Selasa, 15 September 2015

KABAR ES KRIM

Polri masih disibukkan dengan sejumlah masalah. Masalah pergantian Kapolri yang berbuntut sangat panjang dan sampai melibatkan masyarakat rasanya baru saja mereda. Kini muncul kehebohan baru yaitu gonjang-ganjing pergantian kabareskrim.

Beredar kabar Kabareskrim Komjen Budi Waseso (Buwas) akan diganti. Media massa dan terutama media sosial sangat heboh menanggapi. Mayoritas pengguna sosial media setuju dan bersyukur atas penggantian itu. Baik media massa maupun media sosial menggunakan kata pencopotan bukan mutasi atau pergantian. Kita tak tahu persis mengapa kata pencopotan yang digunakan. Kita juga tak faham mengapa Budi Waseso disingkat jadi Buwas, padahal yang lain disingkat dari huruf depan namanya seperti Bambang Widjajanto menjadi BW.

Sementara itu Buwas memberikan keterangan, isinya membantah pencopotan itu. Bersamaan dengan itu bawahan Buwas mengancam akan mundur bila Buwas diganti. Padahal tidak usah mundur pun ia sudah saatnya pensiun. Entah apa maksudnya menyatakan mundur itu. Mungkin mau mengesankan penolakan  sekaligus kekacauan yang akan terjadi bila Buwas dicopot. Kesannya agak lebay.

Bukankah Polri telah berulang kali mengalami situasi seperti ini? Dulu saat Komjen Susno Duaji akan dicopot dari jabatan Kabareskrim, keadaannya lebih tidak pasti dan kacau. Tetapi akhirnya semua berjalan normal.

Sepanjang hari dan malam beragam kabar yang bertentangan datang silih berganti. Bahkan sudah muncul nama Saud Nasution sebagai pengganti Buwas.

Sungguh seperti es krim. Gampang cair dan beku. Sangat menggoda tetapi berbahaya karena mengandung terlalu banyak lemak dan gula.  Begitulah suasana saat menjelang pencopotan Buwas.

Juga seperti es krim yang digemari orang dari berbagai usia. Berita pencopotan Buwas ini banyak penggemarnya. Di media sosial muncul beragam komentar yang secara terbuka mengucapkan rasa syukur, senang, bahkan menghujat Buwas. Beberapa menyebutkan bahwa cara Buwas dicopot ini merupakan karma atas perbuatannya terhadap pimpinan KPK.

Kini masyarakat memang memiliki kebebasan luar biasa untuk mengomentari apa saja. Bahkan mencarut dan memaki seenaknya. Semuanya bisa diungkap lewat media sosial yang sangat beragam. Kabar pencopotan Buwas telah menimbulkan kehebohan di media massa dan media sosial. Sejumlah besar orang berkicau memberi tanggapan. Mengapa berita pencopotan Buwas begitu menghebohkan?

Bisa saja karena pengangkatan Buwas menjadi Kabareskrim terasa aneh dan sangat misterius. Saat terjadi gonjang-ganjing pergantian Kapolri yang tidak pasti, tiba-tiba Kabareskrim diganti. Buwas naik jadi Kabareskrim.

Segera saja, Buwas menuduh Kabareskrin lama sebagai pengkhianat. Tak pernah dijelaskan apa maksudnya? Tuduhan ini pastilah terkait dengan ditersangkakannya BG sang calon tunggal Kapolri oleh KPK. Buwas dikenal sangat dekat dengan BG.

Segera setelah jadi Kabareskrim, Buwas membalas KPK dengan mentersangkakan Bambang Widjajanto pimpinan KPK, tuduhannya terasa ganjil dan mengada-ngada. Apalagi cara penangkapan Bambang Widjajanto mirip penangkapan teroris. Padahal tidak ditahan pun Bambang tidak akan kemana-mana karena ia pimpinan lembaga negara dan sangat paham hukum.

Tak berapa lama Abraham Samad Ketua KPK juga ditersangkakan, juga dengan tuduhan yang sangat aneh. Susah dibantah jika tindakan ini merupakan upaya balas dendam. Tentu saja keputusan menjadikan pimpinan KPK sebagai tersangka telah membuat gaduh dan melibatkan masyarakat banyak. Sungguh cara penegakan hukum yang susah dipertanggungjawabkan secara logis dan etis.

Rupanya Buwas merasa belum cukup, Denny Indrayana aktivis anti korupsi dan pernah menjadi wakil Menkumham yang konsisten membela KPK ditersangkakan. Semakin terlihat bahwa orang-orang yang ditengarai membuat BG gagal jadi Kapolri "dihabisi". Tak ketinggalan, ketua KY yang mempersoalkan keputusan hakim PTUN yang memenangkan BG juga ditersangkakan. Buwas sungguh membuat gaduh. Bagaimana gebrakannya terhadap kasus korupsi yang membuat bangsa ini terpuruk dan merupakan kejahatan nyata yang mestinya mendapat prioritas?

Aktivis korupsi asal ICW dan Buletin ICW memberikan catatan di bawah ini. Intinya penanganan kasus korupsi jauh dari harapan.





Kasus-kasus korupsi yang ditanganinya juga banyak yang belum selesai. Dari sekian banyak kasus yang ditangani, sejauh ini, hanya kasus UPS yang terdengar prosesnya sampai ke kejaksaan," ungkap Emerson.(Suara Pembaruan, 3.9.2015)

Buletin ICW mencatat,
Sejak diangkat (19 Januari 2015), Buwas justru lebih banyak kontroversi dari pada prestasi. Diantaranya, Menangkap Bambang Widjojanto (pimpinan KPK). Menetapkan tersangka Abraham Samad (pimpinan KPK). Menyelidiki 21 penyidik KPK dengan dalih kepemilikan senjata api. 24 Maret 2015 : Menetapkan Denny Indrayana sebagai tersangka. Menghentikan kasus dugaan gratifikasi Budi Gunawan yang sebelumnya ditangani KPK. Menolak melaporkan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara). Menyatakan tidak ada rekayasa terhadap penetapan tersangka Komisioner KY, Suparmman Marzuki dan Taufiqurrahman Syahuri. Menyatakan tersangka terhadap salah satu calon pimpinan KPK. (Sumber Koran Tempo, 3/9).

Bila akhirnya Buwas dicopot, agaknya merupakan tindakan yang tepat akurat. Hukum memang harus ditegakkan. Namun bukan dengan cara tebang pilih dan beraroma balas dendam. Apalagi dengan cara yang menimbulkan kegaduhan. Tersangkanya belum jelas tetapi kegaduhan telah menyebar.

PENEGAKAN HUKUM TIDAK DAPAT DIGUNAKAN UNTUK MEMBALAS DENDAM, DAN TIDAK ELOK BILA MENIMBULKAN KEGADUHAN YANG DAPAT MERESAHKAN MASYARAKAT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd