Jumat, 30 Januari 2015

TERIMA KOS KHUSUS CABE2AN

Tulisan pada judul di atas tertera di terpal plastik dan diletakkan sebagai penutup bagian belakang truk sampah pengganti pintu yang sudah copot. Ditulis dengan huruf berukuran besar, berwarna oranye sebagaimana warna truk sampah.

Mungkin tulisan itu dibuat dan sengaja ditempatkan di situ sebagai bentuk candaan untuk lucu-lucuan. Namun bisa juga bermakna, cabe-cabean hanya pantas berada di tempat sampah. Tegasnya, cabe-cabean adalah sampah.

Cabe-cabean adalah istilah atau nomenklatur baru. Cabe-cabean pada mulanya merujuk pada anak baru gede (ABG) atau anak remaja awal, kebanyakan usia sekolah SMP dan SMA yang meramaikan dunia balapan motor liar. Mereka adalah remaja putri yang dijadikan pelengkap taruhan. Para pemenang lomba bisa "menikmati" mereka. Mereka memang sengaja hadir dalam balapan liar itu sebagai cabe atau perangsang selera dan pemanas suasana, layaknya fungsi cabe saat makan tahu atau tempe goreng. Tanpa cabe, tahu dan tempe goreng kurang nendang.

Meski cabe-cabean adalah istilah baru, namun gejala seperti ini yakni ABG hidup bebas dan "menjajakan diri" bukanlah baru. Sudah ada sejak dulu. Istilah yang digunakan untuk mereka  yang terus berubah. Pada era 80an disebut piala bergilir, era 90an muncul istilah pereks atau perempuan eksperimem, dan era 2000an terkenal istilah jablay atau jarang dibelai. Cabe-cabean muncul belakangan ini.

Artinya sejak dulu para remaja telah terlibat dalam kehidupan bebas dan melakukan transaksi seks. Namun, dalam pergerakan waktu dan seiring dengan beragam perubahan dalam masyarakat, terjadi pula perubahan pola dan model keterlibatan para remaja itu dalam transaksi seksual.

Karena itu tidak berlebihan jika mereka diibaratkan seperti sampah. Ada banyak makna terkait dengan keberadaan sampah. Sampah merupakan sesuatu yang tidak terelakkan harus ada sebagai produk samping dari kegiatan apapun yang dilakukan manusia. Semakin makmur suatu masyarakat,maka sampahnya akan semakin bertambah dari segi jumlah dan keberagaman.

Boleh jadi semakin berkembangnya pola dan model jablay dan cabe-cabean, karena masyarakat kita semakin makmur. Kemakmuran mendorong orang untuk meningkatkan aspirasi, keinginan dan pencapaian yang lebih tinggi. Banyak keinginan yang bisa diubah menjadi kebutuhan.

Sebagian remaja kita sangat meningkat aspirasi dan keinginannya untuk menikmati dan memiliki berbagai atribut masyarakat menengah kota yang ditandai dengan gaya hidup metropolis. Gaya hidup itu mempersyaratkan dimilikinya sejumlah benda dan kebiasaan tertentu yang membutuhkan biaya besar. Sejumlah besar remaja yang menjadi cabe-cabean didorong oleh kenyataan ini. Apalagi mereka merasakan cabe-cabean merupakan salah satu bentuk gaya hidup metropolis.

Fakta ini menegaskan bahwa gaya hidup cabe-cabean merupakan akibat tak terelakkan dari berkembangnya gaya hidup perkotaan yang semakin bebas. Juga mencerminkan terjadinya perubahan mendasar dalam pola-pola pergaulan yang lebih mengarah pada interaksi transaksional.

Persoalan gaya hidup cabe-cabean ini tampaknya akan terus muncul bahkan mungkin akan semakin parah. Sebab sampah tidak pernah berkurang dalam masyarakat yang semakin moderen dan kompleks. Karena modernitas memproduksi lebih banyak barang sebagai upaya mendorong dan merubah keinginan menjadi kebutuhan melalui serangan iklan.

Itu artinya cabe-cabean yang merupakan salah satu bentuk cara hidup moderen akan dianggap dan dihayati sebagai sesuatu yang normal dan biasa saja pada kalangan tertentu. Karena orang dan masyarakat moderen cenderung mengembangkan nilai-nilai yang sangat menekankan pentingnya individualitas dan kebebasan. Orang dan masyarakat moderen merasa kurang bahkan tidak lagi terikat pada nilai-nilai kebersamaan yang menjadi penjaga ketertiban sebagaimana dihayati masyarakat tradisional.

Sampah selalu menimbulkan rangkaian masalah, bukan masalah tunggal. Sampah kerap memunculkan sejumlah masalah ikutan, masalah yang menimbulkan masalah baru sebagai sebuah rangkaian. Cabe-cabean merupakan akibat dari beragam masalah. Dalam buku Penari Erotis dan Jablay ABG: Renungan Jalanan 14, yang merupakan hasil penelusuran kualitatif, dijelaskan secara rinci sejumlah masalah yang menjadi sebab anak remaja menjadi jablay atau cabe-cabean. Hanya sedikit karena dorongan kemiskinan. Kebanyakan karena gaya hidup dan model pengasuhan.

Ketika para remaja itu menjadi cabe-cabean, muncullah sejumlah masalah ikutan yang membentuk rangkaian masalah. Biasanya mereka memiliki kebiasaan-kebiasaan baru karena sudah berhubungan dengan lebih dari satu orang. Ada yang keenakan dan ketagihan karena mendapatkan sejumlah uang atau barang, dan merasakan nikmatnya berhubungan. Ada di antara mereka yang nekad meninggalkan sekolah dan rumah, memilih hidup bebas. Ada pula yang mulai kecanduan narkoba dan terkena penyakit. Berbagai masalah muncul dan sangat mengganggu hidup mereka pada akhirnya.

Bagi kebanyakan orang sampah itu menjijikkan dan harus dijauhi. Tetapi ada orang yang mengambil keuntungan atau mencari rezeki dari sampah. Mulai dari pemulung sampai pengusaha besar yang menang tender untuk mengelola sampah. Artinya sampah bisa mendatangkan keuntungan.

Begitupun halnya dengan cabe-cabean. Biasanya cabe-cabean itu dikelola oleh seseorang, bisa berasal dari antara mereka atau orang lain. Cabe-cabean dijadikan komoditi yang wilayah pemasarannya semakin lama bertambah luas. Tragisnya, dalam perjalanan waktu semakin banyak ABG yang menjadi cabe-cabean karena keuntungan ekonomis dan semakin banyaknya pengelola alias mami atau kakak yang mengelola mereka.

Mami atau kakaklah yang menawarkan cabe-cabean ke mana-mana. Bukan hanya di lingkungan terdekatnya balap motor liar. Itulah sebabnya cabe-cabean muncul di mal, cafe, diskotik, resto dan berbagai tempat lain.

CABE-CABEAN ADALAH PRODUK DARI PERUBAHAN MASYARAKAT YANG MAKIN MATERIALIS DAN HEDONIS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd