Jumat, 15 Januari 2016

CATATAN KECIL TENTANG AKREDITASI PROGRAM STUDI

Akreditasi Program Studi yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) didasarkan pada tujuh standar. Ketujuh standar tersebut adalah:

Standar 1: Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran, serta Strategi Pencapaian
Standar 2: Tata Pamong, Kepemimpinan, Sistem Pengelolaan, dan Penjaminan mutu
Standar 3: Mahasiswa dan Lulusan
Standar 4: Sumber Daya Manusia
Standar 5: Kurikulum, Pembelajaran, dan Suasana Akademik
Standar 6: Pembiayaan, Sarana dan Prasarana, serta Sistem Informasi
Standar 7: Penelitian, Pelayanan/Pengabdian Kepada Masyarakat, dan Kerjasama.

Untuk Program Studi, ketujuh standar itu dijabarkan menjadi seratus butir elemen penilaian. Masing-masing butir ditetapkan deskriptor, serta harkat dan peringkatnya. Harkat dan peringkat dibagi menjadi lima kategori yaitu sangat baik, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang.

Nilai dan peringkat sebuah Program Studi ditentukan oleh pemenuhan indikator tiap butir sesuai dengan deskriptor, harkat dan peringkat yang telah ditentukan di atas. Semakin banyak deskriptor yang terpenuhi dengan nilai dan harkat yang tinggi, maka program studi mendapatkan nilai dan peringkat yang tinggi.

Oleh karena itu Program Studi sebenarnya bisa memprediksi apakah mendapat nilai dan peringkat A,B,C atau tidak lolos setelah selesai membuat borang. Sebab standar yang digunakan untuk menilai dapat dilihat pada laman BAN PT. Untuk Program Studi, penilaian itu dapat dilihat pada Buku VI berjudul Matriks Penilaian Instrumen Akreditasi Program Studi Sarjana. Artinya Program Studi bisa memperkirakan secara kasar akan mendapat peringkat apa mereka. Karena sebagian besar butir yang dinilai bersifat kuantitatif dan disediakan rumus untuk menghitungnya.

Dimuatnya matriks penilaian dalam laman BAN PT merupakan bagian dari transparansi penilaian. Semua pihak yang berkepentingan dapat secara terbuka memelajari, menggunakan, dan menjadikannya dasar untuk mengajukan keberatan bila merasa tidak puas dengan penilaian yang diberikan oleh BAN PT. BAN PT menyediakan kesempatan kepada Program Studi untuk banding sampai dengan enam bulan sejak Surat Keputusan Akreditasi dikeluarkan. Dasar untuk keberatan bisa dilakukan dengan cara membandingkan butir-butir yang dirasa tidak cocok penilaiannya antara Berita Acara yang dibuat asesor dengan matriks penilaian.

Atas dasar perbandingan itu, pihak prodi mengirimkan surat keberatan ke BAN PT dengan menyertakan butir-butir yang dirasa tidak cocok antara penilaian yang diberikan dengan fakta yang ada di Program Studi. Banding yang tidak menyertakan butir-butir yang dipersoalkan, pasti akan ditolak. Prinsipnya banding didasarkan pada novum, bukti baru.

Secara sederhana hendak ditegaskan bahwa dimuatnya semua matriks penilaian yaitu penilaian borang dan evaluasi diri untuk semua jenjang pada laman BAN PT sungguh memberi kesempatan pada Program Studi untuk secara terbuka, hati-hati dan cermat memelajari dan menjadikannya sebagai pedoman dalam penulisan borang dan evaluasi diri serta borang pengelola.

Persoalannya adalah, mengapa masih sangat banyak Program Studi yang tidak layak yaitu nilai tidak mencapai dua ratus saat dinilai borangnya pada Asasemen Kecukupan (AK)?, dan tidak terkareditasi yaitu nilai di bawah dua ratus setelah divisitasi atau Asasemen Lapangan (AL)? Mengapa masih ditemukan Program Studi yang menjiplak (copy paste) borang Program Studi lain yang berasal dari Perguruan Tinggi sendiri atau Perguruan Tinggi Lain? Mengapa masih banyak Program Studi yang menyewa konsultan untuk membuat borang?

Mungkin, salah satu penyebabnya adalah pemikiran yang salah tentang akreditasi. Boleh juga menyebutnya fikiran sesat tentang akreditasi. Akreditasi dihayati sebagai upaya membuat borang sebagus mungkin agar mencapai nilai dan peringkat yang diinginkan. Untuk tujuan itu tidak sedikit Program Studi yang menghalalkan segala cara. Mulai dari menyewa konsultan yang boleh jadi hafal bagaimana setiap butir dinilai, tetapi tidak mengerti kenyataan sesungguhnya di Program Studi, menjiplak borang Program studi lain, sampai menempuh cara-cara lain yang ilegal.

Harus ditegaskan, akreditasi bukan sekadar menulis borang. Akreditasi adalah bagian dari serangkaian proses penjaminan mutu yang harus dilakukan secara terencana, terstruktur, tersistem, dan terukur oleh Program Studi bersama Fakultas, dan Perguruan Tinggi. Program Strategis Program Studi dibuat bukan hanya untuk memenuhi persyaratan yang diwajibkan ada dalam borang. Program Strategis itu adalah program nyata yang menjadi dasar bagi Program Studi untuk mengembangkan diri dan meningkatkan mutu, yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Dengan demikian borang tak lebih dari pendokumentasian semua kegiatan yang telah dilakukan oleh Program Studi.

Bila borang akreditasi dibuat hanya bersandar pada matriks penilaian dan mengira-ngira atau menduga-duga apa saja yang pernah dilakukan oleh Program Studi, model seperti inilah yang memenuhi kategori bohong dan ngarang atau bohong dan curang, sebuah istilah yang biasa digunakan untuk memplesetkan istilah borang. Harus diakui model borang seperti ini banyak yang masuk ke BAN PT. Hasilnya, tidak layak atau tidak terakreditasi. Beberapa bahkan harus dihukum karena ketahuan menjiplak borang Program Studi lain.

Mengapa bisa diketahui? Karena akreditasi merupakan serangkaian proses yang melibatkan banyak orang sebagai pemeriksa. Ketika borang diserahkan ke bagian penerimaan, semua kelayakan formal diperiksa. Sebagai contoh, bila Program Studi tidak aktif di PD DIKTI, atau dosen tetap kurang, foto copy surat izin tidak ada, terdapat lembar yang tidak jelas foto copynya, atau halamannya tidak lengkap, borang pasti ditolak. Jadi, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi agar borang dapat diterima.

Selanjutnya borang diperiksa dan dinilai oleh dua orang asesor pada Asesmen Kecukupan (AK). Sebelum memeriksa lebih rinci, para asesor biasanya memeriksa status Program Studi pada PD DIKTI. Kedua asesor pada mulanya bekerja secara mandiri, kemudian mendiskusikan hasil penilaiannya. Oleh karena asesor yang memeriksa merupakan dosen terpilih yang kebanyakan sudah memeriksa Program Studi pada Perguruan Tinggi lain, seringkali mereka menemukan adanya borang yang merupakan jiplakan. Sebab pada umumnya mereka sudah sangat mengenal segala sesuatu tentang Program Studi yang diperiksa, karena berasal dari Program Studi yang sama.

Asesor memeriksa borang dengan teliti, rinci dan lengkap. Itulah sebabnya, tidak jarang mereka menemukan ketidakkonsistenan butir-butir yang memiliki hubungan atau satu kluster, baik deskripsi verbalnya maupun angka-angkanya. Sebagai contoh, pada program sarjana elemen penilaian 4.3 kualifikasi akademik, kompetensi, dan jumlah dosen tetap dan tidak tetap untuk menjamin mutu program akademik. Elemen ini dikembangkan menjadi lima deskriptor, semuanya tentang dosen. Seringkali angkanya tidak konsisten. Akan semakin tampak ketidakkonsistenan itu saat dikaitkan dengan elemen penilaian 4.3.2 tentang rasio mahasiswa: dosen, dan 4.3.3 rata-rata beban dosen mengajar per semester. Ketidakkonsistenan itu biasanya karena jumlah dosennya terus berubah-ubah jika dijumlahkan. Saat mengisi elemen penilaian yang menjadikan jumlah dosen sebagai unsur pembagi yaitu elemen penilaian 7.1.1 tentang jumlah penelitian yang sesuai dengan bidang keilmuan, dan 7.2.1 tentang jumlah kegiatan pelayanan/ pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh dosen, ketidakkonsistenan itu muncul lagi. Pada kedua butir ini ada kecenderungan jumlah dosen tetap dikurangi agar jumlah rata-rata penelitian dan pengabdian masyarakat meningkat. Tentu saja ketidakkonsistenan juga bisa ditemukan terkait mahasiswa, penelitian dan mata kuliah, karena elemen ini ditanyakan berulang-ulang untuk keperluan yang berbeda.

Ketidakkonsistenan itu paling banyak ditemukan pada borang yang ditulis dengan model bohong dan ngarang atau bohong dan curang. Karena borang model ini tidak ditulis berdasarkan data yang tersedia di Program Studi.

Setelah kedua asesor menyelesaikan pekerjaannya, hasil penilaiannya yang berbentuk tertulis dan rinci, diverifikasi oleh Anggota Majelis dan Tim Ahli BAN PT. Penilaian didasarkan pada Buku VI. Pada saat verifikasi diperiksa dengan cermat apakah asesor menilai mengikuti deskriptor, harkat dan peringkat dalam buku itu. Bila tidak, misalnya pada elemen 3.1.3 terkait prestasi dan reputasi akademik, bakat dan minat mahasiswa, nilai Sangat Baik atau 4 diberikan pada pencapaian tingkat internasional dan nasional, 3 pada tingkat wilayah. Bila asesor memberi nilai 4 pada pencapaian tingkat wilayah karena jumlahnya banyak, asesor diminta memperbaiki. Karena seberapa banyak pun prestasi pada tingkat wilayah, tidak dapat disamakan dengan tingkat nasional atau internasional. Boleh lebih dari tiga, tetapi tidak empat. Intinya, asesor diharuskan mengikuti pedoman dalam Buku VI. Hal yang sama juga berlaku untuk elemen yang bersifat kualitatif seperti Visi, misi, dan tujuan.

Verifikator juga memerhatikan kecocokan deskripsi dengan nilai yang diberikan. Jangan sampai deskripsi yang diberikan mengikuti harkat dan peringkat sangat baik (4), tetapi nilai yang diberikan baik (3).

Bila asesor memberikan deskripsi verbal baik untuk elemen penilaian yang kuantitaif seperti jumlah buku, verifikator meminta agar diperbaiki dengan menyebutkan jumlah kuantitatifnya. Semua butir yang bersifat kuantitatif harus dituliskan angkanya.

Verifikator dengan cermat memperbandiingkan nilai kedua asesor. Bila perbedaannya sangat besar, di atas dua puluh, kedua asesor diminta untuk memeriksa ulang agar perbedaan itu jangan terlalu besar. Verifikator biasanya juga mencaritemukan pada elemen atau butir penilaian mana terjadi perbedaan nilai yang sangat besar.

Di samping pemeriksaan yang lebih bersifat teknis seperti dijelaskan di atas, juga diperiksa aspek yang bersifat etis yaitu apakah asesor melakukan penjiplakan terhadap pekerjaannya sendiri, biasanya asesor ditugasi memeriksa dua Program Studi, atau menjiplak pekerjaan rekannya. Pastilah ada sanksi bagi asesor yang melakukan pelanggaran yang bersifat teknis dan etis, dengan derajat sanksi yang berbeda. Mulai dari teguran, penyegaran, dan tidak lagi boleh menilai sebagai asesor.

Para verifikator juga membuat berbagai catatan yang akan dibawa ke rapat pleno. Misalnya, jumlah dosen tetap yang meragukan, dugaan adanya penjiplakan borang oleh Program Studi, nilai meloncat jauh dari akreditasi sebelumnya dari C ke A, dan berbagai catatan lain yang dianggap penting. Para asesor pun selalu membuat berbagai catatan temuan yang harus ditandatangani. Semua catatan ini dibawa ke sidang pleno sebagai dasar untuk membuat keputusan kelayakan kelanjutan akreditasi Program Studi.

Setelah proses verifikasi dan perbaikan dilakukan, hasilnya dibawa ke sidang pleno untuk diputuskan layak atau tidak layak. Pada sidang pleno yang dihadiri seluruh Anggota Majelis dan Tim Ahli, semua hasil kerja asesor dilihat dan diperiksa ulang. Semua catatan dari asesor dan verifikator diperiksa. Untuk penilaian yang masih diragukan biasanya keputusan untuk prodi tersebut ditunda. Penundaan dilakukan agar ada kesempatan untuk memeriksa ulang borang, jika ada dugaan penjiplakan dikumpulkan bahan untuk memastikan apakah penjiplakan itu sungguh terjadi. Bila terjadi perbedaan nilai yang sangat besar dengan nilai akreditasi sebelumnya dari tidak terakreditasi ke B, atau dari C ke A, atau mendapatkan nilai A namun jumlah dosen hanya memenuhi syarat minimal yaitu enam orang, kelulusan tepat waktu rendah, karya penelitian dosen kurang, maka akan dilakukan kajian ulang oleh Anggota Majelis dan Tim Ahli. Intinya yang masih meragukan dan bermasalah harus dikaji ulang. Pada tahap ini pencocokan dengan PD DIKTI juga dilakukan.

Rapat atau sidang pleno membuat keputusan Program Studi yang layak untuk dilanjutkan dengan Asesmen Lapangan (AK) atau visitasi, tidak layak, dan tunda. Berdasarkan keputusan inilah asesor kemudian melaksanakan AK atau tidak.

Proses berikutnya adalah asesor melakukan AL. Pada dasarnya AL adalah verifikasi dan konfirmasi isi borang dengan data lapangan di tingkat Program Studi, dan sebagian di tingkat Pengelola. Bila borang dibuat berdasarkan data yang ada di Program Studi, nilai AL minimal sama dengan nilai AK atau bertambah karena adanya data tambahan yang memerinci dan memperkuat penjelasan borang.

Para asesor wajib melakukan pemeriksaan dokumen,  wawancara dan pengamatan untuk memastikan bahwa isi borang sesuai atau tidak dengan kenyataan. Ambillah contoh prestasi mahasiwa yang telah dijelaskan di atas. Asesor harus menemukan bukti-bukti dari prestasi yang disebutkan dalam borang berupa piagam, piala atau bentuk-bentuk bukti yang lain. Ini dilakukan karena dalam harkat dan peringkat pada Buku VI diuraikan, ada bukti penghargaan juara lomba ilmiah, olah raga maupun seni tingkat nasional atau internasional, nilai 4. Bila apa yang dijelaskan di borang tidak ditemukan bukti pendukungnya sama sekali maka nilainya turun menjadi 1.

AL atau visitasi memang memberi peluang untuk naik atau turunnya nilai yang telah diperoleh pada AK. Khusus untuk borang yang ditulis dengan model bohong dan ngarang atau bohong dan curang, pada saat inilah dapat dilihatbuktikan kebohongan dan kecurangannya. Kejatuhan nilai pasti terjadi.

Asesor pun sangat paham mana dokumen atau peralatan yang mendadak atau tiba-tiba ada saat visitasi. Artinya dalam keseharian pelaksanaan proses di Program Studi, dokumen dan peralatan itu tidak ada.

Sangat penting bagi Program Studi untuk sangat mencermati Berita Acara sebelum ditandatangani. Sebuah contoh bisa memberi pelajaran sangat berharga. Sebuah Program Studi sebelumnya mendapat A, saat reakreditasi turun menjadi B gemuk. Program Studi tersebut kurang lima poin untuk bisa tetap A.

Dipimpin WR 1, ditemani dekan dan para pembantunya, ketua program studi dan dosen senior mereka datang protes ke BAN PT. Bisa dimengerti mereka datang dalam rombongan besar karena Program Studi yang turun peringkat itu merupakan Program Studi yang laku dan bergengsi.

Bersama-sama kami memeriksa Berita Acara AL dengan cermat. Ternyata ada sembilan elemen atau butir penilaian yang dinilai oleh asesor dengan kata memadai. Padahal menurut mereka kondisinya sangat baik dan baik. Persoalannya adalah, mengapa mereka bersedia menandatangani Berita Acara yang menyatakan kondisinya memadai? Karena memadai itu sama dengan cukup, nilainya 2.

Berdasarkan pencermatan terhadap Berita Acara AL menjadi terang benderang mengapa mereka turun peringkat. Karena itu mereka disarankan mengajukan banding, tentu dengan menjelaskan elemen atau butir penilaian yang menjadi dasar banding dan memberikan bukti baru.

Program Studi memang memiliki hak untuk mengajukan keberatan terhadap asesor saat AL. Juga hak banding ke BAN PT jika tidak menerima hasil penilaian.

Hasil AL yang berisi deskripsi dan nilai yang dihasilkan oleh asesor kemudian divalidasi oleh sebuah tim yang terdiri dari dua orang. Anggota tim berasal dan dipih dari Anggota Majelis, Tim Ahli, asesor senior.

Tim validasi memeriksa dengan cermat mengacu pada pedoman penilaian yaitu Buku VI untuk Sarjana. Validator harus memastikan apakah asesor menilai sesuai dengan Buku VI.

Pada saat validasi nilai masih bisa berubah, naik atau turun. Karena validator memiliki kewenangan untuk mengubah nilai jika tidak sesuai dengan Buku VI.  Patokan untuk menentukan apakah sesuai atau tidak adalah deskripsi yang dibuat asesor dalam laporannya. Juga dengan cara membandingkan elemen atau butir penilaian yang memiliki keterkaitan.

Bila asesor setelah AK memberi nilai B, dan validator berdasarkan pemeriksaan yang cermat menurunkan atau menaikkan nilai sehingga terjadi penurunan atau penaikan peringkat, maka hasilnya akan direvalidasi oleh tim validator yang lain. Bila setelah direvalidasi nilainya pada batas (borderline) yang belum bisa dikategorikan peringkatnya, maka akan dilakukan rerevalidasi oleh tim validator yang lain lagi. Keputusan untuk melakukan revalidasi atau rerevalidasi dibuat dalam sidang pleno Majelis BAN PT. Setelah rerevalidasi, didapatkan hasil akhir untuk dibawa lagi ke pleno.

Selama proses validasi, revalidasi, dan rerevalidasi, para validator bisa dan biasa kembali melihat borang Program Studi untuk mencari data awal, mencari tambahan informasi dari PD Dikti atau sumber lain seperti para asesor dan Kopertis.

Bila banyak ditemukan data atau informasi yang meragukan, validator bisa menyarankan kepada pleno Majelis BAN PT agar dilakukan surveillen investigasi untuk memperoleh kejelasan dan kepastian. Semua ini dilakukan sebagai bentuk pelaksanaan prinsip kehati-hatian untuk memastikan akurasi dan kepastian.

Para validator juga membuat berbagai catatan tentang asesor terkait dengan cara dan hasil pekerjaannya. Berdasarkan temuan ketidaktelitian dan kesalahan, para asesor akan diberi peringatan dan sanksi sesuai dengan tingkat kesalahannya. Boleh jadi asesor diberi sanksi berupa peringatan lisan dan/atau tertulis, harus mengikuti penyegaran, tidak ditugaskan sementara atau tidak ditugaskan sama sekali.

Hasil validasi, revalidasi, dan rerevalidasi yang sudah final kemudian dibawa ke sidang pleno Majelis BAN PT untuk dicermati, didiskusikan, dan diputuskan. Pada sidang pleno Majelis BAN PT inilah dibuat keputusan apakah Program Studi disetujui mendapatkan nilai dan peringkat yang telah melalaui proses validasi, revalidasi, dan rerevalidasi. Juga diputuskan apakah perlu melakukan revalidasi atau rerevalidasi.

Bila setelah divalidasi ternyata hasilnya naik atau turun peringkat dari nilai AK yang dibuat asesor, diputuskan untuk direvalidasi. Jika setelah direvalidasi mendapatkan nilai batas (borderline) yang belum bisa ditetapkan peringkatnya, diputuskan untuk direrevalidasi. Hasil akreditasi Program Studi yang tidak bermasalah bisa diputuskan nilai dan peringkatnya.

Sidang pleno Majelis BAN PT, bisa dan biasa membuat keputusan menunda memberi nilai dan peringkat Program Studi bila masih ditemukan keraguan atau ketidaklengkapan data dan informasi. Juga karena ada pemberitahuan tertulis dari institusi yang berwenang seperti Dikti dan Kopertis bahwa Program Studi bermasalah, misalnya membuka kelas jauh. Keputusan juga bisa ditunda bila ada informasi dari masyarakat yang menyatakan Program Studi bermasalah, atau informasi terbaru dari PD DIKTI bahwa Program Studi nonaktif atau dosennya kurang.

Dewasa ini sering terjadi, saat memasukkan borang ke BAN PT Program Studi tercatat aktif di PD DIKTI. Namun, saat proses akreditasi berlangsung, Program Studi bersangkutan memiliki masalah sehingga dinonaktifkan di PD DIKTI. Sidang pleno Majelis BAN PT pasti menunda keputusan bagi Program Studi tersebut, sampai statusnya pada PD DIKTI kembali aktif.

Proses akreditasi Program Studi memang merupakan rangkaian kegiatan yang panjang dengan penilaian dan pemeriksaan berulang-ulang oleh banyak orang yang memiliki kualifikasi yang telah ditentukan oleh BAN PT. Meskipun begitu, Program Studi diberi kesempatan untuk mengajukan banding dan perbaikan bila hasilnya tidak memenuhi harapan. Banding diperbolehkan diajukan sampai dengan enam bulan dihitung dari tanggal Surat Keputusan Akreditasi ditandatangani. Sementara perbaikan diperbolehkan satu tahun setelah Surat Keputusan Akreditasi dikeluarkan.

Lembaga, masyarakat, media massa atau pihak manapun boleh mengajukan keberatan terhadap keputusan BAN PT dengan cara mengajukan surat dan menunjukkan bukti-bukti pendukung keberatannya. BAN PT sudah sangat sering memeroses keberatan lembaga dan masyarakat terhadap keputusan yang telah dibuat.

Semua ini dilakukan karena BAN PT adalah lembaga publik yang memang harus menerima, memeriksa, dan menanggapi semua keberatan, masukan, dan kritik, bahkan pengaduan ke PTUN dari Program Studi yang diakreditasi, lembaga, dan masyarakat. Tentu saja semuanya harus diajukan secara tertulis dengan identitas yang jelas dan lengkap, berdasarkan fakta dan data.

Rangkaian panjang proses akreditasi yang dijelaskan di atas seharusnya menjadi perhatian serius bagi Program Studi, dan membangun kesadaran bahwa akreditasi sejatinya "memotret" apa yang sudah dan sungguh-sungguh dikerjakan oleh Program Studi yang dibuktikan dengan berbagai data, dokumen, sarana, dan parasarana yang keberadaan dan pemeliharaannya sangat menentukan nilai dan peringkat Program Studi. Borang adalah wadah bagi pencatatan fakta dan data tersebut.

Dengan demikian Program Studi yang tidak mengembangkan budaya mutu secara terus menerus dalam jangka panjang, pastilah akan kesulitan mendapatkan nilai dan peringkat unggul. Sebagai akibatnya akan ditinggalkan atau kehilangan peminat. Karena itu keberadaan dan kebertahanan Program Studi sepenuhnya ditentukan oleh dibangunnya budaya mutu secara terencana, tersistem, dan terukur yang berujung pada akreditasi sebagai penilaian oleh pihak eksternal yaitu BAN PT.

Proses panjang akreditasi yang melibatkan banyak orang yang memeriksa dan menilai, dan tidak terjadi kontak di antara yang memeriksa dan menilai, serta nilai akhirnya tidak dapat ditentukan oleh satu dua orang, termasuk asesor, seharusnya memekarkan kesadaran Program Studi bahwa tidak ada jalan lain untuk mendapatkan nilai dan peringkat unggul selain secara terus menerus dan berkelanjutan meningkatkan budaya mutu. Bukan dengan cara hanya meningkatkan kemampuan menulis borang.

Bila ada asesor yang menyatakan bisa menentukan nilai akhir, pastilah dia bercanda atau berbohong. Jangankan asesor, anggota Majelis BAN PT secara individual pun tidak dapat menentukan. Sebab Majelis BAN PT bekerja mengikuti prinsip kolektif kolegial. Artinya keputusan harus diambil dalam rapat pleno yang harus diikuti lebih dari setengah anggota Majelis yang berjumlah 15 orang.

Beberapa catatan perlu ditambahkan sebagai pelengkap. Catatan tambahan ini terkait dengan sejumlah kesalahan yang umum terdapat dalam borang.

Berdasarkan pemeriksaan terhadap borang Program Studi selama proses akreditasi terdapat sejumlah kelemahan yang sangat umum yaitu:

1). Elemen atau butir penilaian yang bersifat kualitatif tidak diuraikan dengan jelas dan rinci, sekadar disebutkan

2). Elemen atau butir penilaian  yang bersifat kuantitatif, angka yang ditampilkan tidak akurat

3). Elemen atau butir penilaian yang berkaitan atau satu kluster, baik yang kualitatif maupun kuantitatif tidak konsisten.

Agar mendapatkan informasi yang lebih rinci, berikut dijelaskan kesalahan-kesalahan tersebut.

1). Elemen atau butir penilaian yang bersifat kualitatif tidak diuraikan dengan jelas dan rinci, sekadar disebutkan

Ambillah contoh elemen atau butir penialaian

1.1 Kejelasan dan kerealistikan visi, misi, tujuan, dan sasaran, serta strategi pencapaian Program Studi

Deskriptornya adalah

1.1.b Strategi pencapaian sasaran dengan rentang waktu yang jelas dan didukung oleh dokumen.

Harkat dan Peringkatnya diuraikan untuk Sangat Baik adalah

1.1.2 Strategi pencapaian sasaran:
(1) dengan tahapan waktu yang jelas dan sangat realistik
(2) didukung dokumen yang sangat lengkap.

Sangat banyak Program Studi yang tidak jelas dan rinci menguraikan sasaran berdasarkan tahapan waktu. Tidak jelas karena uraian hanya berisi ungkapan umum, seringkali tahapan waktunya tidak ada. Contoh ungkapan umum adalah:

2011-2012 Program Studi meningkatkan mutu pembelajaran.
2012-2013 Program Studi mengupayakan peningkatan mutu penelitian para dosen.

Tidak ada uraian singkat padat yang menjelaskan lebih lanjut tentang cara dan bentuk peningkatan mutu pembelajaran. Disebut uraian singkat padat karena memang tidak disarankan untuk membuat penjelasan yang sangat panjang dan rinci. Cara terbaik untuk membuat uraian singkat padat adalah menggunakan tabel.

Seringkali sasaran yang dirumuskan tidak atau kurang realistis seperti mendapatkan hibah penelitian internasional. Padahal di Program Studi belum ada seorang pun dosen yang pernah memenangkan hibah penelitian pada tingkat nasional, bahkan jumlah penelitian dosen yang dibiayai oleh Perguruan Tinggi sendiri sangat kecil.

Ketidakcocokan sasaran yang dirumuskan di atas akan semakin terlihat jika dibandingkan dengan Standar 6 yaitu elemen penilaian 6.2.1 dan 6.2.2 serta Standar 7 yaitu elemen penilaian 7.1.1.

Ada pula Program Studi yang sangat baik membuat uraian elemen penilaian dengan deskriptor 1.1.b ini, sehingga asesor memberikan nilai 4 saat AK. Namun ketika AL tidak ditemukan dokumen pendukung. Apapun alasannya, temuan ini membuat nilainya pasti turun.

2). Elemen atau butir penilaian  yang bersifat kuantitatif, angka yang ditampilkan tidak akurat

Sebagian besar elemen atau butir penilaian dalam borang bersifat kuantitatif. Cara menilainya menggunakan rumus atau perhitungan lain seperti prosentase dan kekerapan. Data kuantitatif itu digunakan berulang-ulang untuk menjawab pertanyaan yang berbeda. Dalam banyak borang Program Studi, kerap ditemukan data yang tidak akurat.

Ketidakakuratan itu paling banyak teterkait dengan Standar 3 Mahasiswa dan Lulusan, Standar 4 Sumber Daya Manusia, Standar 6 Pembiayaan, Sarana dan Prasarana, serta Sistem Informasi, dan Standar 7 Penelitian, Pelayanan/Pengabdian Kepada Masyarakat, dan Kerjasama.

Sebagai contoh,  jumlah mahasiswa ditampilkan dalam banyak kategori yaitu: mahasiswa sebagai peminat, mahasiswa yang lulus seleksi masuk, mahasiswa yang registrasi, mahasiswa transfer, mahasiswa reguler, mahasiswa yang lulus tepat waktu, mahasiswa yang DO, mahasiswa yang mendapat pekerjaan dalam waktu cepat, mahasiswa yang dilibatkan dalam studi pelacakan, mahasiswa yang mengerjakan tugas akhir, mahasiswa yang ikut serta penelitian dosen, dan mahasiswa yang membantu pengabdian masyarakat yang dilakukan dosen.

Berbagai kategori itu ada yang ditampilkan secara mandiri, dan ada pula yang digunakan dengan cara dibandingkan, serta sebagai faktor pembagi. Misalnya untuk rasio dosen:mahasiswa, rasio mahasiswa transfer: bukan transfer. Seringkali angka-angka itu tertukar, atau muncul dalam jumlah yang berbeda untuk menjawab pertanyaan yang berbeda. Padahal seharusnya jumlahnya tetap sama jika menyangkut jumlah mahasiswa reguler sebagai pembanding dan pembagi. Begitupun dengan jumlah dosen yang diminta dalam banyak kategori.

Sudah pasti ketidakakuratan ini menjatuhkan nilai karena menimbulkan ketidakpastian. Juga bisa mendorong asesor menyimpulkan bahwa Program Studi tidak dikelola dengan baik. Sebab data penting dan utama tidak akurat. Ketidakakuratan jumlah mahasiswa dan dosen tetap maupun tidak tetap, akan berakibat banyak data terkait pembiayaan, tatakelola kelas, kecukupan sarana dan prasarana menjadi tidak dipercaya.

3). Elemen atau butir penilaian yang berkaitan atau satu kluster, baik yang kualitatif maupun kuantitatif tidak konsisten.

Ketidakkonsistenan paling banyak terdapat pada elemen atau butir yang menyangkut mahasiswa dan dosen, kurikulum dan tatakelola perkuliahan. Sebab elemen ini paling banyak ditanyakan. Kategori pertanyaannya beragam. Dengan demikian data yang disajikan juga menjadi sangat beragam caranya ditampilkan dan dihitung.

Sebagai contoh untuk elemen atau butir penilaian kualitatif adalah

5.1 Kurikulum harus memuat standar kompetensi lulusan yang terstruktur dalam kompetensi utama, pendukung dan lainnya yang mendukung ketercapaian tujuan, terlaksananya misi, dan terujudnya visi program studi.

Sudah pasti elemen penilaian 5.1 ini berkaitan secara langsung dengan elemen penilaian 1.1, 1.2, dan 5.1.1.a, 5.1.1.b, 5.1.2.a, 5.1.2.b, 5.1.2.c, 5.1.3, 5.1.4, 5.2.a, 5.2.b, 5.3.2. Banyak ditemukan kata kunci dalam visi, misi dan tujuan tidak muncul atau tidak terjelaskan dalam uraian tentang kurikulum, dan sama sekali tidak terlihat dalam soal ujian.

Memang tidak mudah menjaga dan memertahankan konsistensi dalam elemen penilaian yang sangat banyak itu, apalagi bersifat kualitatif. Namun, harkat dan peringkat tinggi hanya didapat dengan cara menguraikan tiap elemen penilaian tersebut secara jelas, rinci dan akurat, serta menjaga konsistensinya dengan elemen-elemen yang terkait langsung.

Contoh untuk elemen penilaian kuantitatif yang sering tidak konsisten terkait dengan dosen. Pada elemen penilaian 4.3 diminta penjelasan tentang kualifikasi dosen tetap. Elemen penilaian ini diurai menjadi delapan deskriptor. Dalam semua deskriptor yang harus dimunculkan adalah angka-angka. Kemudian muncul lagi elemen tentang dosen tetap pada 4.5.2 terkait dengan peningkatan kemampuan dosen tetap. Pada elemen ini juga harus muncul angka. Pada 4.5.3 diminta data kegiatan dosen tetap. Pada 5.4 diminta data tentang keterlibatan dosen tetap sebagai Pembimbing Akademik. Pada 5.5 sebagai pembimbing tugas akhir. Pada 6.2 tentang pembiayaan penelitian dan pengabdian masyarakat yang dilakukan dosen. Pada 6.3 tentang ruang kerja dosen. Pada 7.1 tentang produktivitas dosen dalam penelitian, dan 7.2 tentang kegiatan pengabdian pada masyarskat. Keseluruhannya harus menampilkan angka hasil perhitungan yang menjadikan jumlah dosen tetap sebagai pembagi.

Seringkali jumlah dosen tetap sebagai pembagi tersebut berubah-ubah. Ada pula yang menampilkan dosen pembimbing tugas akhir, lebih banyak dari jumlah dosen tetap. Padahal Program Studi menyebutkan tidak ada dosen tidak tetap. Begitupun halnya dengan jumlah dosen tetap yang melakukan penelitian. Jumlah dosen berubah-ubah. Saat menjelaskan dosen tetap yang meneliti ada tujuh orang dosen. Namun sewaktu menguraikan jumlah dana penelitian, jumlah dosen tetap yang meneliti menjadi lebih kecil. Pastilah ketidakkonsistenan ini sangat menjatuhkan nilai dan membuat Program Studi bisa masuk dalam daftar Program Studi bermasalah.

Mengapa begitu banyak kekeliruan yang terdapat dalam borang Program Studi yang dikirimkan ke BAN PT untuk dinilai? Sangat banyak kemungkinan penyebabnya. Beberapa di antaranya diurai berikut ini.

Borang ditulis dengan pendekatan deduktif. Pendekatan ini dikerjakan dengan cara menulis borang mengikuti pedoman yang telah dibuat oleh BAN PT. Setelah membaca berbagai pedoman, biasanya yang sangat diperhatikan dan diikuti adalah Buku VI untuk Program Studi Sarjana. Borang ditulis mengikuti pedoman tersebut dengan kurang atau tidak memerhatikan kondisi nyata Program Studi terkait dengan data yang sungguh-sungguh dimiliki. Biasanya terselip pemikiran bahwa data pendukung bisa dicari dan dikumpulkan setelah borang ditulis.

Ada pula yang kurang memerhatikan berbagai buku pedoman yang dibuat BAN PT. Borang dibuat berdasarkan borang yang pernah dikirimkan sebelumnya atau borang milik Program Studi lain. Isinya disesuaikan dengan kondisi Program Studi yang sedang dibuat borangnya. Acapkali kurang didukung oleh bukti.

Seringkali borang dibuat dalam jangka waktu yang singkat menjelang masa akreditasi sebelumnya akan berakhir. Singkat dan sempitnya waktu yang tersedia menyebabkan borang ditulis dalam ketergesaan yang berakibat rendahnya kejelasan, kerincian, keakuratan, dan kekonsistenan.

Banyak Program Studi yang membentuk tim untuk mengisi borang. Sangat beragam bentuk tim itu. Ada yang membagi tim menjadi dua, satu tim mengerjakan elemen penilaian kualitatif, dan satu tim menyelesaikan elemen penilaian kuantitatif. Terdapat Program Studi yang membuat tiga tim, dua tim mengerjakan masing-masing dua standar, dan satu tim menulis tiga standar. Tentu varian lain masih ada.

Diharapkan mengerjakan borang dengan cara membentuk tim akan menghasilkan borang yang jelas, akurat, dan rinci. Sebab masing-masing tim akan fokus mengerjakan elemen penilaian tertentu.

Namun sangat disayangkan, jarang sekali dilakukan singkronisasi dan harmonisasi tiap standar ketika borang itu selesai dikerjakan. Kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya ketidakkonsistenan seperti yang telah diuraikan di atas.

Jangan pernah dilupakan, ada keterkaitan antara ketujuh standar yang harus dikerjakan. Keterkaitan itu bersifat langsung dan tidak langsung. Langsung maksudnya uraian pada elemen penilaian tertentu menjadi faktor pembagi atau pembanding untuk elemen penilaian lain pada standar yang berbeda.

Dengan demikian bila Program Studi hendak mendapatkan nilai dan peringkat unggul atau terbaik, maka ada serangkaian kegiatan yang dilakukan, yang keseluruhannya merupakan perujudan dari terlaksananya budaya mutu. Dengan pendekatan ini, penulisan borang adalah bagian dari serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk meningkatkan mutu. Bukan sebagai kegiatan khusus yang dirasakan sangat merepotkan seperti yang sekarang ini terjadi di sejumlah besar Program Studi.

Sebagai ujud pelaksanaan budaya mutu, Program Studi membuat rencana strategis yang merupakan penjabaran dari visi, misi, dan tujuan yang lebih dulu telah dirumuskan. Kemudian secara konsisten melaksanakan rencana strategis itu dalam praktik nyata keseharian di Program Studi.

Bila rencana strategis itu telah berjalan, maka Program Studi berkewajiban menyedian laci atau tempat penyimpan berkas untuk tiap dosen. Semua dosen diwajibkan mengumpulkan di dalam laci itu semua dokumen terkait apa yang telah dikerjakannya. Mulai dari SAP kuliah yang dikreasinya, sertifikat yang didapatkan dari berbagai kegiatan dan semua karyanya. Kunci laci itu dipegang oleh dosen yang bersangkutan dan Ketua Program Studi.

Secara berkala dan terjadwal Ketua Program Studi memeriksa isi laci itu untuk melakukan evaluasi. Bagian mana dari rencana strategis yang belum berjalan dengan baik berdasarkan penilaian terhadap dokumen dan data lain yang dihasilkan oleh tiap dosen. Misalnya mengingatkan dosen yang belum melakukan penelitian atau belum memperbarui SAP agar segera melaksanakannya.

Bila tiba saatnya untuk menulis borang, maka bisa digunakan pendekatan deduktif sekaligus induktif. Deduktif karena para penulis borang harus memerhatikan dengan cermat semua pedoman yang telah dibuat oleh BAN PT. Induktif karena berbasis data dan dokumen yang telah dikumpulkan sepanjang waktu sampai datang saatnya menulis borang. Pastilah menulis borang menjadi mudah, rinci, akurat, dan konsisten. Pasti tidak akan digunakan penulisan borang model bohong dan ngarang atau bohong dan curang.

Perlu ditegaskan agar para penulis borang jangan hanya membaca dan mencermati Buku VI untuk jenjang sarjana. Baca dan pelajari dengan cermat:

1.BUKU 1-NASKAH AKADEMIK AKREDITASI PROGRAM STUDI SARJANA
2.BUKU 2-STANDAR DAN PROSEDUR AKREDITASI SARJANA
3.BUKU 3A-BORANG AKREDITASI SARJANA
4.BUKU 3B-BORANG FAKULTAS-SEKOLAH TINGGI
5.BUKU 4-PANDUAN PENGISIAN INSTRUMEN AKREDITASI S1
6.BUKU 5-PEDOMAN PENILAIAN INSTRUMEN AKREDITASI PROGRAM SARJANA
7.BUKU 6-MATRIKS PENILAIAN INSTRUMEN AKREDITASI PS S1
8.BUKU 7-PEDOMAN ASESMEN LAPANGAN
9.PEDOMAN_EVALUASI_DIRI

Bila hanya membaca dan memedomani Buku VI, para penulis borang tidak akan memahami secara mendalam kemengapaan, tujuan, alasan, substansi, ruang lingkup, dan mekanisme keseluruhan proses akreditasi. Misalnya mengapa harus ada studi pelacakan terhadap lulusan, mengapa yang menjadi subjek studi pelacakan sampai ke tingkat pengguna? Bila semua buku di atas dibaca dengan cermat, maka penulis borang akan sangat memahami dan mampu mengisi borang dengan tepat, jelas, rinci, akurat dan konsisten.

AKREDITASI BUKANLAH PEKERJAAN INSTAN UNTUK MENGISI BORANG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd