Prostitusi di kalangan artis sudah ada sejak lama. Tetapi baru sekarang benar-benar terbuka. Ada bukti, saksi, dan tersangka, serta berapa tarifnya. Berita paling baru adalah penyanyi dangdut kurang terkenal Hesti Klepek-klepek yang sedang hamil empat bulan, tertangkap.
TribunnewsBogor.com (20.02..2016) secara terbuka menampilkan nama-nama artis yang diduga terlibat prostitusi yaitu Nikita Mirzani, Puty Revita mantan Miss Indonesia, Amel Alvi, dan Anggita Sari dengan tarif 7,5-100 juta rupiah. Sebagian membantah, yang lainnya mengiyakan.
Prostitusi yang melibatkan artis sungguh telah mengubah pemikiran tentang prostitusi atau pelacuran. Selama ini diakui dan diyakini bahwa pendorong orang menjadi pelacur adalah untuk mempertahankan hidup, akarnya adalah kemiskinan.
Bila artis yang berpenghasilan besar menjadi pelacur, pertanyaannya adalah apa yang menjadi pendorongnya? Mereka kan bukan orang miskin? Mereka memang tidak miskin harta, Mungkin yang miskin adalah jiwanya, meski tidak miskin harta. Boleh jadi pendorongnya adalah mempertahankan gaya hidup.
Berapa sedikit pun jumlah uang bisa digunakan untuk mempertahankan hidup. Tetapi berapa pun banyak uang pasti tidak cukup untuk mempertahan gaya hidup. Apalagi gaya hidup kalangan artis yang mewah dan mahal.
Bisa jadi artis yang terjun dalam limbah prostitusi telah terbiasa menjadikan keinginan sebagai kebutuhan. Dengan demikian mereka benar-benar merasa membutuhkan uang dalam jumlah sangat besar untuk memenuhinya. Jalan pintas untuk itu adalah melakukan praktik prostitusi.
Artinya tetap saja akar pelacuran atau prostitusi itu adalah kemiskinan. Ada yang didorong terutama karena kemiskinan harta, ada pula yang dipicu oleh kemiskinan jiwa.
Prostirusi atau pelacuran adalah transaksi. Tidak dapat dilakukan sendiri. Minimal harus berdua. Jika si pelacur melakukannya karena dorongan kemiskinan, bisa harta atau jiwa. Bagaimana dengan si penikmat atau pemakai?
Dapat dipastikan si pemakai tidak miskin harta. Sebab ia punya cukup uang untuk membayar. Jadi yang pasti ia miskin jiwa.
Boleh jadi si pemakai bermaksud mengumbar libido atau dorongan nafsu seksual. Namun, jika sampai mengeluarkan uang yang sangat besar untuk bisa menikmati artis terkenal, pasti ini bukan sekadar mengumbar libido. Pasti ada dorongan lain.
Mungkin saja rasa penasaran. Boleh jadi merupakan gaya hidup. Orang-orang yang sangat berkelebihan duit bisa saja mengembangkan gaya hidup yang tak terfikirkan dan terbayangkan oleh kita orang kebanyakan.
Mereka berlomba-lomba, bahkan mungkin bertaruh antara sesamanya. Siapa yang bisa meniduri artis ini atau itu. Ada rasa bangga dan sekaligus menunjukkan ketinggian kelas mereka.
Orang-orang yang berlebih uang dan hartanya, namun miskin jiwanya memang cenderung untuk memperturutkan imaji-imaji gila sekadar untuk melampiaskan nafsu liar. Inilah akar dari gaya hidup hedonisme.
Komunitas kelas atas dimana pun di dunia ini selalu mampu menciptakan beragam pesta, hura-hura yang sangat mahal, mewah, penuh kemaksiatan yang sepenuhnya mengerikan dan menjijikkan sebagai bentuk hedonisme yaitu memperturutkan nafsu-nafsu liar, pemuja kenikmatan tubuh yang sepenuhnya bersifat duniawi. Mereka tak pernah peduli seberapa banyak uang yang bisa ludes untuk itu.
Kondisi seperti ini tidak hanya terjadi pada zaman moderen. Tentu saja yang paling terkenal adalah kaum yang hidup pada masa Nabi Luth As yang diyakini berada di sekitar Laut Mati yaitu Yordania sekarang ini, bukan di Eropa. Juga pada zaman Romawi Kuno yaitu Kota Pompei di Italia yang hancur pada 79 Masehi karena erupsi Gunung Vesuvius.
Kedua wilayah yang dikenal sangat makmur itu, sebagian besar penduduknya merupakan penganut gaya hidup hedonis. Kaum Nabi Luth bukan saja terbiasa melakukan perzinahan juga sodomi. Begitupun halnya dengan penduduk Kota Pompei.
Jika sudah menjadi gaya hidup, maka yang mempraktikkannya pastilah tidak sedikit jumlahnya. Pada tingkat inilah bahaya menganga. Bukan saja bagi pelakunya, juga semua orang yang berada dalam lingkungan yang sama.
Saat artis terlibat prostitusi muncul berita heboh karena mereka orang terkenal. Padahal gaya hidup yang ditunjukkan para artis yang terlibat prostitusi itu hanyalah puncak gunung es.
Saat ini dalam jumlah yang sangat besar remaja kita terlibat dalam gaya hidup yang sama. Mereka menjadi penjaja tubuh untuk menopang gaya hidup hedonis. Dalam buku yang saya tulis yaitu Penari Erotis dan Jablay ABG, dan Derita Anak-Anak Kita dengan rinci dijelaskan gaya hidup tersebut di kalangan remaja kita.
Tampaknya, sebagai negara bangsa kita harus bekerja keras dengan cara-cara yang empatis untuk mencegah berkembangnya gaya hidup hedonis ini. Jika tidak, maka,
BANGSA INI BISA HANCUR KARENA BERKEMBANGNYA GAYA HIDUP YANG SALAH DI KALANGAN GENERASI MUDA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd