Selasa, 19 Januari 2016

TERORIS ADALAH IBLIS

(Seiring doa bagi para korban teror Thamrin)

Jakarta sudah sering diteror bom. Tetapi kali ini sangat berbeda. Para teroris sekaligus menggunakan bom bunuh diri dan menunjukkan perlawanan dengan senjata api. Akibatnya terjadi baku tembak, perang terbuka di pusat kota, di Sarinah Thamrin. Namun, dalam waktu singkat, sekitar tiga jam, polisi berhasil kuasai keadaan dan melumpuhkan tujuh teroris. Empat tewas, tiga tertangkap.

Teroris, apapun ideologi yang mereka anut, adalah para pengecut. Sebab hanya berani menyerang masyarakat sipil yang sedang menjalankan aktivitas keseharian. Mereka membawa segala macam senjata. Dari pisau sampai bom. Namun yang diserang adalah masyarakat yang sedang asyik menjalankan kegiatan keseharian yang sama sekali tak bersenjata. Oleh karena itu selain pengecut, para teroris itu juga kejam, mengerikan, dan menjijikkan.

Para teroris, apakah mereka membunuh atas nama keadilan atau agama, adalah para biadab. Sebab mereka membunuh orang yang sama sekali tidak pernah melakukan kesalahan terhadap para teroris itu. Bahkan mereka yang jadi korban kenal pun tidak dengan para teroris itu. Bagaimana bisa mereka berbuat salah kepada para teroris biadab itu? Para korban itu juga bukanlah orang yang bisa dikategorikan berseberangan atau musuh teroris itu secara ideologis. Mereka adalah masyarakat biasa yang berada di tempat umum hendak memenuhi kewajibannya.

Kebiadaban itu semakin mengemuka karena para teroris secara membabi buta menghabisi siapa saja, terkait atau tidak dengan apa yang mereka sebut musuh besar. ISIS katanya merupakan kekuatan yang mau meninggikan dan membela Islam. Mereka menyebut Barat sebagai musuh besar karena telah menciptakan ketidakadilan. Tetapi mengapa mereka lebih banyak membantai orang Islam? Teror bom Sarinah Thamrin, sebagian besar korbannya adalah orang Islam. Bila benar teror itu ada kaitannya dengan ISIS sebagaimana dijelaskan para petinggi kepolisian, maka semakin terlihat betapa biadabnya ISIS dan para pengikutnya.

Jika ISIS memang hendak berjihad membela Islam, mengapa tidak berjihat di Palestina? Membantu bangsa Palestina yang sejak lama ditindas dan dijajah Jahudi. Mengapa menyerang dengan bom bunuh diri di Indonesia dan korbannya adalah orang Islam? Apapun argumen ISIS dan para simpatisannya untuk membela diri, perilaku teror yang mereka tunjukkan, tak lebih dari kebiadaban!

Karena pengecut, kejam, mengerikan,  menijijikkan dan biadab, teroris adalah iblis! Mengapa? Karena tujuannya hanya satu yaitu menghancurkan manusia. Untuk mencapai tujuan itu sang teroris yang iblis itu menghalalkan segala cara.

Mereka memutarbalikkan kebenaran sebagaimana yang dilakukan dajjal. Menggunakan ayat-ayat suci sebagai dasar untuk membunuh. Tragisnya pembunuhan keji yang mereka lakukan disebut sebagai jihad yang sejatinya adalah perang suci. Tidak ada kesucian dalam tindakan keji mereka membunuh orang. Sebab orang-orang yang mereka serang dan bunuh secara keji bukanlah orang yang menyerang para teroris itu dan keyakinannya.

Apalagi mereka pun melakukan bunuh diri. Mana ada orang beriman yang mau bunuh diri. Sebab bunuh diri dilarang dalam semua agama. Mati dalam perang ketika agama diserang tidaklah sama dengan bunuh diri saat para teroris itu dengan keji meyerang orang yang tidak bersalah.

Karena para teroris itu iblis yang berkelakuan dajjal, maka kita harus memeranginya sampai tuntas. Tidak ada tempat bagi teroris di negeri ini. Kita juga tidak boleh takut pada teroris. Apakah kita pernah takut pada iblis? Tidak!

Kita tahu dan sadar ada iblis yang setiap saat berusaha keras untuk menghancurkan kita. Kita tidak pernah takut dengan cara terus menjalani hidup dan tak berhenti berbuat kebaikan. Sebab kita tahu, selama kita terus berbuat baik, iblis tak bakalan berhasil hancurkan kita. Karena itu kita terus menerus waspada, berhati-hati dan menjaga diri agar tak bisa digoda dan dihancurkan iblis.

Begitulah cara kita menghadapi teroris iblis itu. Teroris tidak pernah bisa tentukan hidup dan mati kita. Bahkan mereka tak bisa tentukan hidup dan mati dirinya sendiri. Jangan pernah takut pada teroris. Hanya takultlah pada Allah. Karena itu tetaplah menjalankan kewajiban keseharian apapun profesi atau pekerjaan kita.  Katakan Aku tidak takut pada teroris sebagaimana tidak takut pada iblis.

Percayalah para teroris itu adalah orang-orang yang lemah dan kalah. Lemah karena hanya berani terhadap orang yang tidak bersenjata dan menyeramg secara membabi buta. Oleh sebab itu jangan takut pada mereka. Karena lemah itulah mereka menjadi iblis, menyerang secara sembunyi-sembunyi.

Kelemahan itu semakin terlihat saat mereka tidak berani bertanggungjawab atas perbuatannya dan menjadikan bunuh diri sebagai solusi. Agar terlihat keren maka ditanamkan keyakinan bahwa bunuh diri itu jihad. Mana ada jihad dengan cara membunuh orang dengan cara pengecut, keji dan biadab dengan cara sembunyi-sembunyi, kemudian bunuh diri.

Bunuh diri adalah tanda kelemahan dan keputusasaan. Bunuh diri adalah ungkapan ketidakmampuan menghadapi realitas. Bunuh diri adalah tanda kegagalan. Hanya manusia pendek akal yang lakukan bunuh diri, manusia pengecut.

Manusia berani, berani hidup dan berjuang meraih cita-citanya. Hanya tafsir anarkis dan tak bertanggungjawab yang katakan bahwa bunuh diri adalah jihad. Apalagi bunuh diri sebagai cara membunuh manusia lain. Bunuh diri seperti ini sekaligus menunjuktegaskan sikap pengecut dan biadab.

Dalam kaitan inilah para teroris itu merupakan orang-orang yang kalah. Mengapa? Karena mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki kekuatan dan keberanian menghadapi realitas hidup yang keras dan penuh tantangan. Akhirnya mereka memilih untuk merubah persepsi mereka tentang realitas. Bukan mengubah realitas yang tidak menyenangkan itu.

Cermati, sudah berapa banyak teroris yang membunuh dengan cara bunuh diri, apakah cita-cita mereka tercapai? Apakah realitas dunia berubah seperti yang mereka inginkan? Karena itu apa yang mereka lakukan tak lebih adalah kesia-siaan. Hanya iblis yang melakukan pekerjaan sia-sia. Teroris adalah iblis.

Bila dibaca dengan cermat berbagai pemikiran para gembong teroris yang menjadikan para pengikutnya nekad melakukan bom bunuh diri. Tampak sekali posisi mereka sebagai orang yang kalah dan terpinggirkan. Pemikiran itu ada dalam bentuk buku yang antara lain pernah ditulis pelaku bom Bali, selebaran, dan muncul di berbagai situs yang kini sudah diberangus.

Biasanya mereka memulai dengan penjelasan bahwa dunia kini dikuasai oleh para thogut, suatu istilah yang ditujukan kepada siapa pun yang menurut mereka menentang ajaran Allah. Mereka biasanya menunjukkan thogut itu mulai dari zaman kenabian. Biasanya yang paling banyak dibahas adalah Firaun. Kemudian bagaimana perlawanan yang dilakukan Musa a.s. untuk menghancurkan Firaun. Mereka selalu tegaskam Musa a.s. itu lemah, tak berdaya, teraniaya dan selalu dizholimi. Musa a.s juga pernah membunuh untuk membela saudaranya.

Secara teologis, riwayat Musa a.s. membunuh orang untuk membela saudaranya dijadikan dasar untuk melakukan pembunuhan terhadap siapa saja yang mengganggu orang-orang Muslim di seluruh dunia.

Tulisan-tulisan mereka tidak bersifat analitis kritis, tetapi ideologis. Artinya mencari berbagai kisah dari kehidupan para nabi, dan penggunaan ayat-ayat kitab suci untuk membenarkan semua tindakan biadab mereka. Karena itu banyak kisah dan ayat yang mereka gunakan dilepaskan dari keutuhan dan konteks.

Mereka secara seenaknya melakukan tafsir anarkis terhadap sejarah hidup para nabi terutama Nabi Muhammad SAW dan ayat-ayat Al Qur'an. Tafsir anarkis adalah tafsir suka-suka mereka, tidak memerhatikan hukum dan tatacara tafsir yang standar dan disepakati para ulama ternama.

Tafsir anarkis itu berfungsi sama dengan tulisan bergaya ideologis, yaitu membenarkan tindakan biadab mereka, dari merampok sampai membunuh. Semua istilah-istilah dalam Al Qur'an seperti thogut dan jihad ditafsirkan secara seenaknya untuk mendukung kepentingan mereka.

Saat membuat tulisan-tulisan ini tampak sekali keiblisan dan kedajjalan para teroris itu. Juga saat mereka berceramah atau berkotbah. Karena isinya penuh dengan pemutarbalikan kebenaran.  Itulah sebabnya tulisan dan khotbah mereka penuh hujatan terhadap siapa pun yang mereka kelompokkan sebagai musuh-musuh Allah. Bersamaan dengan itu mereka menyebut diri sebagai lasykar, pasukan, dan tentara Allah.

Tulisan-tulisan mereka tidak sebagus dan selogis serta sekomprehensif tulisan-tulisan tokoh-tokoh awal Ikhwanul Muslimin Mesir seperti Hasan Albana, Sayid dan Muhammad Qutub yang argumentatif dan analitis, Tulisan para gembong teroris itu merupakan propaganda murahan yang konstruksi logisnya lemah dan ngawur, serta bukti-bukti yang manipulatif. Hanya orang-orang yang sangat tidak cakap, dan tidak kritis saja yang percaya dan mau mengikutinya.

Itulah sebabnya sejak dulu para pelaku teror dan mayoritas anggota jaringan ini terdiri dari orang-orang dengan pendidikan rendah dari golongan ekonomi lemah, dan sedikit sekali dari golongan menengah dengan pendidikan tinggi.

Fakta ini tak terbantahkan, dan mesti menjadi pertimbangan utama dan penting untuk melakukan upaya deradikalisasi. Deradikalisasi dan gerakan anti terorisme pasti tidak berhasil hanya dengan ceramah dan diskusi untuk penyadaran. Harus ada tindakan nyata untuk menyebarluaskan keadilan dan pendidikan pada masyarakat miskin pedesaan dan perkotaan.

Seruan Mendikbud untuk mencegah faham radikal dengan membangun komunikasi dalam keluarga, mungkin hanya efektif untuk keluarga kelas menengah. Sangat susah dikakukan dalam keluarga-keluarga miskin yang semua anggota keluarganya, termasuk anak-anak ikut mencari rezeki. Bagi keluarga-keluarga miskin ini sekolah adalah kemewahan.

Masih terkait dengan tulisan dan kotbah para gembong teroris, mereka sangat manipulatif jika menjelaskan apa yang mereka sebut barat yang kafir dan kapitalisme global. Mereka menceritakan kerakusan barat dalam menjajah negara-negara Muslim dan menyebarkan agama Kristen. Karena itulah mereka menyerukan pembantaian orang-orang Kristen. Sebab kekristenan dikaitkan secara langsung dengan penjajahan dan upaya-upaya penghancuran Islam.

Untuk menjelaskan dan membuktikan tuduhan itu mereka mengemukakan banyak bukti yang bukan saja "ngaco" juga sangat tidak utuh dan kontekstual. Selalu mereka menuduh ada konspirasi antara Jahudi, Amerika Serikat dan Eropa untuk menghancurkan Islam di seluruh dunia. Mereka terus menerus menjual perjuangan dan derita rakyat Palestina. Tetapi sejauh ini, mereka belum lagi menunjukkan bantuan konkrit pada rakyat Palestina memerangi Jahudi. Mereka terbukti terus menerus membantai kaum Muslim di Timur Tengah, dan di banyak tempat lain.

Itu artinya mereka golongan ingkar. Iblislah yang sifat dasarnya pengingkar. Teroris itu sifat dasarnya seperti itu. Teroris benar-benar iblis.

Ada banyak keganjilan dalam argumentasi mereka mengecam, menyerang, dan menghujat barat yang disebut kafir dan kapitalis rakus. Mereka tidak pernah melakukan analisis bagaimana Kerajaan Saudi Arabia menggunakan uang dan kekayaan yang sebagian didapat dari haji dan umrah bekerjasama dengan kapitalisme barat dan Jahudi.
Mereka juga tidak pernah membahas dan menghargai perjuangan rakyat Iran menumbangkan Reza Pahlevi, penguasa tiran yang sepenuhnya didukung barat. Mereka tidak pernah belajar bagaimana Iran menjadi negara berdaulat yang secara terbuka berani menghadapi barat, bahkan sampai membuat nuklir. Barat terpaksa menggelar perundingan dengan Iran.

Mengapa sikap para teroris seperti itu? Semuanya berakar pada sikap ideologis yang menjadi cara pikir utama para teroris. Mereka dengan sesuka hati membangun cerita sendiri yang menunjukkan bahwa mereka benar, besar dan hebat. Padahal cuma teroris pengecut, yang menyerang masyarakat sipil dengan bom!

Bagaimana sikap para teroris terhadap komunisme? Beda-beda tipis dengan Suharto. Suharto menunjukkan sikap sangat anti komunis. Ia sampai membuat berbagai aturan dan serangkaian tindakan untuk menghancurkan komunisme. Semua dilakukan karena diyakini komunis itu sangat jahat. Namun, dalam praktik untuk memeroleh dan memertahankan kekuasaan, Suharto menggunkan cara-cara komunis yang keji dan kejam. Suharto itu secara ideologis sangat anti komunis, tetapi secara praktis sangat komunis. Begitulah sikap para teroris yang menyatakan diri sebagai pasukan atau prajurit Allah.

Mereka menggunakan pertentangan kelas sebagai dasar bagi perjuangannya. Jika Marx si pelopor komunisme menjelaskan pertentangan kelas antara buruh dengan pemodal, dan mendorong revolusi dengan kekerasan untuk menghancurkan si pemodal, maka para teroris  memperluas pertentangan kelas itu. Pertentangan mereka dengan kaum kapitalis penjajah yang rakus, dengan orang nonmuslim, dengan sesama muslim yang tidak sepaham dengan mereka, dan dengan siapa saja yang mereka kategorikan sebagai musuh utama.

Mereka melakukan kekerasan biadab untuk mencapai tujuannya, persis dengan kaum komunis yang menggunakan semua kekerasan dan kejahatan untuk mencapai tujuannya. Tragiskan, orang yang menggunakan cara-cara komunis untuk mencapai tujuan menyebut kekejaman biadab yang dilakukannya sebagai jihad.

Teroris adalah iblis yang menggunakan cara-cara komunis untuk mencapai tujuannya. Apakah pantas mereka menyebut diri sebagai pembela Islam dan tentara Allah, serta menggunakan sebutan mujahidin bagi dirinya? Mungkin yang mereka maksudkan mujahidin bukanlah istilah positif sebagai orang-orang yang berjihad di jalan Allah. Tetapi lebih cocok sebagai cara terbaik untuk menggambarkan profil mereka yaitu muka jahat hati dingin. Hati dingin itu bermakna tidak bernurani dan berempati.

Itulah sebabnya mereka bisa seenaknya membunuh siapa saja tanpa kecuali. Dalam kaitan ini menjadi pertanyaan besar, apakah pantas kelompok orang yang kerjanya membela para teroris ini menamakan tim pembela muslim. Apakah masih bisa seseorang itu disebut muslim bila kerjaanya membunuh siapa saja dengan cara-cara keji dan biadab? Mestinya namanya adalah tim pembela teroris. Jika hendak membela teroris, mengapa pula membawa-bawa istilah muslim?

Para teroris itu tampaknya juga tidak dapat membedakan negara, pemerintah dan masyarakat. Buktinya adalah, mereka menyatakan barat itu rakus, penjajah dan kejam. Barat memang sejak dulu banyak menjajah negara lain nyaris di seluruh dunia. Penjajah barat memang rakus dan kejam. Atas dasar itulah mereka kemudian menjadikan orang barat sasaran serangan biadabnya?

Pertanyaannya, jika Pemerintahan Amerika Serikat membuat kebijakan yang merugikan sebuah negara seperti Iraq, apakah otomatis semua masyarakat atau warga negara Amerika Serikat ikut bersalah dan boleh dibantai? Lihatlah di Indonesia, apakah masyarakat atau warga negara Indonesia harus ikut bertanggungjawab atas kebijakan Pemerintahan Suharto yang dengan otoriter mengendalikan dan menguasai negara Indonesia?

Salah nalar yang keterlaluan inilah yang terus menerus mereka tunjukkan jika menyerang masyarakat sipil di seluruh dunia. Sungguh salah nalar yang menjijikkan.

Kalau cara pikir ini diterapkan pada mereka pasti akan sangat mengerikan akibatnya. Apakah para teroris itu bisa terima jika keluargnya dibantai sebagai konsekuensi tindakan si teroris membunuh orang lain? Jika setiap warga negara sebuah negara harus menanggung akibat dari tindakan negaranya yang salah, bukankah keluarga para teroris itu seharusnya ikut menanggung akibat atas kejahatan si teroris?

Pastilah nalar sehat tidak membenarkannya. Orang tidak boleh diminta bertanggung jawab dan menanggung akibat atas sesuatu yang tidak dilakukannya, atau dilakukan orang lain, meskipun orang lain itu adalah kelurganya. Seorang warga negara, tidak boleh menanggung akibat atas perbuatan yang dilakukan negaranya. Mengapa? Karena warga negara itu belum tentu mendukung pemerintah yang mengelola negara. Jika ia mendukung pemerintahan, apakah sebagai individu ia memiliki kekuatan untuk mengarahkan dan menentukan kebijakan pemerintah yang mengelola negaranya? Itu artinya membunuh warga negara dari negara yang dianggap jahat adalah kejahatan yang sangat keji.

Tetapi mengapa para teroris berpikir dengan salah nalar seperti itu? Membantai siapa pun dari sebuah negara yang mereka sebut penjajah? Bahkan negara yang mayoritas muslim seperti Indonesia? Itulah bukti nyata betapa lemah akal dan nuraninya, juga sekaligus menegaskan betapa mereka itu sangat zhalim.

Selain teroris iblis, kita juga harus mewaspadai para simpatisannya. Jika Anda mengkritisi peristiwa bom Thamrin dengan konstruksi nalar yang kuat, dan bukti yang akurat, boleh jadi akan membantu menjelaskan kejadian itu dan mencarikan solusinya. Namun, dalam masyarakat tidak sedikit orang yang tak bernurani dan sama sekali tak memiliki empati menjadi simpatisan teroris. Siapa mereka?

Bayangkan, saat korban bom Thamrin masih meregang nyawa, yang terluka belum kering darahnya dan yang tewas belum lagi bisa diidentifikasi, muncul sejumlah orang terutama di media sosial, tanpa bukti secuil pun, hanya bermodal spekulasi melakukan tindakan mengalihkan kekejian, kekejaman, dan kebiadan para teroris itu dengan menyatakan peristiwa bom Thamrin adalah pengalihan isu, direkayasa dan pesanan. Apakah mereka sama sekali tidak dapat merasakan derita para korban dan keluarganya. Bagaimana jika anggota keluarga mereka yang jadi korban?

Para simpatisan teroris ini sungguh tak bernurani dan isi otaknya adalah kotoran! Sampai hati mereka mengalihkan kekejaman dan kebiadaban teroris dengan tuduhan-tuduhan kosong yang bersifat spekulatif, tanpa secuilpun bukti.

TERORIS YANG MERUPAKAN IBLIS YANG MENGGUNAKAN CARA-CARA KOMUNIS HARUS DIBANTAI HABIS, JUGA PARA SIMPATISANNYA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd