Selasa, 20 Januari 2015

TNI BERUBAH (?)

Reformasi telah membawa perubahan luar biasa pada negara bangsa ini. Sistem politik dan tatakelola negara yang paling dahsyat perubahannya. Ada sistem multipartai, pemilihan langsung bupati/walikota, gubernur, dan presiden. Rakyat sungguh menikmati hak-hak politiknya.

Jangan dikira perubahan-perubahan dahsyat ini diikuti oleh kesejahteraan rakyat yang meningkat. Rasanya kehidupan rakyat belum juga bertambah baik. Tingkat pengangguran masih tinggi. Bahkan pada akhir masa Pemerintahan SBY, kesenjangan rakyat Indonesia lebih parah dibandingkan  Pemerintahan Suharto.

Maknanya berbagai perubahan yang terjadi tidak selalu ke arah yang lebih baik. Beberapa orang berpendapat, zaman Suharto kurang demokrasi banyak kesejahteraan. Sedangkan zaman reformasi, banyak demokrasi, kurang kesejahteraan. Mestinya demokrasi mendatangkan kesejahteraan.

Reformasi tak terelakkan juga telah mendorong perubahan mendasar pada TNI. TNI kini sangat berbeda dibanding pada zaman Suharto. Saat itu sangat terasa bahwa TNI lebih sebagai alat kekuasaan.

Dalam situs resmi TNI yaitu www.tni.mil.id dijelaskan apa yang menjadi esensi reformasi TNI. Secara ringkas berikut ini penjelasannya.

Bergulirnya tuntutan reformasi di tubuh TNI sebenarnya sejalan dengan proses perkembangan demokrasi sejak tahun 1998 yang lalu. Dengan adanya reformasi di tubuh TNI ini diharapkan mampu mewujudkan TNI yang profesional, efektif, efisien dan modern.

Adapun inti atau esensi dari reformasi internal di tubuh TNI ialah :

a. Secara bertahap meninggalkan peran sosial politik.
b. Memusatkan perhatian kepada tugas pokok pertahanan negara.
c. Menyerahkan fungsi dan tanggung jawab keamanan dalam negeri kepada Kepolisian Republik Indonesia.
d. Meningkatkan konsistensi implementasi doktrin gabungan.
e. maningkatkan kinerja manajemen internal.

Dalam pelaksanaan di lapangan, disadari bahwa reformasi TNI belum sepenuhnya tercapai sesuai yang diharapkan. Di samping memerlukan waktu, juga dikarenakan masih adanya kendala dan hambatan yang dihadapi di lapangan utamanya dalam perubahan kultur prajurit TNI. Namun TNI bertekad untuk terus melaksanakan reformasi ini sehingga dapat terwujud sosok TNI yang profesional.

Pastilah perubahan atau reformasi TNI bukan pekerjaan yang mudah. Ketidakmudahan itu disebabkan oleh sejumlah alasan. Pertama, TNI merupakan organisasi yang besar dan tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Kedua, di dalam tubuh TNI selama masa Pemerintahan Suharto telah terbentuk kultur yang menempatkannya menjadi kekuatan pertahanan, dan sosial politik yang sangat kuat, dominan dan menentukan. Sebagai konsekuensinya nyaris semua posisi penting dalam tatakelola negara dan masyarakat ada dalam genggamannya. Bahkan sampai organisasi olah raga seperti PBSI pun dikuasai petinggi TNI.

Akibatnya dibutuhkan waktu panjang dan upaya sangat keras untuk mengubah kultur yang telah menulangsumsum itu. Meski perubahan telah mulai tampak hasil-hasilnya, namun di sana-sini masih perlu upaya lebih keras untuk membuat perubahan itu menunjukkan hasil yang bermakna. Tidak mengherankan bila setiap kali terjadi bentrok antara oknum TNI dengan oknum Polri, terutama yang membawa-bawa kesatuan, banyak orang termasuk para ahli selalu menyebut bahwa akar kultur sebagai kelompok dominan belum sama sekali hilang dari tubuh TNI.

Tampaknya perubahan dalam tubuh TNI semakin lama semakin nyata. Meski belum tentu menyebar dengan cepat dan merata. Prajurit TNI kini semakin memahami dan menyadari hak-haknya. Sudah ada keberanian untuk menggunakan cara-cara yang lazim digunakan oleh masyarakat sipil yang tidak tunduk pada komando seperti kejadian berikut ini.

Jakarta – Mabes TNI menyelidiki aksi demonstrasi 50 prajurit TNI di Puncak Jaya, Papua. 50 Prajurit ini berunjuk rasa karena uang tunjangan lauk pauk dan pengamanan mereka disunat. Para prajurit ini ingin agar uang mereka Rp 500 ribu yang dipotong dikembalikan.

Aksi unjuk rasa terjadi Senin (12/1/2015) dan aksi mereka reda setelah perwira di Kodim meminta maaf dan melakukan dialog. Uang yang dipotong pun dikembalikan. Namun para prajurit ini ingin bertemu Pangdam Cendrawasih dan menyampaikan keluh kesahnya.

Maklum saja kawasan Puncak Jaya rawan pelaku kekerasan bersenjata, tentu akan sangat miris bila tunjangan anggota TNI disunat.
(JakartaGreater.com, 14.01.2015)

Prajurit TNI berunjuk rasa tentulah tidak biasa. Karena di dalam TNI ada prosedur tetap (protap) untuk menyelesaikan masalah seperti ini. Bila mereka sampai berunjuk rasa, bahkan tidak terima saat perwira atasan mereka meminta maaf dan bersedia berdialog, tentulah kejadian ini mencerminkan, setidak-tidaknya, kesadarn akan hak telah meningkat. Bersamaan dengan itu keberanian mereka untuk melampaui atasan langsung dan ingin bertemu dengan panglima wilayah merupakan sebuah tradisi baru. Virus demokrasi tampaknya sudah menular.

Tidak berapa lama setelah peristiwa unjuk rasa prajurit di Papua. Sejumlah prajurit melakukan hal lain sebagaimana yang diberitakan di bawah ini.

KELAPA GADING – Eksekusi lahan yang saat ini digunakan TNI-AL di Jalan Boulevard, Bukit Gading Raya, Kelapa Gading, Jakarta Utara, berlangsung ricuh, Rabu (14/1). Aparat tentara yang berseragam dan berpakaian bebas melawan saat sejumlah juru sita dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) hendak melakukan eksekusi.(Jawa Pos, 15.01.2015)

Walau aparat tentara tersebut mungkin memiliki alasan yang kuat untuk melakukan ini, agaknya kejadian ini termasuk langka. Pastilah kejadian ini ada kaitannya dengan hak yang ingin dan harus dipertahankan. Namun cara mempertahankannya tampaknya bisa membuat banyak orang kaget.

Kita tidak dapat dengan pasti menyimpulkan apa yang sesungguhnya terjadi di dalam internal TNI selama reformasi ini. Namun, berbagai kejadian di atas menegaskan, TNI memang telah berubah.

REFORMASI MENDORONG LAHIRNYA TRADISI BARU.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd