Senin, 14 Desember 2015

DONALD TRUMP TIDAK SENDIRIAN

Donald Trump sejak dulu terkenal rasis dan anti Islam. Sesaat setelah teror Paris, ia menyerukan penutupan sejumlah masjid di Amerika Serikat. Setelah itu ia mengkampanyekan larangan bagi kaum muslim masuk Amerika Serikat. Reaksi keras datang bukan saja dari Amerika Serikat, bahkan dari seluruh dunia.

Seruan Trump bukan saja bertentangan dengan konstitusi Amerika Serikat tentang kebebasan. Juga dengan Deklarasi Hak Asasi Manusia Universal. Wajar jika dari dalam partainya yaitu Partai Republik pun muncul reaksi sangat keras.

Namun, jangan pernah dilupakan. Donald Trump tidak sendirian. Dia memiliki banyak pendukung. Bukan saja di Amerika Serikat, bahkan ada pendukungnya di Indonesia. Para pendukungnya di Indonesia bukan orang sembarangan.

Ketua DPR Setya Novanto dari Partai Golkar, dan Fadli Zon wakil ketua DPR dari Partai Gerindra, dalam sebuah kunjungan kerja yang dibiayai negara datang saat Trump berkampanye. Trump bilang mereka mendukung dirinya. Hebat benar, Ketua dan Wakil DPR RI mendukung calon Presiden Amerika Serikat yang rasis dan anti Islam. Rasanya tak mungkin bila keduanya tidak tahu bahwa Trump itu rasis.

Bos MNC Group Hary Tanoesoedibjo juga sangat dekat dengan Trump. Ia bekerjasama dengan Trump hendak membangun hotel mewah di Bali dan Bogor. Melakukan bisnis bersama dengan modal sangat besar menunjukkan betapa sangat dekat keduanya. Apa mungkin Hary Tanoe tak tahu Trump itu rasis?

Di Amerika Serikat  survey menunjukkan  tiga puluh persen lebih pemilih Partai Republik memilih Trump. Itulah sebabnya ia menjadi kandidat Partai Republik yang paling populer.

Semua orang yang memilih, mendukung, dan bekerjasama dengan Trump, termasuk Setya Novanto, Fadli Zon, dan Hary Tanoe, pastilah tahu siapa Trump, sikap, aspirasi, dan kecenderungannya. Dia sangat rasis dan anti Islam. Bila orang-orang itu tetap mendukung Trump itu artinya mereka sejalan dengan Trump.

Tidak suka pada agama tertentu merupakan hak pribadi setiap orang. Sama seperti ketidaksukaan terhadap makanan tertentu. Pasti ada alasan yang mendasari ketidaksukaan itu. Tidak penting apakah alasan itu nalar atau tidak.

Namun menjadi sangat berbeda bila ketidaksukaan itu kemudian diumbar dengan cara menyerang dan memfitnah apa yang tidak disukai. Apalagi jika sampai merampok hak asasi dari yang tidak disukai. Tindakan itu merupakan kejahatan. Itulah yang dilakukan Trump si rasis.

Bahwa Trump dipilih dan didukung, itu menunjukkan bahwa sikap rasisnya memang mendapat dukungan. Dukungan itulah antara lain yang membuat Trump berani secara terbuka membuat pernyataan yang melanggar Deklarasi Hak Asasi Manusia Universal dan Konstitusi Amerika Serikat. Pastilah juga melawan nurani manusia.

Agama apapun yang diserang Trump sama saja nilainya yaitu melanggar hak asasi, konstitusi dan nurani. Karena itu harus dilawan. Sebab kita tidak dapat membiarkan siapa pun, termasuk Trump dan para pengikut serta pendukungnya berbuat seenaknya, mengangkangi dan menginjak-injak hukum positif, nalar dan nurani.

Fakta bahwa Trump tidak sendirian menegaskan bahwa dunia ini memang dicoraki oleh fakta adanya sejumlah manusia yang merasa bisa berbuat sekehendaknya dan mengabaikan keberadaan orang lain yang berbeda dengan mereka. Mereka adalah musuh nurani dan nalar.

Bahwa tidak sedikit orang, institusi, dan negara yang menentang Trump dengan berbagai cara, atas ucapannya tentang Islam menegaskan bahwa di dunia ini dalam jumlah yang lebih besar masih ada manusia yang menjunjung tinggi nurani, nalar, dan memaknai kebebasan dengan cara yang positif.

Kita tidak dapat membantah fakta bahwa ada sejumlah orang Islam yang mengetasnamakan Islam melakukan pembantaian dengan kejam dan keji. Al Qaida dan ISIS bisa disebut sebagai contoh mutakhir. Namun adanya sejumlah orang yang mengatasnamakan agama untuk membantai orang lain tidak hanya terdapat dalam Islam. Dalam semua agama pasti ada kelompok ekstrim fundamentalis seperti itu.

Tetapi kita tidak boleh bersikap tidak adil dan tidak objektif. Janganlah kesalahan sekelompok orang dalam sebuah agama membuat kita memusuhi agama dimaksud dan menghukum semua orang dalam agama itu. Tindakan seperti itu bukan saja bertentangan dengan nalar dan keadilan, juga sangat zhalim. Apa kita boleh menghukum semua penganut Budha di seluruh dunia karena segelintir penganut Budha membantai Muslim Rohingya di Myanmar?

Jangan pernah salahkan agama atau ideologi tertentu dan para pengikutnya hanya karena segelintir orang dalam agama atau ideologi itu bertindak tidak benar. Dalam konteks inilah kita menilai Trump telah melakukan kezhaliman yang keterlaluan, melampaui batas.

Cara pandang Trump ini sangat berbahaya. Siapa pun dan agama apapun bisa menjadi korban jika pandangan ini  dibiarkan. Sebab di dalam cara pandang ini sekaligus terdapat salah nalar, ketidakadilan, dan pelanggaran terhadap tatatkrama hidup bersama secara damai dan berdampingan seperti yang ditegaskan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Universal.

KITA HARUS MEMERANGI KEZHALIMAN BERFIKIR DAN BERTINDAK DENGAN CARA-CARA BIJAK, MANUSIAWI DAN PENUH IMAN, KARENA ITU JANGAN BALAS DENDAM, APALAGI DENGAN KEKERASAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd