Selasa, 17 November 2015

MANA KEBERANIAN?

Rakyat memang pantas menderita. Mungkin inilah isi benak para penguasa zalim, kapan dan dimana pun.

Rakyat Indonesia sejak dulu sudah menderita, telah biasa menderita. Kebanyakan penderitaan itu muncul karena tindakan para penguasa. Tragisnya, setiap kali penguasa membuat kebijakan justru menggunakan penderitaan rakyat sebagai alasan. Katanya, demi rakyat, demi kesejahteraan rakyat. Nyatanya rakyat menderita, tambah menderita.

Penderitaan rakyat itu antara lain muncul dalam bentuk angka-angka statistik kemiskinan yang naik turun bagai gelombang laut. Tingkat kesenjangan pun begitu keadaannya. Angka-angka statistik itu hanya bisa menunjukkan tingkat kemiskinan dan kesenjangan berdasarkan indikator-indikator ekonomi. Tak pernah mengungkapkan tingkat penderitaan rakyat miskin secara nyata dan mendalam. Agaknya statistik tak bakalan mampu melakukan itu. Karena bukan untuk itu statistik digunakan.

Rakyat menderita antara lain karena harga BBM melambung tinggi yang menyebabkan harga-harga bahan pokok melangit. Kenaikan harga BBM pasti meningkatkan jumlah rakyat miskin. Itu artinya rakyat yang menderita bertambah.

Rakyat juga menderita karena pembakaran lahan dan hutan. Menderita karena tidak dapat bekerja dan sakit. Bahkan ada yang meninggal. Pembakaran hutan dan lahan telah sangat menyulitkan rakyat dalam wilayah yang sangat luas. Bukan hanya rakyat miskin yang menderita. Orang kaya pun ikut menderita karena tidak bisa wara-wiri menggunakan pesawat terbang. Bahkan penderitaan meluas, sampai-sampai rakyat negara tetangga terpaksa tak bisa sekolah, bekerja dan banyak yang sakit.

Di Papua rakyat banyak yang masih miskin dan sangat miskin. Padahal Papua memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam itu dieksplorasi dan dieksploitasi oleh Freeport yang mendapat izin dari pemerintah Indonesia sejak dahulu kala, saat Yusuf Kalla belum jadi apa-apa.

Dalam keadaan rakyat yang miskin dan serba susah, tiba-tiba muncul berita yang menyebutkan dalam audit forensik Petral, anak perusahaan pertamina, terbukti ada campur tangan pihak ketiga yang sangat merugikan pertamina, pemerintah dan rakyat dalam pengadaan BBM. Keikutsertaan pihak ketiga inilah yang menyebabkan selama masa yang sangat panjang harga BBM sangat mahal. Sayangnya pihak yang menyebut ada pihak ketiga tidak menyebut siapa pihak ketiga itu. Mungkin belum mau menyebutkan karena mengikuti prinsip kehati-hatian. Tetapi kita bisa mempertanyakan, hati-hati atau tidak berani?

Maklumlah pihak ketiga dalam urusan uang triliyunan pastilah bukan bandit jalanan. Pasti mafia. Boleh jadi mafia yang memiliki kekuatan politik dan uang yang luar biasa. Juga memiliki jaringan internasional. Mungkin saja mafia itu telah pula berhasil membuat banyak pejabat yang sangat berwenang tunduk pada mereka. Para pejabat itu tunduk karena mafia itu sangat baik pada mereka.

Terkait dengan pembakaran lahan dan hutan, dinyatakan sejumlah perusahaan besar menjadi pihak yang dengan sengaja membakar. Pemerintah berjanji akan mengumumkan dan mengenakan pada mereka sanksi hukum. Namun, tiba-tiba Menkopolhukam yang biasanya galak dan bicara apa adanya, menegaskan akan mengumumkannya pada waktu yang tepat. Artinya tidak akan diumumkan segera dan sekarang.

Ada apa sebenarnya. Kapan waktu yang tepat itu? Siapa yang menentukan waktu yang tepat? Dalam masyarakat berkembang spekulasi, jangan-jangan pemerintah tidak berani mengumumkannya.

Sudah bisa dipastikan siapa saja yang berada dalam perusahaan yang diduga pembakar hutan dan lahan itu. Mereka itu merupakan perusahaan kelapa sawit  yang menguasai perdagangan minyak goreng tingkat dunia. Pastilah para pejabat di perusahaan itu lebih dari mantan bupati. Jangan-jangan ada nama mantan menteri, mantan petinggi polri, mantan pejabat tinggi kejaksaan agung dan banyak orang hebat lainnya. Boleh jadi yang berada dalam pusat kuasa perusahaan pembakar hutan itu adalah para petinggi partai politik. Mungkin karena fakta itu, pemerintah rada "ngeper" untuk sekadar mengumumkannya.

Begitupun saat Menteri ESDM mengumumkan ada petinggi partai politik yang mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu dengan freeport membicarakan perpanjangan kontrak. Beritanya menyebar dengan cepat. Presiden dan wakil presiden marah. Sementara itu nama yang beredar di masyarakat yaitu Setya Novanto yang merupakan petinggi Golkar dan Ketua DPR sibuk membantah.

Kita sama sekali tidak paham. Pemerintah hati-hati, tidak berani atau hendak memanfaatkannya untuk negosiasi bagi berbagai kepentingan. Entahlah. Kita tak tahu dan tak paham.

Namun, kita agak heran. Mengapa menghadapi pencuri ikan dan rakyat yang melanggar hukum karena menempati tanah pemerintah untuk sekedar membangun gubuk sebab tak bisa menyewa tempat tinggal, pemerintah begitu tegas bahkan keras menghukumnya.

Kapal pencuri ikan itu dibakar, padahal proses hukumnya masih berlangsung. Rakyat langsung diusir dengan cara diobrak abrik gubuknya dengan alat berat. Padahal gubuk reyot itu bisa ditumbangkan oleh dua orang satpol pp. Tampak sekali ada arogansi dengan mendatangkan alat berat itu.

Barangkali, di mata para penguasa, rakyat memang pantas menderita. Sedangkan para petinggi dan orang berpunya selalu dilindungi dan tetap mendapat kehormatan, meski mereka sejatinya adalah mafia, bandit besar yang merugikan rakyat dan negara.

PEMERINTAH YANG HANYA BERANI MENGHUKUM RAKYAT BERSALAH DAN MEMBIARKAN PARA MAFIA JAHAT BERKELIARAN, SEBENARNYA BUKANLAH PEMERINTAH, TETAPI BAGIAN DARI MAFIA JAHAT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd