Selasa, 29 September 2015

ADA YANG LAIN

( Bagi siapa pun yang tidak percaya)

Ini pengalaman banyak orang. Pada banyak tempat.

Di sebuah hotel di sekitar Kramat Raya Jakarta, seorang teman bergelar profesor doktor menempati kamar di lantai lima yang dekat dengan gedung sangat tua di samping hotel. Ia merasa di kamar itu ada yang lain. Terutama di kamar mandi. Air keran terus hidup meski telah berulang kali dimatikan. Bisa jadi kejadian ini sepenuhnya kesalahan teknis. Namun, ia yakin memang yang lain itu ada, karena  sempat terkunci di kamar mandi. Ia bahkan merasa diikuti waktu pulang sampai mengalami demam. Karena tak sembuh ke dokter, akhirnya ia berobat ke "orang pintar" dan sembuh. Orang pintar bilang, ia diikuti oleh makhluk yang tak terlihat.

Oleh karena kami sebagai sebuah tim besar nyaris tiap minggu menginap di hotel tersebut, maka diatur agar yang menginap di kamar yang berhadapan dengan gedung tua itu terus berganti. Setiap kali berganti orang, pasti mengalami hadirnya yang lain dengan berbagai modus. Ada yang sangat ketakutan dan memilih pulang ke rumah, lalu kembali ke hotel pada pagi hari. Meski rumahnya sangat jauh dari hotel tempat kami berkegiatan.

Di hotel yang sama pada kamar yang jauh dari gedung tua aku juga pernah mengalami malam yang asyik. Saat shalat malam, punggungku di sentuh dua kali dari belakang. Sentuhan itu adalah isyarat ingin ikut shalat dan menjadi jemaah. Aku merasa kurang nyaman karena di kamar aku hanya sendirian. Paginya aku kontak seorang teman yang memiliki kemampuan melihat yang lain itu. Dia menjelaskan bahwa ada yang lain yang menyentuh punggungku saat shalat tidak bermaksud ikut shalat, tetapi iseng mengganggu.

Sejumlah pegawai hotel yang sudah sangat kenal dengan kami bercerita banyak tentang berbagai pengalaman tamu yang aneh-aneh di hotel tersebut. Mereka katakan keberadaan yang lain itulah salah satu penyebab mengapa hotel itu makin sepi pengunjung. Tidak enak rasanya kan, menginap di hotel dengan bayaran mahal dan sepanjang malam kesurupan. Ada tamu yang mengalami peristiwa itu. Bukan hanya seorang yang mengalami.

Seorang teman menginap di hotel berbintang di kawasan Mangga Besar. Kamarnya di sudut dan paling ujung. Sekitar pukul dua puluh dua, AC kamar mati. Ia hidupkan dan mati lagi. Ia mengontak petugas, AC diperbaiki selama setengah jam dan berfungsi kembali. Belum tiga puluh menit, AC mati lagi. Ia minta pindah kamar. Tidak bisa karena hotel penuh. AC diperbaiki lagi. Menjelang tengah malam, lampu di kamar tiba-tiba mati. Ia keluar kamar dan heran. Karena hanya di kamarnya lampu mati. Di lorong depan kamarnya semua lampu hidup. Ia mengontak petugas. Petugas datang ke kamarnya. Kini giliran petugas hotel yang bingung, mengapa hanya di kamar ini lampu mati. Sebab listrik di kamar ini bagian dari seluruh sistem listrik di hotel.

Temanku itu mulai yakin bahwa apa yang terjadi di kamar ini bukan sekadar masalah teknis seperti yang ia duga semula. Apalagi petugas hotel juga tampak bingung. Dibutuhkan waktu hampir satu jam untuk membuat lampu di kamar itu menyala kembali.

Setelah lampu menyala sang teman ini tak bisa tidur karena mulai merasa tidak nyaman. Tidak sampai satu jam setelah lanpu menyala ia sangat terkejut. Ada suara sangat keras dari kamar mandi. Ia buru-buru masuk ke kamar mandi. Ada dua pintu, yaitu pintu kayu yang berada di bagian luar, dan pintu kaca yang sangat tebal yang memisahkan tempat mandi dengan bagian lain kamar mandi. Ia kaget karena pintu kaca yang sangat tebal itu yang tadinya terbuka sekarang tertutup sendiri. Suara keras itu bearsal dari suara pintu kaca itu dibanting dengan keras. Ia mencoba mencari penjelasan teknis. Apa mungkin penyebabnya angin. Tetapi angin dari mana? Pintu depannya kan tertutup?

Ia buka kembali pintu kaca itu, dan menutup kembali pintu kayu di bagian depan kamar mandi. Tidak sampai sepuluh menit, ia kembali mendengar suara keras dari kamar mandi. Ia buka pintu kayu dan melihat pintu kaca yang tebal itu sudah tertutup kembali. Ia panggil petugas hotel dengan perasaan marah dan kesal. Petugas hotel menyarankan agar ia mencari hotel lain saja. Karena beberapa waktu lalu, di kamar mandi hotel tempat teman itu menginap, dua orang wanita muda mati karena over dosis narkoba. Sang teman yakin betul, ada yang lain di kamar mandi hotel itu.

Aku bertugas untuk menilai sejumlah program studi di beberapa perguruan tinggi di Surabaya. Aku berdua dengan seorang guru besar yang sudah sepuh. Kami menginap di hotel berbintang yang termasuk hotel besar dan terkenal di sekitar Gubeng. Sang guru besar memintaku untuk tidur sekamar saja dengannya agar bisa membantu bila ia memerlukan sesuatu di tengah malam. Kami memilih kamar dengan dua tempat tidur.

Saat tengah malam, telepon genggam si guru besar berdering. Ia mengangkatnya dan mengucapkan hallo dan selamat malam. Tak ada jawagan dan telepon genggamnya mati. Ia ambil kaca mata dan melihat nomor yang baru saja mengontak. Ia kaget dan membangunkan aku. Ternyata nomor yang tertera pada telpon genggamnya adalah nomor telepon genggam yang lain miliknya yang ditaruh persis di samping telepon genggam yang menerima panggilan.

Tengah malam itu sang guru besar memaksa petugas untuk mencarikan kamar lain untuk kami. Petugas hotel tanpa basa-basi memindahkan kami ke kamar lain di lantai yang lain. Saat sarapan pagi, pimpinan hotel menemani sarapan, meminta kami tetap mukim di hotel itu. Kami mendapat layanan tambahan berupa makan siang dan makan malam gratis serta potongan harga kamar tiga puluh persen. Saat meninggalkan hotel, pimpinan yang menemani kami sarapan sangat memohon agar cerita tengah malam itu cukup ditinggalkan jadi kenangan saja. Tidak usah dibawa pulang. Tindakan sang pemimpin hotel mengindikasikan pengakuan keberadaan yang lain itu.

Ini hotel yang tergolong baru di Jogja. Kami sudah empat kali menginap. Hotelnya tergolong mewah. Ada kolam renang dan fitnes di atap hotel. Gorden jendela hotel tergolong moderen, dibuka tutup menggunakan remot kontrol. Beberapa kami mengalami, gorden itu bergerak sendiri padahal remotnya sama sekali tidak tersentuh. Kami semua berfikir kejadian itu sepenuhnya masalah teknis.

Saat fitnes bareng manajer hotel, aku ceritakan pengalaman tengah malam gorden jendela naik sendiri. Sang manajer jelaskan, boleh jadi tamu di sebelah membuka gorden dan sistemnya bocor, jadi gorden di kamarku bergerak sendiri. Lucunya, di kamar sebelah adalah temanku yang juga mengalami gordennya bergerak naik sendiri, padahal ia sama sekali tak menyentuh remot. Lagi pula apa perlunya orang menaikkan gorden saat tengah malam?

Pengalaman paling menarik dialami oleh teman lain. Seorang guru besar dari Surabaya. Sekitar pukul empat sore ia keluar dari lift di lantai lima belas. Ia mendengar suar staf wanita kami memanggil namanya dari belakang. Ia melihat, tak ada siapa pun. Saat itu sang staf dimaksud sedang di Halim mau menuju Jogja. Di lantai lima belas itu ada kamar yang ditutup kain putih dan secarik pengumuman bahwa kamar itu sedang dalam pemeriksaan polisi. Kami tak tahu ada apa. Sejumlah staf hotel yang mengantar kami ke bandara cerita bahwa di hotel itu lantai enam merupakan tempat yang paling heboh. Banyak tamun yang mengalami peristiwa aneh terkait kehadiran yang lain.
Masih banyak cerita lain dari hotel lain dan dialami oleh orang lain yang bergabung dengan kami untuk menyelesaikan sejumlah pekerjaan yang mengharuskan menginap di hotel paling kurang dua malam. Intinya sama, ada kehadiran yang lain dengan macam-macam cara.

Saat mendampingi mahasiswa antara lain di Cibubur, Baduy, Kampung Naga, Dataran Tinggi Dieng, Bromo, Bali, dan Jogjakarta, selalu terjadi ada mahasiswa yang kerasukan. Terkadang kami bisa atasi. Tak jarang terpaksa memanggil "orang pintar" untuk membebaskan mahasiswa dari pengaruh "pendatang haram" itu.

Di kampusku saat penerimaan mahasiswa baru pernah terjadi, ratusan mahasiswa mengalami kerasukan atau kesurupan. Sungguh sangat heboh dan menegangkan. Dibutuhkan bantuan sejumlah ustaz dan "orang pintar" untuk membebaskan mereka dari situasi tidak menyenangkan itu. Meskipun akhirnya sejumlah besar mahasiswa menjadi normal pada malam hari. Namun, beberapa membutuhkan waktu sampai besok pagi dari gangguan itu. Karena korbannya ratusan, peristiwa itu diliput dan diberitakan oleh sebuah koran ibu kota, di halaman depan lagi.

Kejadian paling menarik adalah di wilayah bencana. Bersama sejumlah relawan, aku lama berada di pengungsian korban tsunami di Meulaboh. Setiap hari dari setelah azan Ashar sampai menjelang azan Isya pasti ada yang kerasukan. Selalu lebih dari satu orang. Kerasukan ini tampaknya memang menular.

Seorang ibu paruh baya kerasukan. Suaranya berubah menjadi suara lelaki. Orang yang mengenal sang ibu menyatakan bahwa suara itu adalah suara suami ibu yang kerasukan. Suara suaminya menjelaskan dimana mayat suaminya berada. Kami mengikuti petunjuk suara itu dan menemukan mayat suaminya sudah membusuk. Tertimbun direruntuhan rumah tetangganya dekat kandang ayam. Di situ ada mayat orang lain. Kejadian yang sama kami alami di Sampit setelah konflik yang menewaskan banyak orang dengan cara yang mengenaskan dan mengerikan.

Di tempat pengungsian korban erupsi Merapi banyak anak dan wanita kerasukan setelah azan Isya. Kerasukan selalu terjadi pada korban bencana. Boleh jadi semua ini terjadi karena tekanan psikologis. Baik karena kesedihan atau kengerian mendalam. Namun, saat yang kerasukan bisa memberi petunjuk keberadaan mayat, persoalannya jadi lain sama sekali.

Keberadaan yang lain memang menjadi kontroversi sampai saat ini. Terutama dalam khasanah sains moderen. Berbagai teori pernah digunakan untuk menjelaskannya seperti teori gelombang, energi, dan cahaya. Namun tak juga bisa dijelaskan dengan tuntas karena kesulitan untuk menguji dan membuktikannya secara empiris. Oleh sebab itu sains moderen sangat kritis, hati-hati bahkan sisis dan skeptis terhadap keberadaan yang lain.

Sejumlah pertanyaan dapat dikemukakkan terkait dengan keberadaan yang lain ini. Mengapa hanya orang tertentu saja yang bisa mengalami kehadiran yang lain atau yang mengalami kerasukan. Dalam jumlah sangat besar orang sama sekali tidak pernah mengalami bersentuhan dengan yang lain ini, meski mereka sangat ingin. Mengapa?

Ada orang yang menjelaskan bahwa manusia dengan kecenderungan belahan otak kanan yang dominan lebih sering mengalami bersentuhan dengan ada yang lain  karena  mereka lebih intuitif. Namun, penjelasan ini tentu saja masih harus diuji.

Rasanya harus sepenuhnya disadari bahwa sains moderen juga memiliki keterbatasan karena keharusan adanya pembuktian dan pengujian empiris. Padahal dalam hidup kita mengalami, tidak semua hal bisa dan mudah mendapatkan atau menghadirkan bukti empirisnya. Bagaimana mendapatkan bukti empiris tentang kehidupan setelah mati? Adakah cara yang paling tepat secara empiris membuktikan dan menguji rasa cinta dan rasa percaya? Apakah pengujian empiris memadai untuk menguji dan membuktikan rasa cinta?

Agaknya persoalan terkait dengan ada yang lain ini sebaiknya dipahami dengan sangat hati-hati dan kritis. Agar kita tidak jatuh ke dalam sikap sinis atau percaya berlebihan. Perlu menggunakan perspektif keyakinan iman, nalar, rasa, dan keterbukaan untuk menerima pengalaman sendiri dan orang lain secara kritis. Mengapa?

Tidak sedikit dari antara kita yang jatuh dalam percaya berlebihan dan terganggu hidupnya karena merespon keberadaan yang lain dengan cara yang tidak tepat. Saat mendapat musibah atau penyakit, bukannya mengusahakan pengobatan segera tetapi melemparkan tuduhan pada sejumlah orang yang telah menjahati dirinya menggunakan keberadaan yang lain. Sakit tak sembuh, dosa malah bertambah. Ada pula yang tak berani lakukan aktivitas yang sebenarnya sangat berguna bagi sesama karena khawatir akan diganggu oleh yang lain. Tetaplah kritis dan wasapada.

Bersebalikan dengan itu, ada pula sejumlah besar orang yang sama sekali tidak percaya, bersikap sinis, meremehkan dan nantangin yang lain. Tak usahlah bersikap seperti ini. Tetaplah jernih dan bijak. Apalagi agama membenarkan keberadaan yang lain. Karena itu,

MENGHADAPI KETIDAKJELASAN DAN KONTROVERSI KEBERADAAN YANG LAIN, SIKAP TERBAIK ADALAH TETAP KRITIS DAN BIJAKSANA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd