jadi tulang belulang. Kita menjadi tahu berapa kira-kira umur manusia di bumi, karena temuan tulang belulangnya. Tubuh manusia adalah tanda keberadaan manusia yang paling otentik dan tak terbantahkan.

Karena manusia adalah makhluk yang memiliki martabat, siapa pun dia, maka tubuhnya harus dihormati. Harus diperlakukan dengan cara-cara yang menunjukkan rasa hormat. Meski tubuh itu sudah hancur dan tak lagi dikenali.

Itulah sebabnya dalam semua agama dan keyakinan ada ritual yang baku bagaimana memperlakukan mereka yang sudah wafat. Semua ritual itu sedapat mungkin dilakukan di depan mayat. Hanya jika sangat terpaksa, karena tidak mungkin menemukannya, barulah diijinkan melakukan ritual tanpa kehadiran mayat. Namun ritual sebagai tindakan nyata menghormatinya harus dilakukan. Tidak boleh tidak.

Begitupun dalam tradisi militer. Bahkan mereka yang sudah pensiun mendapat kehormatan dengan serangkaian upacara. Termasuk tembakan kehormatan sebagai simbol bahwa yang wafat sangat dihormati.

Bahkan mereka yang telah ditetapkan oleh pengadilan sebagai orang yang sangat jahat dan dihukum mati tetap dihormati. Ada tata cara agar tubuhnya tidak merasakan sakit yang telalu dan penghormatan pada tubuhnya yang telah menjadi mayat. Tidak dicampakkan begitu saja ke pembuangan sampah. Tetapi diurusi sebagaimana layaknya manusia lain.

Oleh karena itu bukan saja tidak relevan, juga menjadi sangat tidak etis jika kita mempersoalkan berapa dana yang dihabiskan untuk sebuah upacara bagi mayat atau sebanyak apa duit diperlukan untuk mencari temukan korban Air Asia atau korban musibah yang lain. Semua dana yang dihabiskan tidaklah seberapa dibandingkan nilai dan penghormatan kita terhadap manusia dan kemanusiaan melalui penghornatan terhadap tubuhnya. Meski sudah tak utuh lagi karena terlalu lama berada di dalam laut atau di bawah lumpur karena longsor.

Tubuh manusia  adalah materi, memang sepenuhnya materi. Terdiri dari daging, tulang, otot, dan syaraf. Namun, tubuh itu adalah bagian tak terpisahkan dari keutuhan manusia. Tubuh itu adalah tanda kemanusiaan yang paling nyata. Bahkan di mana tempat kita pada kehidupan di seberang kematian juga ditentukan oleh tubuh dan kebertubuhan.

Tubuh manusia, bahkan bila yang tinggal hanya segumpal daging atau sekerat tulang, karena dahsatnya musibah yang menyebabkan kematian, tetaplah merupakan tubuh manusia yang harus dihormati. Harus diperlakukan sebagimana layaknya manusia. Itulah makna tubuh manusia.

Wujud tubuh sepenuhnya materi. Tetapi maknanya melampaui itu. Karena manusia itu bagaimanapun keadaanya dalam Al Qur'an disebut sebagai khalifatullah atau utusan Allah, dan dalam Injil disebut citra Allah. Tentu termasuk tubuhnya. Karena itu

PENGHORMATAN TERHADAP TUBUH MANUSIA ADALAH UJUD NYATA PENGHORMATAN TERHADAP MANUSIA DAN KEMANUSIAAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd