Lahirnya Permenristekditi 44/2015 sebagai pengganti Permendikbud 49/2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT) meniscayaan BAN PT merubah instrumen yang digunakan untuk akreditasi program studi pada semua jenjang dan akreditasi institusi perguruan tinggi. Mengapa niscaya? Sebab Permeristekdikti mengedepankan banyak hal baru yang belum ada atau kurang lengkap dalam instrumen yang selama ini digunakan oleh BAN PT.
Selama ini acuan BAN PT untuk melakukan akreditasi adalah Standar Nasional Pendidikan sebagaimana dijelaskan dalam Buku I Naskah Akademik Akreditasi Program Studi Sarjana (BAN PT, 2008: 2-3),
Selanjutnya, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang berkaitan dengan akreditasi adalah sebagai berikut:
Pasal 86
(1) Pemerintah melakukan akreditasi pada setiap jenjang dan satuan pendidikan untuk menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan
(2) Kewenangan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula dilakukan oleh lembaga mandiri yang diberi kewenangan oleh Pemerintah untuk melakukan akreditasi
(3) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai bentuk akuntabilitas kepada publik dilakukan secara obyektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan.
Itu artinya instrumen dan kriteria akreditasi mengacu pada Standar Pendidikan Nasional. Sedangkan Permenristekdikti 44/2015 Pasal 3 ayat (2) butir f menyatakan Standar Nasional Pendidikan Tinggi wajib:
Dijadikan dasar penetapan kriteria sistem penjaminan mutu eksternal melalui akreditasi.
Jadi, akreditasi program studi dan institusi perguruan tinggi tidak dapat lagi mengacu hanya pada Standar Nasional Pendidikan (SNP), tetapi harus mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT). Apakah substansi SNPT?
Dalam Permenristekdikti 44/2015 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 dinyatakan, Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Standar Nasional Pendidikan Tinggi adalah satuan standar yang meliputi Standar Nasional Pendidikan, ditambah dengan Standar Nasional Penelitian, dan Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat.
2. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang pembelajaran pada jenjang pendidikan tinggi di perguruan tinggi di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Standar Nasional Penelitian adalah kriteria minimal tentang sistem penelitian pada perguruan tinggi yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat adalah kriteria minimal tentang sistem pengabdian kepada masyarakat pada perguruan tinggi yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Meskipun dalam istrumen BAN PT yang kini digunakan ada standar yang mengatur penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat yaitu Standar 7, namun tampaknya sudah tidak memadai lagi. Sebab dalam SNPT berdasarkan Permenristekdikti 44/2015 ditegaskan bahwa Standar Nasional Penelitian dan Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat adalah kriteria minimal tentang sistem.
Maknanya, baik penelitian maupun pengabdian kepada masyarakat harus dinilai sebagai sebuah sistem yang utuh dengan derajat yang tidak berbeda jauh dibandingkan pendidikan. Bila dicermati pada instrumen yang sekarang digunakan, porsi pendidikan yang dijabarkan menjadi sejumlah standar memang sangat tidak sebanding dengan penilaian terhadap penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dengan terbitnya Permenristekdikti 44/2015 paling tidak, penilaian terhadap penelitian dan pengabdian masyarakat tidaklah seperti sekarang ini.
Oleh karena dalam aturan baru ini ada ungkapan kriteria minimal tentang sistem terkait penelitian, ada konsekuensi sebagaimana tertuang dalam BAB III
STANDAR NASIONAL PENELITIAN
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup Standar Nasional Penelitian
Pasal 43
Ruang lingkup Standar Nasional Penelitian terdiri atas:
a. standar hasil penelitian;
b. standar isi penelitian;
c. standar proses penelitian;
d. standar penilaian penelitian;
e. standar peneliti;
f. standar sarana dan prasarana penelitian;
g. standar pengelolaan penelitian; dan
h. standar pendanaan dan pembiayaan penelitian.
Ketentuan yang sama berlaku untuk pengabdian kepada masyarakat yang diatur dalam BAB IV
STANDAR NASIONAL PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat
Pasal 54
Ruang lingkup Standar Nasional Pengabdian kepada
Masyarakat terdiri atas:
a. standar hasil pengabdian kepada masyarakat;
b. standar isi pengabdian kepada masyarakat;
c. standar proses pengabdian kepada masyarakat;
d. standar penilaian pengabdian kepada masyarakat;
e. standar pelaksana pengabdian kepada masyarakat;
f. standar sarana dan prasarana pengabdian kepada
masyarakat;
g. standar pengelolaan pengabdian kepada masyarakat;
dan
h. standar pendanaan dan pembiayaan pengabdian kepada
masyarakat.
Dua ketentuan baru itu menegaskan bahwa penelitian dan pengabdian kepada masyarakat harus mendapat porsi lebih dibandingkan yang sekarang tertera dalam instrumen akreditasi BAN PT. Sebab keduanya bukan sekadar pelengkap Standar Nasional Pendidikan. Namun merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan, dan merupakan sebuah sistem yang lengkap dengan standar yang terurai. Pada masa lalu keadaanya tidak demikian.
BAN PT selama ini merumuskan satu standar yaitu Standar 7 Penelitian, Pelayanan/Pengabdian kepada Masyarakat dan Kerjasama. Kerangka konseptual untuk standar ini adalah:
Standar ini adalah acuan keunggulan mutu penelitian, pelayanan/ pengabdian kepada masyarakat, dan kerjasama yang diselenggarakan untuk dan terkait dengan pengembangan mutu perguruan tinggi.
Perguruan tinggi memberdayakan dan melibatkan program studi untuk berpartisipasi aktif dalam perencanaan, pengembangan dan pelaksanaan program dan kegiatan penelitian, pelayanan/ pengabdian kepada masyarakat.
Perguruan tinggi merancang dan melaksanakan kerjasama dengan instansi dan pemangku kepentingan terkait dalam rangka pendayagunaan, peningkatan kepakaran dosen, kompetensi mahasiswa, serta sumber daya lain yang dimiliki perguruan tinggi secara saling menguntungkan.
(Buku II Standar dan Prosedur Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi, 2011:15)
Selanjutnya, berdasarkan kerangka konsep di atas dikembangkan elemen penilaian terkait dengan Standar 7 untuk Institusi Perguruan tinggi yaitu:
a. Kebijakan dan sistem pengelolaan penelitian yang lengkap dan dikembangkan serta dipublikasikan oleh institusi.
b. Jumlah dan judul penelitian yang dilakukan oleh dosen tetap.
c. Jumlah artikel ilmiah/karya ilmiah/karya seni/buku yang dihasilkan oleh dosen tetap.
d. Jumlah artikel ilmiah yang tercatat dalam sitasi internasional.
e. Karya dosen atau mahasiswa yang telah memperoleh Paten/HaKi/karya yang mendapat penghargaan tingkat nasional/internasional.
f. Kebijakan dan upaya yang dilakukan institusi dalam menjamin keberlanjutan mutu penelitian.
g. Kebijakan dan sistem pengelolaan PkM.
h. Jumlah kegiatan PkM berdasarkan sumber pembiayaan.
i. Kebiajakan dan upaya yang dilakukan institusi dalam menjamin keberlanjutan mutu PkM.
j. Kebijakan dan upaya kerjasama.
k. Instansi dalam dan luar negeri yang menjalin kerjasama.
l. Proses monitoring dan evaluasi pelaksanaan dan hasil kerjasama serta waktu pelaksanaannya.
m. Manfaat kerjasama dan kepuasaan mitra kerjasama.
(Buku II Standar dan Prosedur Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi, 2011:16)
Sementara itu untuk Program Sarjana, elemen penilaiannya adalah
7.1 Partisipasi aktif dalam perencanaan, implementasi, dan peningkatan mutu penelitian, pelayanan/pengabdian kepada masyarakat, dan kerjasama yang mendukung keunggulan yang diharapkan pada visi dan misi program studi dan institusi.
7.2 Kejelasan, transparansi, dan akuntabilitas sistem pengelolaan penelitian dan pelayanan/pengabdian kepada masyarakat, termasuk proses monitoring, evaluasi dan peninjauan ulang strategi secara periodik dalam rangka peningkatan mutu berkelanjutan.
7.3 Benchmark dan target mutu penelitian dan pelayanan/pengabdian kepada masyarakat.
7.4 Dukungan dan komitmen institusi pada program studi dalam pelaksanaan penelitian dan pelayanan/pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk pendanaan secara internal dari perguruan tingginya, upaya kerjasama, dan fasilitas yang sesuai dengan program dan kegiatan penelitian, pelayanan/pengabdian kepada masyarakat, dan kerjasama.
7.5 Partisipasi dosen dan mahasiswa dalam kegiatan penelitian, pelayanan/pengabdian kepada masyarakat, dan kerjasama.
7.6 Aktivitas penelitian, pelayanan/pengabdian kepada masyarakat, dan kerjasama yang berkontribusi dan berdampak pada proses pembelajaran.
7.7 Produktivitas dan mutu hasil penelitian dosen dan atau mahasiswa program studi yang diakui oleh masyarakat akademis (publikasi dosen pada jurnal nasional terakreditasi - kuantitas dan produktivitas; publikasi dosen pada jurnal internasional - kuantitas dan produktivitas; sitasi hasil publikasi dosen; karya inovatif (paten, karya/produk monumental)
7.8 Kegiatan pelayanan/pengabdian kepada masyarakat dosen dan mahasiswa program studi yang bermanfaat bagi pemangku kepentingan (kerjasama, karya, penelitian, dan pemanfaatan jasa/produk kepakaran).
7.9 Jumlah dan mutu kerjasama yang efektif yang mendukung pelaksanaan misi program studi dan institusi dan dampak kerjasama untuk penyelenggaraan dan pengembangan program studi.
(Buku II Standar dan Prosedur Akreditasi Program Studi Sarjana, 2008:15-26)
Pertanyaannya adalah apakah kerangka konsep dan elemen penilaian terkait dengan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang terdapat dalam instrumen sekarang ini masih memadai untuk mewadahi Standar Nasional Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat yang dijadikan standar tersendiri, namun tidak terpisahkan dari Standar Nasional Pendidikan?
Instrumen BAN PT sekarang ini lebih banyak dan menekankan aspek kuantitatif penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Oleh karena itu digunakan sejumlah rumus untuk menghitung agar didapatkan harkat dan peringkat dari sangat kurang (0) sampai dengan sangat baik (4). Sedangkan Standar Nasional Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat yang tercantum dalam Permenristekdikti 44/2015 memuat masing-masing delapan standar meliputi hasil, isi, proses, penilaian, peneliti, sarana dan prasarana, pengelolaan, pendanaan dan pembiayaan. Itu berarti kerangka konsep dan elemen penilaian yang sekarang digunakan BAN PT sudah tidak lagi memadai dan tidak cukup untuk mewadahi standar yang banyak dan lengkap ini.
Apalagi terkait dengan pengelolaan, baik penelitian maupun pengabdian kepada masyarakat ada kewajiban untuk menyusun dan mengembangkan rencana program penelitian sesuai dengan rencana strategis penelitian perguruan tinggi (Pasal 51, ayat 1, butir a). Hal yang sama berlaku untuk pengabdian kepada masyarakat (Pasal 62, ayat 1, butir a).
Pada instrumen sekarang ini rencana strategis tidak dibedakan secara jelas tegas dan rinci sebagaimana yang diwajibkan pada pasal di atas. Untuk akreditasi Institusi Perguruan Tinggi elemen penilaian yang terkait rencana strategis adalah:
1.2 Perguruan tinggi menetapkan tonggak-tonggak capaian (milestones) tujuan sebagai penjabaran atau pelaksanaan renstra dan renop.
Sementara itu untuk Program Studi elemen penilaiannya adalah:
1.1.a Kejelasan dan kerealistikan visi, misi, tujuan, dan sasaran program studi.
1.1.b Strategi pencapaian sasaran dengan rentang waktu yang jelas dan didukung oleh dokumen.
Selama ini untuk memenuhi elemen penilaian ini, perguruan tinggi dan program studi menjelaskan rencana strategis yang bersifat umum dan menyeluruh. Belum banyak perguruan tinggi dan program studi menguraikan rencana strategis khusus untuk penelitian dan pengabdian kepada masyarakat karena memang tidak diminta.
Perubahan yang niscaya karena kehadiran Permenristekdikti 44/2015 tampaknya bukan perubahan biasa. Boleh jadi bila menggunakan istilah yang dipopulerkan Thomas Kuhn yaitu revolusi paradigma. Sebab perubahan itu sangat mendasar dan banyak memunculkan konsep yang sama sekali baru.
Di samping memperkenalkan konsep baru tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi yang merupakan perluasan dan pendalaman Standar Nasional Pendidikan. Permenristekdikti juga memasukkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang memang belum ada dalam instrumen BAN PT.
KKNI berasal dari Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012. Pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 dijelaskan,
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, yang selanjutnya di- singkat KKNI, adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.
2. Capaian pembelajaran adalah kemampuan yang diperoleh melalui internalisasi pengetahuan, sikap, ketrampilan, kompetensi, dan akumulasi pengalaman kerja.
3. Penyetaraan adalah proses penyandingan dan pengintegrasian capaian pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan kerja, dan pengalaman kerja.
4. Kualifikasi adalah penguasaan capaian pembelajaran yang menyatakan kedudukannya dalam KKNI.
Pada hakikatnya KKNI merupakan suatu pendekatan baru dalam dunia pendidikan dalam kaitannya dengan dunia kerja. Pendekatan baru ini memberi kepastian dan keterukuran tentang kualifikasi lulusan lembaga pendidikan yang menekankan pentingnya capaian pembelajaran yang menonjolkan kemampuan yang diperoleh melalui internalisasi pengetahuan, sikap, keterampilan, kompetensi, dan akumulasi pengalaman kerja.
Paling kurang kebaruan itu tampak pada penggunaan istilah internalisasi. Selama ini kata yang banyak digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran adalah transfer, perubahan, dan peningkatan. Internalisasi lebih kerap digunakan khusus untuk nilai dan sikap. Bila istilah internalisasi ini dikaitkan dengan dua butir berikutnya yaitu penyetaraan dan kualifikasi, maka menjadi sangat jelas bahwa terjadi penambahan dan penajaman pada kualifikasi lulusan perguruan tinggi.
Kesimpulan tentang penajaman itu bisa dibuat jika mencermati Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 4 dijelaskan, dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Sedangkan dalam KKNI seperti yang tertera di atas, capaian pembelajaran menambahkan kompetensi dan akumulasi pengalaman kerja. Sangat jelas terjadi penambahan. Dikatakan penajaman karena sekaligus digunakan istilah kemampuan, keterampilan dan kompetensi. Sudah pasti karena ketiga istilah ini digunakan secara bersamaan, maka pada penjabarannya harus dibuat perbedaan antara ketiganya. Konsekuensinya cara mengukurnya juga tidak sama.
Bila ditilik lebih lanjut tentang standar kompetensi lulusan pada Pasal 26 ayat 4 dinyatakan,
Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan tinggi bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknologi, dan seni, yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
Jika standar kompetensi ini dilihat dari sudut pandang KKNI, boleh dikatakan bahwa standar kompetensi ini bersifat filosofis dan substansial, sementara KKNI merupakan penjabarannya yang bersifat praktis (atau pragmatis?) dan lebih teknis. Sebagai akibatnya harus dijabarkan sesuai dengan tuntutan capaian pembelajaran dan kaitannya dengan kualifikasi.
Oleh karena itu dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2013 Tentang Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Bidang Pendidikan Tinggi, Pasal 10 ayat 4 dinyatakan,
Dalam menerapkan KKNI bidang pendidikan tinggi, perguruan tinggi mempunyai tugas dan fungsi:
a. setiap program studi wajib menyusun deskripsi capaian pembelajaran minimal mengacu pada KKNI bidang pendidikan tinggi sesuai dengan jenjang.
b. setiap program studi wajib menyusun kurikulum, melaksanakan, dan
mengevaluasi pelaksanaan kurikulum mengacu pada KKNI bidang pendidikan tinggi sesuai dengan kebijakan, regulasi, dan panduan tentang penyusunan kurikulum program studi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b.
c. setiap program studi wajib mengembangkan sistem penjaminan mutu internal untuk memastikan terpenuhinya capaian pembelajaran program studi.
Penggunaan kata wajib dalam peraturan ini menegaskan harus dilakukan, tidak boleh tidak. Kewajiban itu terkait dengan fakta bahwa KKNI merupakan ketentuan yang memberi arah baru bagi pendidikan, khususnya pendidikan tinggi.
Kini dengan hadirnya Permenristekdikti 44/2015 kompetensi lulusan telah disesuaikan dengan KKNI yang menekankan capaian pembelajaran. Pada Bagian Kedua Standar Kompetensi Lulusan Pasal 5 dinyatakan,
(1) Standar kompetensi lulusan merupakan kriteria
minimal tentang kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dinyatakan dalam rumusan capaian pembelajaran lulusan.
(2) Standar kompetensi lulusan yang dinyatakan dalam rumusan capaian pembelajaran lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar isi pembelajaran, standar proses pembelajaran, standar penilaian pembelajaran, standar dosen dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana pembelajaran, standar pengelolaan pembelajaran, dan standar pembiayaan pembelajaran.
(3) Rumusan capaian pembelajaran lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
a. mengacu pada deskripsi capaian pembelajaran lulusan KKNI; dan
b. memiliki kesetaraan dengan jenjang kualifikasi pada KKNI.
Standar kompetensi lulusan dalam Permenristekdikti tidak dibiarkan "mengambang" karena diiukuti dengan ungkapan, dinyatakan dalam rumusan capaian pembelajaran lulusan. Pada rumusan lama dalam SNP ungkapan ini tidak ada.
Selanjutnya ungkapan penting itu dijabarkan adalam ayat-ayat berikutnya yang semakin menegaskan bahwa terjadi penambahan, penajaman, dan perincian kompetensi lulusan. Karena capaian pembelajaran itu menjadi acuan bagi seluruh standar pembelajaran. Maknanya capaian pembelajaran menjadi yang utama dan terpenting. Tentu saja fakta ini menegaskan terjadi pergeseran dari pendekatan input ke outcomes. Pergeseran ini sangat fundamental maknanya.
Pergeseran itu sangat tampak pada pemaknaan kata-kata kunci dalam kompetensi lulusan yang dijelaskan berikut ini.
Pasal 6
(1) Sikap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
merupakan perilaku benar dan berbudaya sebagai hasil dari internalisasi dan aktualisasi nilai dan norma yang tercermin dalam kehidupan spiritual dan sosial melalui proses pembelajaran, pengalaman kerja mahasiswa, penelitian dan/atau pengabdian kepada masyarakat yang terkait pembelajaran.
2. Pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) merupakan penguasaan konsep, teori, metode, dan/atau falsafah bidang ilmu tertentu secara sistematis yang diperoleh melalui penalaran dalam proses pembelajaran, pengalaman kerja mahasiswa, penelitian dan/atau pengabdian kepada masyarakat yang terkait pembelajaran.
(3) Keterampilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) merupakan kemampuan melakukan unjuk kerja dengan menggunakan konsep, teori, metode, bahan, dan/atau instrumen, yang diperoleh melalui pembelajaran, pengalaman kerja mahasiswa, penelitian dan/atau pengabdian kepada masyarakat yang terkait pembelajaran, mencakup:
a. keterampilan umum sebagai kemampuan kerja umum yang wajib dimiliki oleh setiap lulusan dalam rangka menjamin kesetaraan kemampuan lulusan sesuai tingkat program dan jenis pendidikan tinggi; dan
b. keterampilan khusus sebagai kemampuan kerja khusus yang wajib dimiliki oleh setiap lulusan sesuai dengan bidang keilmuan program studi.
(4) Pengalaman kerja mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan ayat (3) berupa pengalaman dalam kegiatan di bidang tertentu pada jangka waktu tertentu, berbentuk pelatihan kerja, kerja praktik, praktik kerja lapangan atau bentuk kegiatan lain yang sejenis.
Setiap kata kunci di atas dijelaskan dengan ungkapan yang operasional dan menegaskan sifat keterukuran dan kepraktisannya. Tidak berkutat dengan aspek kognitif intelektual semata.
Pada sikap muncul ungkapan tercermin dalam kehidupan spiritual dan sosial. Maknanya sikap yang disebutkan lebih dulu sebelum pengetahuan menekankan bagaimana sikap itu berfungsi dalam kehidupan nyata dalam konteks spiritual dan sosial. Jadi sikap yang merupakan hasil internalisasi dan aktualisasi nilai tidak berhenti pada pemahaman yang muncul dalam kemampuan analisis, namun harus terujud dalam kehidupan sosial nyata. Konsekuensinya, cara sikap itu diukur tidak cukup dengan evaluasi model kognitif. Dalam kaitannya dengan penilaian untuk akreditasi harus dirumuskan penilaian yang berorientasi "outcomes".
Pengetahuan menekankan penguasaan konsep, teori, metode, dan/atau falsafah bidang ilmu tertentu secara sistematis. Sama dengan sikap, rumusan ini juga bersifat operasional, spesifik dan terukur. Pengetahuan ditekankan pada penguasaan. Secara berurutan dimulai dari konsep dan diakhiri dengan falsafah. Urutan ini bukan saja sesuai dengan psikologi pembelajaran yang memulai dari yang mudah dan konkrit dan semakin lama menaik ke tingkat yang lebih tinggi dan abstrak. Juga menekankan pendekatan induktif yang memberi kesempatan pada mahasiswa untuk bersentuhan secara langsung dengan realitas, fakta dan data.
Persentuhan dengan realitas mendorong mahasiswa untuk mengalami sendiri, terlibat aktif bukan saja secara fisik, pun secara utuh sebagai manusia pembelajar. Dengan demikian seluruh aspek kemanusiaan mahasiswa dikembangkan. Bukan hanya kognitif-intelektual, meski baru pada tahap pengetahuan. Artinya pengetahuannya bersifat konseptual, praktis dan bermakna.
Konsekuensinya cara evaluasi dan bagaimana penilaian terkait dengan akreditasi terhadap capaian mahasiswa tidak lagi memadai dengan cara penilaian yang sekarang digunakan. Sebab pencapaiannya melampaui kerangka fikir tentang pengetahuan yang selama ini dikembangkan.
Keterampilan merupakan kemampuan melakukan unjuk kerja dengan menggunakan konsep, teori, metode, bahan, dan atau instrumen. Setidaknya ada dua hal penting dalam rumusan di atas. Pertama, keterampilan yang dikembangkan merupakan kelanjutan langsung dari pengetahuan yang telah diberikan. Keduanya memang bisa dibedakan, namun tidak dapat dipisahkan. Sifat holistik integratif dari pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada sikap yang telah dibentuk tampaknya merupakan konsep kunci dan utama dalam KKNI. Ini tidak mengherankan karena KKNI memang menegaskan pentingnya capaian pembelajaran yang terukur dan teraktualisasikan dalam bentuk keterampilan.
Kedua, pentingnya ungkapan unjuk kerja. Maknanya rumusan keterampilan harus diukur pada bentuk-bentuk nyata yang fungsional dan bermakna. Ini terkait dengan tekanan KKNI yang mengedepankan pada capaian pembelajaran yang berujung pada kemampuan yang memampukan si pembelajar untuk berfungsi, mandiri dan bermakna dalam kehidupan sosial. Itulah sebabnya keterampilan ini secara tegas dibedakan, bukan dipisahkan, menjadi keterampilan umum dan khusus.
Tentu saja rumusan ini membawa konsekuensi tidak sederhana dalam pendekatan dan metode evaluasi. Juga pada bagaimana dinilai dalam kaitannya dengan akreditasi. Ada keniscayaan bahwa evaluasi dan penilaiannya dalam kaitannya dengan akreditasi harus berubah, karena adanya perubahan orientasi pada capaian pembelajaran yang fungsional dan bermakna.
Tidak kalah penting selain rumusan yang bersifat holistik integratif, fungsional dan bermakna untuk menjelaskan sikap, pengetahuan dan keterampilan, adalah cara bagaimana ketiganya diinternalisasikan pada para mahasiswa. Dengan jelas ditegaskan bahwa ketiganya didapatkan melalui pembelajaran, pengalaman kerja mahasiswa, penelitian dan/atau pengabdian kepada masyarakat.
Penegasan ini membawa konsekuensi yang mengharuskan terjadinya perubahan mendasar terhadap proses pembelajaran. Perubahan itu diperlukan untuk menjamin terujudanya capaian pembelajaran yang berorientasi pada unjuk kerja yang fungsional dan bermakna. Pastilah, perubahan ini meniscayakan perubahan pada bagaimana penilaian diberikan, terutama terkait dengan akreditasi.
Perubahan yang niscaya pada penilaian akreditasi akan semakin terlihat kepentingannya bila ditilik dengan seksama kerangka koseptual, deskripsi dan elemen penilaian yang dijadikan acuan dalam pengembangan instrumen BAN PT terkait dengan Standar 3 Mahasiswa dan Lulusan, di bawah ini.
STANDAR 3. MAHASISWA DAN LULUSAN
Standar ini adalah acuan keunggulan mutu mahasiswa dan lulusan. Program studi harus memberikan jaminan mutu, kelayakan kebijakan serta implementasi sistem rekrutmen dan seleksi calon mahasiswa maupun pengelolaan lulusan sebagai satu kesatuan mutu yang terintegrasi. Program studi harus menempatkan mahasiswa sebagai pemangku kepentingan utama sekaligus sebagai pelaku proses nilai tambah dalam penyelenggaraan kegiatan akademik untuk mewujudkan visi, melaksanakan misi, mencapai tujuan melalui strategi-strategi yang dikembangkan oleh program studi. Program studi harus berpartisipasi secara aktif dalam sistem perekrutan dan seleksi calon mahasiswa agar mampu menghasilkan input mahasiswa dan lulusan bermutu. Program studi harus mengupayakan akses layanan kemahasiswaan dan pengembangan minat dan bakat. Program studi harus mengelola lulusan sebagai produk dan mitra perbaikan berkelanjutan program studi. Program studi harus berpartisipasi aktif dalam pemberdayaan dan pendayagunaan alumni.
Deskripsi
Mahasiswa adalah pemangku kepentingan utama internal dan sekaligus sebagai pelaku proses nilai tambah dalam penyelenggaraan akademik yang harus mendapatkan manfaat dari proses pendidikan, penelitian, dan layanan/pengabdian kepada masyarakat. Sistem rekrutmen dan seleksi calon mahasiswa mempertimbangkan kebijakan pada mutu input, pemerataan akses baik aspek wilayah maupun kemampuan ekonomi, mekanisme rekrutmen yang akuntabel dan kesesuaian dengan karakteristik mutu dan tujuan program studi.
Partisipasi aktif program studi dalam perekrutan dan seleksi calon mahasiswa adalah dengan melaksanakan dan atau mengusulkan persyaratan mutu input dan daya tampung kepada institusi.
Akses layanan kemahasiswaan dan pengembangan minat dan bakat yang diusahakan program studi berupa akses kepada fasilitas pusat kegiatan mahasiswa, asrama, layanan kesehatan, beasiswa, dan kegiatan ekstra kurikuler.
Dalam pengelolaan lulusan sebagai produk, program studi menyiapkan pembekalan pengembangan entrepreneurship, pengembangan karir, magang dan rekrutmen kerja. Kemitraan program studi dengan lulusan berupa tracer study serta penggalangan dukungan dan sponshorship pada lulusan.
Elemen Penilaian:
3.1 Kebijakan sistem rekrutmen dan seleksi calon mahasiswa (mencakup mutu prestasi dan reputasi akademik serta bakat pada jenjang pendidikan sebelumnya, equitas wilayah, kemampuan ekonomi dan jender) dan pengelolaan lulusan dan alumni (mencakup layanan alumni, peran dalam asosiasi profesi atau bidang ilmu, dukungan timbal balik alumni).
3.2 Keefektifan implementasi sistem rekrutmen dan seleksi calon mahasiswa untuk menghasilkan calon mahasiswa yang bermutu yang diukur dari jumlah peminat, proporsi pendaftar terhadap daya tampung dan proporsi yang diterima dan yang registrasi.
3.3 Profil mahasiswa yang meliputi: prestasi dan reputasi akademik, bakat dan minat.
3.4 Layanan dan kegiatan kemahasiswaan: ragam, jenis, wadah, mutu, harga, intensitas.
3.5 Profil lulusan: ketepatan waktu penyelesaian studi, propsorsi mahasiswa yang menyelesaikan studi dalam batas masa studi
3.6 Layanan dan pendayagunaan lulusan: ragam, jenis, wadah, mutu, harga, intensitas.
3.7 Pelacakan dan perekaman data lulusan: kekomprehensifan, pemutakhiran, profil masa tunggu kerja pertama, kesesuaian bidang kerja dengan bidang studi, dan posisi kerja pertama.
3.8 Partisipasi lulusan dan alumni dalam mendukung pengembangan akademik dan non-akademik program studi.
(Buku II Standar dan Prosedur Akreditasi Program Sarjana, 2008:8-9).
Pada kerangka konsep, deskripsi dan elemen penilaian di atas ungkapan yang paling banyak muncul adalah mahasiswa sebagai input dan produk, program studi berkutat dengan rekrutmen, dan penyelenggaraan pembelajaran, menyediakan kesempatan untuk pengembangan bakat minat,dan sedikit tentang studi pelacakan, rekrutmen kerja dan partisipasi alumni. Tampak sekali bahwa pendekatan yang dominan adalah input, proses, output. Sisi outcomes belum digarap dengan sistematis dan dominan, hanya sebagai pelengkap. Bukan menjadi yang utama.
Bila dibandingkan dengan amanah Permenristekdikti yang secara sistematis mengintegrasikan KKNI, nyata sekali bahwa standar ini membutuhkan perubahan mendasar yang bersifat menyeluruh. Pada standar inilah perubahan mendasar harus paling tampak. Sebab yang sesungguhnya disodorkan oleh Permenristekdikti bukan sekadar perubahan tambal sulam. Tetapi perubahan orientasi atau pendekatan yang bersifat mendasar. Dari orientasi input, proses, output, menuju pada orientasi outcomes.
Sudah pasti instrumen yang berorientasi outcomes sangat berbeda kerangka konsep, deskripsi, elemen penilaian dan cara-cara penilaiannya dibandingkan dengan instrumen yang berorientasi input, proses, output. Bagi BAN PT yang pernah menggunakan model penilaian portofolio tentu saja perubahan ini bukanlah sesuatu yang luar biasa dan sulit. Namun perlu ditekankan bahwa keniscayaan harus merubah instrumen tidak dapat ditawar dan ditunda.
Perubahan mendasar pada Standar 3 membawa akibat tidak terelakkan pada perubahan Standar 5. Karena terdapat kaitan sangat erat antara mahasiswa, lulusan dengan kurikulum, pembelajaran, dan suasana akademik. Berikut ditampilkan kerangka konsep, deskripsi dan elemen penilaian Standar 5.
STANDAR 5. KURIKULUM, PEMBELAJARAN, DAN SUASANA AKADEMIK
Standar ini adalah acuan keunggulan mutu kurikulum, pembelajaran, dan suasana akademik untuk menjamin mutu penyelenggaraan program akademik di tingkat program studi. Kurikulum yang dirancang dan diterapkan harus mampu menjamin tercapainya tujuan, terlaksananya misi, dan terwujudnya visi program studi. Kurikulum harus mampu menyediakan tawaran dan pilihan kompetensi dan pengembangan bagi pebelajar sesuai dengan minat dan bakatnya. Proses pembelajaran yang diselenggarakan harus menjamin pebelajar untuk memiliki kompetensi yang tertuang dalam kurikulum. Suasana akademik di program studi harus menunjang pebelajar dalam meraih kompetensi yang diharapkan. Dalam pengembangan kurikulum program, proses pembelajaran, dan suasana akademik, program studi harus kritis dan tanggap terhadap perkembangan kebijakan, peraturan perundangan yang berlaku, sosial, ekonomi, dan budaya.
Deskripsi
Kurikulum merupakan rancangan seluruh kegiatan pembelajaran mahasiswa sebagai rujukan program studi dalam merencanakan, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi seluruh kegiatannya untuk mencapai tujuan program studi. Kurikulum disusun berdasarkan kajian mendalam tentang hakekat keilmuan bidang studi dan kebutuhan pemangku kepentingan terhadap bidang ilmu yang dicakup oleh suatu program studi dengan memperhatikan standar mutu, dan visi, misi perguruan tinggi/program studi. Untuk meningkatkan relevansi sosial dan keilmuan, kurikulum selalu dimutakhirkan oleh program studi bersama pemangku kepentingan secara periodik agar sesuai dengan kompetensi yang diperlukan dan perkembangan IPTEKS. Kurikulum merupakan acuan dasar pembentukan dan penjaminan tercapainya kompetensi lulusan dalam setiap program pada tingkat program studi. Kurikulum dinilai berdasarkan relevansinya dengan tujuan, cakupan dan kedalaman materi, pengorganisasian yang mendorong terbentuknya hard skills dan soft skills (keterampilan kepribadian dan perilaku) yang bisa diterapkan dalam berbagai situasi. Dalam hal kebutuhan yang dianggap perlu, maka perguruan tinggi dapat menetapkan penyertaan komponen kurikulum tertentu menjadi bagian dari struktur kurikulum yang disusun oleh program studi.
Sistem pembelajaran dibangun berdasarkan perencanaan yang relevan dengan tujuan, ranah (domain) belajar dan hirarkinya. Kegiatan pembelajaran adalah pengalaman belajar yang diperoleh pebelajar dari kegiatan belajar, seperti perkuliahan (tatap muka atau jarak jauh), praktikum atau praktek, magang, pelatihan, diskusi, lokakarya, seminar, dan tugas-tugas pembelajaran lainnya. Dalam pelaksanaan pembelajaran digunakan berbagai pendekatan, strategi, dan teknik, yang menantang agar dapat mengkondisikan pebelajar berpikir kritis, bereksplorasi, berkreasi, dan bereksperimen dengan memanfaatkan aneka sumber belajar. Pendekatan pembelajaran yang digunakan berorientasi pada pebelajar (learner oriented) dengan kondisi pembelajaran yang mendorong pebelajar belajar mandiri maupun kelompok untuk mengembangkan keterampilan kepribadian dan perilaku (soft skills). Selain itu, pembelajaran yang dibangun mendorong pebelajar mendemonstrasikan hasil belajarnya dalam berbagai bentuk kegiatan, unjuk kerja, kemampuan dan sikap terbuka, mau menerima masukan untuk menyempurnakan kinerjanya. Strategi pembelajaran memperhitungkan karakteristik pebelajar termasuk kemampuan awal yang beragam yang meng kan dosen menerapkan strategi yang berbeda. Dalam mengaplikasikan strategi pembelajaran dosen mendasarkan pada konsep bahwa setiap orang memiliki potensi untuk berkembang secara akademik dan profesional. Sistem pembelajaran mencakup pemantauan, pengkajian, dan perbaikan secara berkelanjutan. Kajian dan penilaian atas strategi pembelajaran yang digunakan dilakukan melalui perbandingan dengan strategi-strategi pembelajaran terkini.
Evaluasi hasil belajar mencakup semua ranah belajar dan dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel dengan menggunakan instrumen yang sahih dan andal, serta menggunakan penilaian acuan patokan. Evaluasi hasil belajar difungsikan untuk mengukur prestasi akademik mahasiswa dan memberi masukan mengenai efektifitas proses pembelajaran.
Suasana akademik adalah kondisi yang dibangun untuk menumbuh-kembangkan semangat dan interaksi akademik antar mahasiswa-dosen-tenaga kependidikan, maupun dengan pihak luar untuk meningkatkan mutu kegiatan akademik, di dalam maupun di luar kelas. Suasana akademik yang baik ditunjukkan dengan perilaku yang mengutamakan kebenaran ilmiah, profesionalisme, kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik, dan penerapan etika akademik secara konsisten.
Elemen Penilaian:
5.1 Kurikulum harus memuat standar kompetensi lulusan yang terstruktur dalam kompetensi utama, pendukung dan lainnya yang mendukung tercapainya tujuan, terlaksananya misi, dan terwujudnya visi program studi.
5.2 Kurikulum harus memuat mata kuliah yang mendukung pencapaian kompetensi lulusan dan memberikan keleluasaan pada pebelajar untuk memperluas wawasan dan memperdalam keahlian sesuai dengan minatnya, serta dilengkapi dengan deskripsi mata kuliah, silabus dan rencana pembelajaran.
5.3 Kurikulum harus dinilai berdasarkan relevansinya dengan tujuan, cakupan dan kedalaman materi, pengorganisasian yang mendorong terbentuknya hard skills dan keterampilan kepribadian dan perilaku (soft skills) yang dapat diterapkan dalam berbagai situasi dan kondisi.
5.4 Kurikulum dan seluruh kelengkapannya harus ditinjau ulang dalam kurun waktu tertentu oleh program studi bersama fihak-fihak terkait (relevansi sosial dan relevansi epistemologis) untuk menyesuaikannya dengan perkembangan Ipteks dan kebutuhan pemangku kepentingan.
5.5 Sistem pembelajaran dibangun berdasarkan perencanaan yang relevan dengan tujuan, ranah belajar dan hierarkinya.
5.6 Pembelajaran dilaksanakan menggunakan berbagai strategi dan teknik yang menantang, mendorong mahasiswa untuk berfikir kritis bereksplorasi, berkreasi dan bereksperimen dengan memanfaatkan aneka sumber
5.7 Pelaksanaan pembelajaran memiliki mekanisme untuk memonitor, mengkaji, dan memperbaiki secara periodik kegiatan perkuliahan (kehadiran dosen dan mahasiswa), penyusunan materi perkuliahan, serta penilaian hasil belajar.
5.8 Sistem perwalian: banyaknya mahasiswa per dosen wali, pelaksanaan kegiatan, rata-rata pertemuan per semester, efektivitas kegiatan perwalian.
5.9 Sistem pembimbingan tugas akhir (skripsi): rata-rata mahasiswa per dosen pembimbing tugas akhir, rata-rata jumlah pertemuan/pembimbingan, kualifikasi akademik dosen pembimbing tugas akhir, ketersediaan panduan, dan waktu penyelesaian penulisan.
5.10 Upaya perbaikan sistem pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga tahun terakhir.
5.11 Upaya peningkatan suasana akademik: Kebijakan tentang suasana akademik, Ketersediaan dan jenis prasarana, sarana dan dana, Program dan kegiatan akademik untuk menciptakan suasana akademik, Interaksi akademik antara dosen-mahasiswa, serta pengembangan perilaku kecendekiawanan.
(Buku II Standar dan Prosedur Akreditasi Program Studi Sarjana, 2008:10-11).
Uraian tentang kurikulum yang terurai di atas merupakan prinsip-prinsip umum kurikulum moderen yang relatif universal. Kata kunci yang digunakan adalah kompetensi yang kemudian ditegaskan dalam bentuk hard skills dan soft skills yang dapat diterapkan dalam berbagai situasi dan kondisi.
Sebagaimana rumusan kurikulum moderen harus berisi analisis mendalam terhadap bidang kajian utama dengan memerhatikan perkembangan ipteks dan kebutuhan pemangku kepentingan. Dalam konteks itulah pembaruan kurikulum menjadi keharusan. Karena itu ada penilaian terhadap pembaruan kurikulum dalam rentang waktu tertentu.
Terkait dengan pembelajaran, kata kunci yang muncul adalah kegiatan belajar berupa perkuliahan, praktikum, magang, pelatihan, diskusi, seminar dan tugas-tugas pembelajaran lainnya. Dalam pelaksanaannya digunakan berbagai pendekatan, strategi, dan teknik yang menantang agar memunculkan kemampuan berpikir kritis, bereksplorasi, berkreasi, dan bereksperimen serta berorientasi pada pebelajar atau mahasiswa.
Agar proses belajar itu dapat diukur efektifitas, ketercapaian dan keberhasilannya dilakukan evaluasi mengikuti prinsip objektif, transparan dan akuntabel. Dengan demikian dapat diketahui pencapaian tujuan dan prestasi mahasiswa.
Supaya kurikulum dapat dilaksanakan, proses pembelajaran berjalan dengan baik dan bermakna dibangunlah suasana akademik yang kondusif. Itulah sebabnya dalam instrumen akreditasi ada elemen yang secara khusus menilai suasana akademik ini.
Dalam Permenristekdikti 44/2015 dikemukakan sejumlah gagasan yang menunjukkan adanya perbedaan dengan uraian di atas yang digunakan sebagai standar untuk mengembangkan penilaian akreditasi. Permenristekdikti 44/2015 tidak banyak membahas kurikulum secara khusus. Bukan berarti kurikulum dianggap tidak penting. Prinsip dan isi kurikulum terwadahi dalam standar kompetensi lulusan dan standar isi pembelajaran yang mewujud dalam KKNI sebagai acuan utama. Oleh karena itulah pada Pasal 1 ayat 6 dijelaskan,
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai capaian pembelajaran lulusan, bahan kajian, proses, dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan program studi.
Kata kuncinya adalah capaian pembelajaran lulusan. Tentu saja kata kunci ini merupakan kata kunci sangat penting dalam KKNI. Konsep capaian pembelajaran lulusan bukan saja mengikuti prinsip-prinsip umum kurikulum moderen seperti yang terdapat dalam Buku II di atas, juga memiliki sejumlah kekhususan. Kekhususan itu adalah keterukuran yang berorientasi pada outcomes. Kekhususan inilah yang kurang tampak pada instrumen akreditasi BAN PT yang sekarang.
Oleh karena dalam instrumen BAN PT yang digunakan sekarang ini terdapat perbedaan mendasar tentang rumusan dan konstruksi kurikulum dibandingkan dengan Permenristekdikti 44/2015, maka perubahan instrumen akreditasi mutlak harus dilakukan. Tentu saja menjadikan KKNI sebagai acuan utama. Mengapa harus mengacu pada KKNI? Sebab Standar Isi Pembelajaran mengharuskannya, seperti yang tertera di bawah ini.
Bagian Ketiga Standar Isi Pembelajaran
Pasal 8
(1) Standar isi pembelajaran merupakan kriteria minimal tingkat kedalaman dan keluasan materi pembelajaran.
(2) Kedalaman dan keluasan materi pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada capaian pembelajaran lulusan.
Pasal 9
(1) Tingkat kedalaman dan keluasan materi pembelajaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) untuk setiap program pendidikan, dirumuskan dengan mengacu pada deskripsi capaian pembelajaran lulusan dari KKNI.
Pasal 9 ini merupakan acuan utama yang harus diikuti dalam pengembangan kurikulum dengan kata kunci capaian pembelajaran lulusan. Capaian pembelajaran lulusan yang diperkenalkan KKNI hakikatnya sangat berbeda dengan orientasi input, proses, output. Capaian pembelajaran dirumuskan terlebih dahulu, barulah kemudian disusun pendekatan, strategi, teknik dan materi untuk memenuhi capaian pembelajaran tersebut. Pendekatan ini sungguh mengharuskan perubahan pendekatan, strategi, dan cara evaluasi. Sebab capaian pembelajaran harus dirumuskan menjadi keterampilan yang fungsional dan bermakna, yang akan melahirkan lulusan yang siap untuk terus berkembang sesuai kebutuhan dan tuntutan pemangku kepentingan berdasarkan kualifikasi yang terukur. Itulah yang membuatnya berbeda dengan kerangka konseptual BAN PT yang masih menyebut mahasiswa sebagai produk.
Ini bukan perbedaan teknis, tetapi perbedaan filosofis. Tidak mengherankan bila kata kunci yang digunakan untuk karakteristik pembelajaran sangat berbeda antara kerangka konseptual yang digunakan BAN PT dengan Permenristekdikti 44/2015. Berikut urainnya.
Bagian Keempat Standar Proses Pembelajaran
Pasal 10
(1) Standar proses pembelajaran merupakan kriteria
minimal tentang pelaksanaan pembelajaran pada program studi untuk memperoleh capaian pembelajaran lulusan.
(2) Standar proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. karakteristik proses pembelajaran;
b. perencanaan proses pembelajaran;
c. pelaksanaan proses pembelajaran; dan
d. beban belajar mahasiswa.
Pasal 11
(1) Karakteristik proses pembelajaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a terdiri atas sifat interaktif, holistik, integratif, saintifik, kontekstual, tematik, efektif, kolaboratif, dan berpusat pada mahasiswa.
(2) Interaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian pembelajaran lulusan diraih dengan mengutamakan proses interaksi dua arah antara mahasiswa dan dosen.
(3) Holistik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa proses pembelajaran mendorong terbentuknya pola pikir yang komprehensif dan luas dengan menginternalisasi keunggulan dan kearifan lokal maupun nasional.
(4) Integratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang terintegrasi untuk memenuhi capaian pembelajaran lulusan secara keseluruhan dalam satu kesatuan program melalui pendekatan antardisiplin dan multidisiplin.
(5) Saintifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian pembelajaran lulusan
diraih melalui proses pembelajaran yang mengutamakan pendekatan ilmiah sehingga tercipta lingkungan akademik yang berdasarkan sistem nilai, norma, dan kaidah ilmu pengetahuan serta menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan kebangsaan.
(6) Kontekstual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang disesuaikan dengan tuntutan kemampuan menyelesaikan masalah dalam ranah keahliannya.
(7) Tematik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik keilmuan program studi dan dikaitkan dengan permasalahan nyata melalui pendekatan transdisiplin.
(8) Efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian pembelajaran lulusan diraih secara berhasil guna dengan mementingkan internalisasi materi secara baik dan benar dalam kurun waktu yang optimum.
(9) Kolaboratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran bersama yang melibatkan interaksi antar individu pembelajar untuk menghasilkan kapitalisasi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
(10) Berpusat pada mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang mengutamakan pengembangan kreativitas, kapasitas, kepribadian, dan kebutuhan mahasiswa, serta mengembangkan kemandirian dalam mencari dan menemukan pengetahuan.
Jelas terpapar bahwa hanya satu kata kunci yang bersesuaian antara kerangka konsep dan deskripsi yang digunakan BAN PT dan yang dikemukakan Permenristekdikti 44/2015. Merupakan penyederhanaan yang keterlaluan bila ada yang mengatakan bahwa apa yang ditawarkan Perminristekdikti 44/2015 sebenarnya sudah terangkum dalam konsep yang digunakan BAN PT.
Bila menggunakan landasan filosofi dan konstruksi teori yang menjadi dasar pijak bagi kedua konsep yang ditawarkan di atas dapat ditegaskan bahwa BAN PT masih berada dalam kawasan filosofi dan teori moderen. Sedangkan Permenristekdikti 44/2015 sudah menggunakan landasan filosofi dan teori pos (pasca) moderen.
Ciri utama yang membedakan paradigma moderen dengan posmoderen adalah kerangka pikir yang mendasarinya. Modernitas sangat kental ditandai dengan pembedaan tajam seperti operasi biner. Contohnya adalah modernitas membedakan modernisme versus tradisionalisme, individu versus masyarakat, ilmu versus agama, ilmu versus kemanusiaan, berpikir kritis versus berpikir kreatif, global versus lokal, universal versus partikular, deduktif versus induktif, kuantitatif versus kualitatif, mitos versus logos, dan sejumlah besar perbedaan lainnya. Sedangkan paradigma posmoderen lebih cenderung menyatukan atau sintesis.
Sebagai contoh, posmoderen melihat mitos dan logos, deduktif dan induktif, ilmu dan kemanusiaan lebih memiliki titik kesamaan atau paling tidak wilayah yang bertautan. Tidak melulu versus. Modernitas melihat logos dalam bentuknya yang paling canggih yaitu ilmu merupakan lawan dari mitos yang tidak rasional. Namun bukankah dalam perkembangannya ilmu justru menjadi mitos? Bahkan ilmu lebih mirip puisi seperti yang paling tampak dalam fisika mutakhir pada teori superstring atau dunia paralel. Ilmu dulu dibedakan dari mitos karena sifat kepastiannya. Bukankah fisika menerima ketidakpastian Heisenberg? Pada tingkat ini mitos dan logos menjadi sulit dibedakan.
Kini peneliti yang masih mempertentangkan penelitian kuantitatif dengan kualitatif boleh jadi disebut peneliti ketinggalan zaman. Karena keduanya telah disintesiskan dalam metode campur sari.
Permenristekdikti 44/2015 misalnya dalam mengembangkan kata kunci untuk karakteristik proses pembelajaran lebih dekat ke paradigma posmoderen. Itulah sebabnya model berpikir yang dikedepankan adalah holistik yang mengedepankan pola pikir komprehensif yang luas. Di dalamnya semua model atau jenis berpikir dapat digunakan untuk saling melengkapi. Berpikir kritis digunakan sebagai pemicu berpikir kreatif, berpikir deduktif yang berbasis konsep dan teori disintesiskan dengan berpikir induktif yang berbasis fakta dan data.
Saintifik yang berkutat dengan hukum-hukum universal disandingkan dengan kontekstual yang lebih bersifat lokal praktikal. Dalam kerangka pikir saintifik juga diintegrasikan nilai-nilai agama dan kebangsaan. Integratif disandingkan dengan tematik. Makananya keseluruhan dibangun secara sistematis melalui tema-tema yang saling berkaitan.
Oleh karena karakteristik proses pembelajarannya sangat berbeda, tidak mengherankan bila terjadi perubahan dalam evaluasi. Ada dua kata kunci tambahan dibandingkan dengan acuan penilaian BAN PT yaitu edukatif dan otentik. Keduanya mendukung kata-kata kunci yang telah dipaparkan dalam karakteristik proses pembelajaran. Berikut penjelasannya.
Bagian Kelima
Standar Penilaian Pembelajaran
Pasal 19
(1) Standar penilaian pembelajaran merupakan kriteria
minimal tentang penilaian proses dan hasil belajar mahasiswa dalam rangka pemenuhan capaian pembelajaran lulusan.
(2) Penilaian proses dan hasil belajar mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. prinsip penilaian;
b. teknik dan instrumen penilaian;
c. mekanisme dan prosedur penilaian; d. pelaksanaan penilaian;
e. pelaporan penilaian; dan
f. kelulusan mahasiswa.
Pasal 20
(1) Prinsip penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (2) huruf a mencakup prinsip edukatif, otentik, objektif, akuntabel, dan transparan yang dilakukan secara terintegrasi.
(2) Prinsip edukatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penilaian yang memotivasi mahasiswa agar mampu:
a. memperbaiki perencanaan dan cara belajar; dan
b. meraih capaian pembelajaran lulusan.
(3) Prinsip otentik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penilaian yang berorientasi pada proses belajar yang berkesinambungan dan hasil belajar yang mencerminkan kemampuan mahasiswa pada saat proses pembelajaran berlangsung.
(4) Prinsip objektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penilaian yang didasarkan pada standar yang disepakati antara dosen dan mahasiswa serta bebas dari pengaruh subjektivitas penilai dan yang dinilai.
(5) Prinsip akuntabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penilaian yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan kriteria yang jelas, disepakati pada awal kuliah, dan dipahami oleh mahasiswa.
(6) Prinsip transparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penilaian yang prosedur dan hasil penilaiannya dapat diakses oleh semua pemangku kepentingan.
Secara keseluruhan pantas ditegaskan bahwa Permenrustekdikti 44/2015 benar-benar memberikan arah baru pada pendidikan tinggi. Arah baru sebagai antisipasi terhadap perkembangan masyarakat, ilmu, teknologi dan kompetisi global. Karena banyak perubahan yang ditonjolkan, maka merupakan keniscayaan bagaimana perguruan tinggi dan program studi dinilai dalam kaitannya dengan akreditasi harus dirubah.
BAN PT sangat menyadari tantangan ini. Sejak Permendikbud 49/2014 dirancang pada 2013, BAN PT telah melakukan serangkaian kegiatan yang melibatkan para pemangku kepentingan untuk mempersiapkan perubahan instrumen. Sebenarnya perubahan itu dapat dikatakan selesai pada 2015. Namun terjadi perubahan lagi, Permendikbuk 49/2014 diganti dengan Permenristekdikti 44/2015.
Dalam Pertemuan Tahunan 2015 dengan tema Membangun Komitmen dalam Penguatan Sistem Akreditasi Nasional Menuju Pendidikan Tinggi Bermutu di Hotel Grand Cempaka Jakarta, 7-9 Desember 2015, BAN PT telah mengumumkan perubahan pada instrumen akreditasi.
Beberapa catatan tentang perubahan itu adalah:
1) Penggunaan istilah standar disesuaikan dengan peraturan menjadi kriteria. Dulu ada 7 standar, nanti akan dirumuskan 9 kriteria
2) Dikembangkan isntrumen yang menekankan pada orientasi capaian pembelajaran (learning outcomes)
3) Dirumuskan keterkaitan visi, misi, tujuan dan sasaran dengan capaian pembelajaran yang menjadi fokus utama KKNI
4) Pencapaian visi, misi, tujuan, dan sasaran, daya saing nasional/internasional menjadi determinan harkat penilaian
5) Penambahan bobot pada kriteria Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
6) Penilaian Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat mengacu pada delapan standar Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
7) Dirumuskan deskriptor yang lebih rinci dan spesifik untuk penjelasan harkat penilaian kurang dan sangat kurang.
Tentu saja beberapa catatan di atas hanyalah "secuil" dari perubahan yang sedang dijerjakan dengan kesungguhan sangat tinggi oleh BAN PT. Diharapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama BAN PT melakukan langkah-langkah strategis untuk mewujudkan instrumen baru menindaklanjuti Permenristekdikti 44/2015.
PERMENRISTEKDIKTI 44/2015 ADALAH ARAH BARU DALAM PENDIDIKAN TINGGI YANG MENISCAYAKAN PERUBAHAN INSTRUMEN AKREDITASI PERGURUAN TINGGI DAN PROGRAM STUDI.
Sabtu, 06 Februari 2016
PERMENRISTEKDIKTI 44/2015 DAN KENISCAYAAN PERUBAHAN ISNTRUMEN BAN PT
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd