Selasa, 22 Desember 2015

BENAR-BENAR GOLONGAN INGKAR

Tak bisa dibantah. Memang ada skenario penyelamatan politisi Golkar Setya Novanto dalam sidang MKD. Skenario itu sudah dilakukan sebelum sidang dimulai. Pentolan KMP Fadli Zon mempersoalkan legal standing pengadu dan rekaman. Dalam berbagai kesempatan Fadli Zon juga menyerang berbagai kebijakan Menteri ESDM.

Saat sidang dimulai, para politis KMP melanjutkan apa yang telah dimulai Fadli Zon. Mempersoalkan legal standing pengadu, dan rekaman. Juga melebarkan permasalahan ke arah yang tidak relevan dengan pokok masalah. Mempertanyakan kebijakan menteri ESDM dan menyerang sang menteri yang merupakan pengadu.

Bagi yang nalar, bernurani dan dewasa, strategi yang dilakukan KMP untuk membela Setya Novanto yang berulang kali jadi terduga kasus korupsi tampak sangat kekanak-kanakan, norak, tak bermalu, tak nalar, dan sangat bodoh. Celakanya, mereka tanpa malu mempertontonkan semua kenorakan itu dengan cara yang sangat terbuka. Sungguh cara yang melecehkan kecerdasan dan aspirasi rakyat.

Pada saat akhir sidang, politisi KMP melakukan manuver yang semakin menunjukkan mereka adalah penganut Machiavelis sejati yang mempraktikkan startegi menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Strategi ini dilakukan secara terbuka tanpa malu. Benar-benar tindakan pembodohan rakyat.

Oleh karena kecenderungan mayoritas anggota MKD akan mengambil keputusan bahwa Setya Novanto  divonis bersalah melanggar etika, politisi KMP tidak mau kalah. Ikut memvonis bersalah dengan sanksi berat. 

Tentu saja keputusan ini sangat mengagetkan rakyat yang telah menunjukkan kemarahan kepada Setya Novanto dan para pembelanya. Bagaimana bisa para politisi KMP yang dengan penuh semangat membela Setya Novanto, sampai-sampai membuat penilaian yang sangat mengerikan terhadap pengadu dan saksi bisa berbalik arah menghukum Setya Novanto bersalah dengan sanksi berat?

Pastilah keputusan itu bukan merupakan respon terhadap kemarahan rakyat yang menginginkan pelaku Papa Minta Saham dihukum berat. Tetapi suatu cara untuk mencari celah agar sang teduga bersalah bisa diselamatkan. Jadi, keputusan itu bukan dukungan terhadap aspirasi rakyat, tetapi sebentuk pengingkaran. Mengapa?
Sebab keputusan sanksi berat harus dibawa ke pleno dan mesti berujung ke pembentukan panel. Bila sampai di paripurna, politisi KMP bisa menelikung keputusan bersalah itu, juga jika panel dibentuk. Mereka benar-benar menggunakan aturan yang ada untuk mencari celah penyelamatan sang pelanggar etika, bukannya berjuang memperjuangkan aspirasi rakyat.

Namun, mereka gagal. Ternyata sepuluh dari tujuh belas anggota MKD membuat keputusan bersalah melanggar etika dengan sanksi ringan. Ini artinya tanpa dibawa ke paripurna keputusan melengserkan Setya dari posisi Ketua DPR bisa dilakukan. Kahar Muzakir dari Golkar kemudian meminta sidang ditunda dengan alasan shalat Maghrib.

Tentu tak ada salahnya meminta waktu untuk shalat. Tetapi patut diduga para pembela Setya menggunakan waktu itu untuk terus dan tetap menyelamatkannya. Terbukti sesaat sebelum keputusan diambil, keluar surat pengunduran diri Setya sebagai Ketua DPR RI yang ditujukan kepada pimpinan DPR.

Anehnya, MKD menerima pengunduran diri itu dan menutup persidangan tanpa keputusan apapun. Sungguh antiklimaks. Pertanyaannya adalah apakah MKD memiliki kapasitas untuk menerima atau menolak pengunduran diri itu?

Berakhirnya sidang pelanggaran etika tanpa keputusan sungguh terasa sangat  aneh. Agaknya sidang tanpa keputusan akhir ini merupakan bagian dari sebuah skenario besar. Patut diduga sebagai cara terakhir penyelamatan Setya Novanto. Apakah ada bukti untuk itu?

Apakah kita pernah berfikir bahwa Setya Novanto yang dinyatakan bersalah oleh semua anggota MKD, bahkan tiga anggota MKD dari Partai Golkar menyatakan bersalah dengan sanksi berat, menjadi ketua Fraksi Partai Golkar?

Inilah bukti paling nyata dan tak terbantahkan bahwa skenario penyelamatan itu bukan isapan jempol (kaki). KMP secara sistematis memang membuat skenario penyelamatan agar akhirnya Setya Novanto secara resmi dinyatakan tidak bersalah. Dengan demikian dia dapat melenggang menjadi ketua Fraksi Partai Golkar.

Kita yang waras, nalar dan bernurani pastilah kaget amat sangat dengan keputusan Partai Golkar di bawah kendali Aburizal Bakrie ini. Sungguh tak ada rasa malu.

Keputusan ini menegaskan bahwa golongan ingkar itu bukan saja masih ada, malah sekarang punya banyak pengikut, dalam bentuk koalisi lagi. Mereka adalah golongan yang mengingkari apirasi dan harapan rakyat. Agaknya mayoritas rakyat Indonesia mengetahui bahwa Serya Novanto terbukti dengan meyakinkan melanggar etika. Namun, Golkar melindunginya, bahkan sangat menghormatinya dengan menempatkannya pada posisi terhormat sebagai ketua fraksi. Tragisnya, sejauh ini tidak ada politisi Golkar yang menjadi anggota DPR RI yang meynatakan keberatan apalagi protes. Itu bermakna mereka menerima keputusan itu.

Dimana hati nurani, nalar, rasa malu, dan komitmen sebagai suara rakyat? Tampaknya sekali golongan ingkar, tetap golongan ingkar.

MEREKA YANG MENGINGKARI RAKYAT SAMA SEKALI TAK PANTAS MEWAKILI DAN MENGATASNAMAKAN RAKYAT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd