Permenristekdikti 44/2015 mengintegrasikan KKNI kedalamnya dan memerincinya. Dengan demikian menjadi kewajiban bagi perguruan tinggi dan program studi untuk mengubah kurikulum mengikuti ketentuan aturan baru ini. Integrasi KKNI dalam Permenristekdikti 44/2015 tampaknya membawa perubahan mendasar pada kurikulum perguruan tinggi. Hal itu tampak pada perubahan pengertian kurikulum.
Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi pengertian kurikukum tercantum pada Pasal 35 berikut ini,
(1) Kurikulum pendidikan tinggi merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan Pendidikan Tinggi.
(2) Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh setiap Perguruan Tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi untuk setiap Program Studi yang mencakup pengembangan kecerdasan intelektual, akhlak mulia, dan keterampilan.
Sementara itu rumusan yang berbeda tentang kurikulum termaktub dalam Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Perguruan Tinggi. Pada Pasal 1 ayat 6 dinyatakan,
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai capaian pembelajaran lulusan, bahan kajian, proses, dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan program studi.
Ungkapan awal tentang kurikulum menunjukkan kesamaan yaitu seperangkat rencana dan pengaturan mengenai. Kemudian kedua rumusan itu menunjukkan perbedaan. UU 12/2012 merumuskan, tujuan, isi, dan bahan ajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan Pendidikan Tinggi. Sedangkan Permenristekdikti 44/2015 merumuskan, capaian pembelajaran lulusan, proses dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan program studi.
Sangat jelas terlihat penggunaan kata-kata kunci yang berbeda. Ada dua tujuan dalam rumusan UU 12/2012. Mungkin tujuan yang pertama adalah tujuan pembelajaran yang bersifat lebih spesifik. Simpulan itu dibuat karena ungkapan yang mengikutinya terkait dengan bahan dan cara pembelajaran. Sedangkan tujuan kedua merupakan tujuan yang lebih umum yaitu tujuan Pendidikan Tinggi.
Dalam Permenrisetdikti 44/2015 ungkapan kunci yang digunakan adalah capaian pembelajaran lulusan. Ungkapan ini sangat spesifik dan mengacu pada ungkapan kunci KKNI. Konsekuensinya, semua penyelenggara pendidikan tinggi harus segera beralih ke KKNI. Mengapa harus?
Buku Kurikulum Pendidikan Tinggi (K-DIKTI) (2014:2.1) menegaskan,
Sangat penting untuk menyatakan juga bahwa KKNI merupakan perwujudan mutu dan jati diri Bangsa Indonesia terkait dengan sistem pendidikan nasional dan pelatihan yang dimiliki negara Indonesia. Maknanya adalah, dengan KKNI ini memungkinkan hasil pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, diperlengkapi dengan perangkat ukur yang memudahkan dalam melakukan penyepadanan dan penyejajaran dengan hasil pendidikan bangsa lain di dunia. KKNI juga menjadi alat yang dapat menyaring hanya orang atau SDM yang berkualifikasi yang dapat masuk ke Indonesia.
Selanjutnya UU 12/2012 menggunakan ungkapan, isi dan bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. Sedangkan Permenristekdikti 44/2015 menjelaskan, bahan kajian, proses, dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan program studi.
Isi dan bahan ajar lebih menunjukkan sesuatu yang lengkap dan tersedia, seperti menu makanan di restoran yang siap disantap. Sedangkan bahan kajian lebih menegaskan keaktifan dan proses menjadi, berupa analisis dan pencarian, mirip bahan makanan mentah yang harus dirajang cincang, dicampur, diracik, diolah, dibumbui dan dimasak sendiri sebelum dinikmati. Ungkapan ini sebenarnya merupakan dukungan langsung pada ungkapan kunci yaitu capaian pembelajaran. Artinya isi pembelajaran itu bukan sesuatu yang tinggal diambil, tetapi harus diusahakan dengan upaya keras agar tercapai. Kata capai dan turunnya mencapai, tercapai menunjukkan usaha, aktivitas seperti dalam konstruksi mencapai finish, mencapai prestasi.
Karena itu kata yang mengikutinya adalah proses. Sedangkan dalam UU 12/2012 ungkapan yang mengikutinya adalah cara yang digunakan. Di dalam proses pastilah adalah cara, metode, strategi, teknik, taktik, kiat, dan tahapan. Sangat terkesan dorongan untuk terlibat, mengalami, partisipasi, dan aktif. Sangat multidimensi. Sedangkan ungkapan cara yang digunakan bersifat lebih teknis, dan terbatas.
Dalam Permenristekdikti 44/2015 secara terusrat disebutkan penilaian. Artinya capaian pembelajaran lulusan, bahan kajian dan proses dilakukan secara terukur, dinilai, dievaluasi, dan terus diperbaiki. Penilaian adalah aspek sangat penting dalam proses pembelajaran untuk memastikan pencapaian sekaligus melakukan evaluasi terhadap proses dan capaian.
Bagian akhir kedua rumusan sangat menarik untuk diperhatikan. Dalam UU 12/2012 rumusannya adalah, sebagai pedoman penyelenggraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan Pendidikan tinggi. Sedangkan dalam Permenristekdikti 44/2015 rumusannya adalah, digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan program studi.
Rumusan dalam UU 12/2012 lebih terbatas hanya sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. Sedangkan rumusan dalam Permenristrkdikti 44/2015 lebih luas yaitu sebagai pedoman penyelenggaraan program studi.
Kegiatan pembelajaran hanyalah salah satu kegiatan yang dikelola oleh program studi. Sedangkan penyelenggaraan program studi merupakan sistem yang kompleks. Mengapa terdapat perbedaan yang sangat besar?
Hakikinya perbedaan besar itu menunjuktegaskan telah terjadi perubahan revolusioner antara konsep kurikulum lama dengan konsep baru yang dirumuskan dalam KKNI. Dalam pendekatan yang dianut KKNI, capaian prmbelajaran lulusan adalah acuan utama untuk merumuskan bukan saja perangkat pembejaran, juga tatakelola program studi. Itulah alasan mengapa bagian akhir dalam rumusan Permenristekdikti 44/2015 menekankan bahwa capaian pembelajaran lulusan sebagai pedoman penyelenggaraan program studi. Tidak sekadar pedoman kegiatan pembelajaran.
Dalam Permenristekdikti 44/2015 lebih rinci dijelaskan,
Pasal 5
(1) Standar kompetensi lulusan merupakan kriteria
minimal tentang kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dinyatakan dalam rumusan capaian pembelajaran lulusan.
(2) Standar kompetensi lulusan yang dinyatakan dalam rumusan capaian pembelajaran lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar isi pembelajaran, standar proses pembelajaran, standar penilaian pembelajaran, standar dosen dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana pembelajaran, standar pengelolaan pembelajaran, dan standar pembiayaan pembelajaran.
(3) Rumusan capaian pembelajaran lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
a. mengacu pada deskripsi capaian pembelajaran
lulusan KKNI; dan
b. memiliki kesetaraan dengan jenjang kualifikasi pada
KKNI.
Pasal ini menegaskan kedudukan penting capaian pembelajaran lulusan sebagai acuan bagi standar yang lain. Setelah capaian pembelajaran dirumuskan, barulah standar lain yang seluruhnya dikelola progrm studi ditetapkan dan dijabarkan.
Sebagai contoh, setelah capaian pembelajaran lulusan ditetapkan, barulah ditentukan indikator dosen yang akan mengajar terkait dengan kualifikasi, keahlian, pengalaman, keahlian spesifik yang sangat terkait dengan peluang keberhasilan meraih capaian pembelajaran lulusan. Setelah itu ditentukan pendekatan, metode, dan strategi pembelajaran apa saja yang bisa digunakan untuk mendukung keberhasilan pemenuhan capaian pembelajaran lulusan, dan semua standar lainnya.
Tentu saja secara teknis capaian pembelajaran lulusan tersebut harus diturunkan dan diperinci menjadi capaian pembelajaran spesifik menjadi capaian pembelajaran setiap mata kuliah. Dengan cara ini menjadi jelas dan pasti capaian pembelajaran apa yang menjadi target tiap mata kuliah yang kemudian berujung pada capaian pembelajaran lulusan secara keseluruhan.
Capaian pembelajaran lulusan itu harus mengacu pada KKNI. Sebagai contoh Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Pasal 5 ayat f menyebutkan,
Penyetaraan capaian pembelajaran yang dihasilkan melalui pendidikan dengan jenjang kualifikasi pada KKNI terdiri atas: lulusan Diploma 4 atau Sarjana Terapan dan Sarjana paling rendah setara dengan jenjang 6.
Deskripsi Kualifikasi untuk jenjang 6 dan 7 yang merupakan jenjang D IV, Sarjana Terapan, dan Sarjana adalah:
6. Mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni pada bidangnya dalam penyelesaian masalah serta mampu beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi.
Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum dan konsep teoritis bagian khusus dalam bidang pengetahuan tersebut secara mendalam, serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural.
Mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan data, dan mampu memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternatif solusi secara mandiri dan kelompok.
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja organisasi.
Mampu merencanakan dan mengelola sumberdaya di bawah tanggung jawabnya, dan mengevaluasi secara komprehensif kerjanya dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni untuk menghasilkan langkah-langkah pengembangan strategis organisasi.
7. Mampu memecahkan permasalahan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni di dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan monodisipliner.
Mampu melakukan riset dan mengambil keputusan strategis dengan akuntabilitas dan tanggung jawab penuh atas semua aspek yang berada di bawah tanggung jawab bidang keahliannya.
Berdasarkan deskripsi kualifikasi di atas, program studi menyususn capaian pembelajaran lulusan. Capaian pembelajaran sangat penting kedudukannya. Dalam K-DIKTI (2014: 3-24) diuraikan,
Deskripsi Capaian Pembelajaran (CP) menjadi komponen penting dalam rangkaian penyusunan kurikulum pendidikan tinggi (K‐DIKTI). Sebagaimana telah diungkapkan di bab sebelumnya, CP dapat dipandang sebagai resultan dari hasil keseluruhan proses belajar yang telah ditempuh oleh seorang pembelajar/ mahasiswa selama menempuh studinya pada satu program studi tertentu. Dimana unsur capaian pembelajaran mencakup: sikap dan tata nilai, kemampuan, pengetahuan, dan tanggung jawab/hak. Seluruh unsur ini menjadi kesatuan yang saling mengait dan juga membentuk relasi sebab akibat.
Secara umum CP dapat melakukan beragam fungsi, diantaranya :
a) Sebagai Penciri, Deskripsi, atau Spesifikasi dari Program Studi.
b) Sebagai ukuran, rujukan, pembanding pencapaian jenjang pembelajaran dan pendidikan.
c) Kelengkapan utama deskripsi dalam SKPI (Surat Keterangan Pendamping Ijazah).
d) Sebagai komponen penyusun kurikulum dan pembelajaran.
Karena sifatnya yang dapat berfungsi secara multifaset seperti di atas, maka sangat mungkin format diskripsi CP beragam sesuai dengan kebutuhannya. Pada fungsi tertentu CP dapat dan harus dideskripsikan secara ringkas, namun pada saat yang lain perlu untuk menguraikan secara lebih rinci.
Keberagaman format CP sesuai dengan fungsinya tidak boleh menghilangkan unsur‐unsur utamanya, sehingga CP pada program studi yang sama akan tetap memberikan pengertian dan makna yang sama walaupun dinyatakan dengan format berbeda.
Berdasarkan penjelasan dalam K-DIKTI tersebut, maka langkah selanjutnya bagi program studi adalah menjabarkan capaian pembelajaran lulusan berdasarkan deskripsi kualifikasi sarjana yang berasal dari KKNI. Rumusan capaian pembelajaran lulusan tersebut kemudian diturunkan menjadi capaian pembelajaran mata kuliah yang tercantum dalam Rencana Pembelajaran Semester (RPS).
Sebagai contoh, berikut adalah contoh capaian pembelajaran untuk mata kuliah Metodologi Penelitian.
Deskripsi Mata Kuliah :
Mata kuliah ini membentuk pondasi kompetensi melakukan penelitian pendidikan yang memampukan mahasiswa untuk menemukali masalah – masalah pendidikan, mengindentifikasi dan merumuskannya, membedakan berbagai tujuan penelitian yang menjadi indikator pemilihan metode penelitian, dapat memilih dan menentukan metode penelitian yang tepat untuk memecahkan masalah, dan merancang desain penelitian dengan sistematis, lengkap dan rinci berisi prosedur dan tahapan penelitian. Di dalamnya tercakup kemampuan memperbandingkan karakteristik metode penelitian kuantitatif, kualitatif, tindakan, penelitian dan pengembangan, dan campur sari (mixed methods).
Capaian Pembelajaran (Course Learning Outcome = CLO)
1. Mampu mengapresiasi metode penelitian sebagai upaya pemecahan masalah secara ilmiah.
2. Dapat dengan tepat membandingkan berbagai paradigma yang mendasari metodologi penelitian.
3. Dengan tepat dan rinci mampu mengkategorikan prioritas metodologi dalam penelitian sosial dan pendidikan berdasarkan tujuan.
4. Secara kritis mampu menganalisis fungsi teori dan variabel dalam metode penelitian.
5. Dengan tepat bisa membandingkan jenis – jenis metode penelitian kuantitatif.
6. Secara tepat dan sistematis mampu memformulasikan prosedur penelitian terkait dengan perumusan hipotesis, kerangka berpikir, perumusan instrumen, penarikan sampel, pengumpulan dan analisis data.
7. Secara tepat dan rinci dapat menemutunjukkan dua puluh satu karakteristik penelitian kualitatif.
8. Mampu secara tepat memperbandingkan penelitian kualitatif berdasarkan cara kerja dan jenis
9. Secara tepat, rinci dan mendalam mampu memformulasikan prosedur penelitian kualitatif terkait dengan perumusan masalah, strategi pelaksanaan, dan analisis data
10. Dengan tepat dapat memperbandingkan beragam jenis penelitian tindakan yaitu penelitian tindakan pendidikan, partisipatori
11. Secara rinci dan lengkap dapat memformulasikan tahapan pelaksanaan penelitian tindakan
12. Dapat merencanakan dengan tepat pemanfaatan penelitian dan pengembangan
13. Secara tepat dan rinci dapat mengkonstruksi prosedur pelaksanaan penelitian dan pengembangan
14. Mampu merancang pelaksanaan penelitian campur sari ( mix methods ) dengan tepat
15. Secara rinci dan tepat dapat memformulasikan tahapan pelaksanaan penelitian campur sari
16. Secara tepat dapat memutuskan penggunaan metode penelitian sesuai tujuan penelitian.
Kemudian dibuatkah RPS dengan kengkap sebagaimana yang dituntut dalam Permenristekdikti 44/2015. Capaian pembelajaran yang telah dirumuskan di atas yang menjadi acuan untuk memilih semua kelengkapan pembelajaran seperti metode pembelajaran dan cara-cara penilaian.
Untuk memastikan capaian pembelajaran yang telah dirumuskan di atas dapat terpenuhi. Disarankan untuk melengkapi RPS dengan panduan tugas yang secara lebih spesifik memberikan tugas dan langkah-langkah pelaksanaannya berikut ini.
PANDUAN PENUGASAN MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN
Pada hakikatnya mata kuliah ini bertujuan memampukan mahasiswa menerapkan pendekatan keilmuan untuk mencaritemukan masalah-masalah pendidikan dan merumuskan solusinya. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dirancang sejumlah penugasan dan kegiatan praktis yang memberi kesempatan pada mahasiswa untuk mengembangkan sejumlah kemampuan melalui strategi mengalami secara langsung .
Kemampuan-kemampuan dimaksud adalah:
1. Mengidentifikasi dan merumuskan masalah penelitian pendidikan
2. Merancang proposal penelitian sederhana berisi jabaran tentang metode penelitian
3. Melakukan pengamatan
4. Melakukan wawancara
5. Membuat instrumen penelitian.
1. Mengidentifikasi dan merumuskan masalah penelitian pendidikan
Agar para mahasiswa memiliki lebih banyak kebebasan memilih masalah dan metode penelitian yang akan digunakan, sebaiknya mahasiswa dilatih untuk mengidentifikasi dan merumuskan masalah penelitian setidaknya dalam tiga metodologi penelitian yaitu kuantitatif, kualitatif, dan penelitian tindakan kelas.
Pada tahap pertama mahasiswa diminta melakukan analisis terhadap skripsi yang sudah ada dan mencari sumber-sumber lain di internet. Analisis dilakukan hanya pada bab pertama yang berisi latar belakang, identifikasi, dan perumusan masalah penelitian.
Dalam melakukan tugas pada tahap ini, mahasiswa melakukan analisis terkait dengan ciri masalah pada tiap metodologi penelitian. Apa saja ciri-ciri masalah dalam ketiga jenis metodologi penelitian. Mahasiswa harus dapat merumuskan ciri-ciri tersebut dengan bahasanya sendiri secara tertulis. Apa yang membedakan masalah penelitian dalam ketiga metodologi penelitian terkait dengan cara identifikasi, pembatasan dan perumusannya.
Tahapan selanjutnya adalah mahasiswa diwajibkan mengidentifikasi, membatasi, dan merumuskan masalah penelitian dalam ketiga metodologi penelitian masing-masing tiga masalah. Jadi tiap mahasiswa harus merumuskan sembilan masalah. Sumber masalah bisa sangat beragam yaitu teori yang dipelajari dalam berbagai mata kuliah utama, berbagai bahan bacaan lain, pengalaman para mahasiswa selama mengikuti pendidikan dibarbagai tingkat, hasil diskusi di antara mahasiswa, serta hasil pengamatan yang berbasis fakta, data, dan peristiwa.
Setelah itu mahasiswa saling menukarkan hasil pekerjaannya dengan teman yang dipilihnya sendiri atau ditentukan oleh dosen. Setiap masalah harus dianalisis untuk melihat apakah memenuhi syarat sebagai masalah penelitian. Mahasiswa yang bertukar hasil pekerjaan dibolehkan berdiskusi untuk saling menjelaskan dan mengoreksi. Cara lain yang dapat dipilih adalah membentuk kelompok kecil 3-4 mahasiswa dan mendiskusikan hasil pekerjaannya.
Hasil diskusi ini kemudian dipilih beberapa untuk ditampilkan agar didiskusikan oleh kelas di bawah bimbingan dosen untuk diperbaiki dan disempurnakan. Kemudian hasilnya dikumpulkan, dosen memiliki kewajiban untuk mengembalikan pekerjaan tersebut pada pertemuan berikutnya. Pengembalian itu tentu saja sudah dikoreksi jika masih salah, diperbaiki dan diberi komentar.
2. Merancang proposal penelitian sederhana berisi jabaran tentang metode penelitian
Kemampuan ini mutlak harus dimiliki oleh semua mahasiswa yang mengikuti mata kuliah metodologi penelitian. Pemahamannya tentang hakikat penelitian sebagai penerapan cara kerja ilmu untuk memecahkan masalah sangat terlihat dari kemampuan membuat rancangan atau penelitian proposal sederhana.
Proposal penelitian menunjukkan secara nyata pemahamannya terhadap berfikir keilmuan yang diujudkan dalam meyusun strategi pemecahan masalah mulai dari memberikan argumentasi logis-rasional dan empiris pada latar belakang masalah, kajian teori, sampai strategi dan langkah-langkah pemecahan masalah dalam metodologi penelitian yang berisi uraian rinci tentang metode penelitian.
Oleh karena kemampuan ini bersifat kompleks dan memiliki tingkat yang tinggi, maka sebaiknya mahasiswa belajar melalui model dengan melakukan analisis terhadap skripsi yang telah ada. Meskipun semua bagian skripsi harus dibaca, namun fokus utama ditujukan pada bab atau bagian metodologi penelitian.
Dianjurkan agar mahasiswa melakukan kegiatan ini dalam kelompok kecil yang terdiri dari 3-4 orang. Setelah melakukan kajian, para mahasiswa diberi kebebasan untuk memilih, apakah akan menulis proposal penelitian sederhana sendiri atau berkelompok.
Apapun pilihannya, mahasiswa harus menggunakan rumusan masalah yang telah dibuat dalam kegiatan pertama. Keharusan ini dibuat untuk menjaga konsistensi seluruh kegiatan praktis yang bermasksud untuk meningkatkan kemampuan mereka.
Hasil pekerjaan mahasiswa baik individu maupun kelompok, kemudian didiskusikan dalam kelompok kecil yang terdiri dari 3-4 mahasiswa. Proposal penelitian yang didiskusikan adalah yang dibuat oleh individu atau kelompok lain.
3. Melakukan pengamatan
Pengamatan merupakan kemampuan esensial dan fundamental bagi para peneliti. Semua jenis penelitian menempatkan pengamatan sebagai cara mengumpuldapatkan data untuk berbagai keperluan seperti menguji hipotesis atau menggali pola dan proses. Khusus untuk penelitian kualitatif, pengamatan merupakan cara paling utama untuk memeroleh sebanyak mungkin info dan data yang dibutuhkan.
Pada dasarnya ada dua kemampuan yang dilatihkan pada bagian ini yaitu:
1). kemampuan melakukan penelitian yang cermat, rinci, mendalam dan fokus
2). menuliskan hasil pengamatan. Perlu sangat disadari tidak mudah melaporkan hasil pengamatan dengan objektif apa adanya secara tertulis. Kebanyakan peneliti kurang memiliki kemampuan mendeskripsikan hasil pengamatannya. Pada umumnya mereka menjelaskan dan memberi penilaian terhadap apa yang diamati. Saat meneliti seorang guru yang sedang mengajar, ada peneliti yang membuat catatan pengamatan sbb: guru itu mengajar dengan buruk, ia memberi pujian secara berlebih-lebihan. Apa yang ditulis si peneliti ini bukanlah deskripsi hasil pengamatan, tetapi sudah memberikan penilaian dan menjelaskan. Seharusnya ia mendeskripsikan secara rinci dan lengkap bagaimana guru itu membuka pelajaran, menjelaskan materi, memberi kesempatan pada murid untuk bertanya dan menanggapi, dan bagimana cara guru itu memuji para murid. Dengan deskripsi yang lengkap dan rinci tentang semua kegiatan tersebut, para pembaca laporan pengamatan akan bisa membuat kesimpulan dan menilai guru. Jangan pengamat yang membuat penilaian.
Menuliskan bahwa seseorang itu gendut bukanlah deskripsi, tetapi merupakan penilaian. Deskripsikan saja dengan tepat dan rinci berapa kira-kira tinggi dan berat badan orang itu. Dari deskripsi itu, para pembaca berkesimpulan bahwa orang yang diamati itu gendut atau tidak. Jangan pengamat yang menyatakannya.
Kegiatan dimulai dari pengamatan terhadap objek tidak bergerak dan dilakukan di dalam kelas. Mulailah dengan objek sederhana seperti penghapus papan tulis. Apakah mehasiswa bisa mendeskripsikannya dengan tepat, rinci, dan lengap. Mahasiswa diminta menuliskan hasil pengamatannya. Minta beberapa mahasiswa membacakan hasil pengamatan yang ditulisnya. Beri kesempatan beberapa mahasiswa lain untuk menanggapi. Apakah hasil pengamatan sudah tepat, rinci, dan lengkap. Apakah ada penilaian.
Kemudian pilih objek yang lebih rumit bentuk, warna, dan ukurannya. Setelah itu minta seorang mahasiswa duduk di depan kelas untuk diamati. Biasanya hasil pengamatan terhadap manusia sangat dicoraki oleh penilaian. Pengamatan terhadap manusia ini sangat penting dilakukan agar para mahasiswa sungguh-sungguh dapat membuat laporan pengamatan yang bebas dari penilaian dan meningkatkan kemampuannya untuk mendeskripsikan.
Selanjutnya latihan ditingkatkan dengan mengamati interaksi sosial yang terbatas di sekitar kampus. Interaksi sosial terbatas itu contohnya adalah mengamati beberapa mahasiswa yang sedang ngobrol di tempat tertentu di kampus. Batasi waktu pengamatan, dan secara bertahap tingkatkan waktu pengamatan. Mulai dengan tiga menit, kemudian lima menit, sepuluh menit dan seterusnya.
Mengapa harus dibatasi waktunya? Agar mahasiswa bisa mengamati dengan fokus dan rinci. Mengamati interaksi sosial tiga menit membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk membuat laporan tertulisnya, mungkin lebih. Laporan pengamatan harus segera dibuat setelah pengamatan berlangsung. Bila ditunda, besar kemungkinan mahasiswa membaurcampurkan hasil pengamatannya dengan pendapat pribadinya.
Laporan hasil pengamatan harus didiskusikan dalam kelompok kecil dan diperiksa oleh dosen. Dosen harus memberikan penilaian dalam bentuk catatan perbaikan dan komentar untuk meningkatkan kemampuan. Jangan hanya memberi nilai.
Dalam penelitian kualitatif ada tiga jenis pengamatan yaitu: 1). pengamatan biasa yang terjarak sebagaimana layaknya dalam penelitian kuantitatif
2). pengamatan terlibat/pertisipatif/berperan serta terbatas
3). pengamatan terlibat/partisipatif/berperan serta penuh.
Ketiga jenis pengamatan ini harus dilatihkan, juga secara bertahap. Sebaiknya pelatihan dilakukan dalam lingkungan kampus atau tempat tinggal para mahasiswa. Dipilih lingkungan yang relatif sudah dikenalnya agar para mahasiswa secara bertahap dapat meningkatkan kemampuannya untuk masuk ke latar penelitian yang sudah dikenalnya. Cara ini menggunakan prinsip memulai dari yang mudah.
Persyaratan untuk dapat melakukan pengamatan terlibat baik yang terbatas maupun penuh adalah kemampuan membangun hubungan dan komunikasi. Karena itulah mahasiswa diminta melakukannya dalam lingkungan yang sudah dikenal terlebih dahulu. Bila ia sudah melakukannya beberapa kali, barulah ia diberi tugas untuk melakukan tugas ke latar penelitian yang kurang dikenalnya sampai yang asing baginya.
Oleh karena pengamatan terlibat terbatas dan penuh itu memang lebih sulit dilakukan, harus ditentukan waktu untuk melakukan pengamatan. Mulailah dari waktu pengamatan yang pendek selama tiga sampai lima menit. Pada tahap awal ini biarkan mahasiswa mengamati secara umum apapun yang bisa diamatinya.
Pada tahap berikut tambah waktu pengamatan dan fokuskan pengamatan pada aspek tertentu, misalnya pola interaksi sesama mahasiswi, atau mahasiswi yang menggunakan kerudung dengan teman pria. Usahakan mahasiswa melakukan pengamatan dalam latar yang berbeda, misalnya pengamatan interaksi mahaiswa di lobby kampus dan di kantin kampus.
Bila kemampuan mahasiswa sudah mulai terbentuk maka perlu pengasahan agar menjadi lebih baik. Saatnya memilih latar dan kelompok yang lebih sulit untuk dimasuki. Pada tingkat ini mahasiswa harus mengembangkan kemampuan untuk membangun hubungan dengan orang-orang yang tidak dikenalnya, dan menemukan orang yang dapat dijadikan informan kunci.
Hanya melalui pelatihan dengan pengalaman langsung seperti ini mahasiswa bisa menumbuhkan kemampuannya untuk memilah dan memilih fokus pengamatan, menumbuhkanmekarkan empati, dan semakin sensitif untuk berperilaku yang tepat saat melakukan pengamatan dalam konteks sosial yang nyata. Sensitivitas ini perlu ditumbuhkan karena setiap komunitas memiliki sejumlah norma, kebiasaan, adat istiadat yang harus diperhatikan dan dihormati. Hanya dengan penghormatan dan penghargaan itu pengamatan terlibat bisa dilakukan dengan baik.
Sangat disarankan agar para mahasiswa membuat pedoman pengamatan yang berisi apa saja, siapa saja, kegiatan apa saja yang harus diamati lengkap dengan aspek-aspeknya. Pedoman pengamatan ini akan sangat membantu untuk mengarahkan pengamatan. Tentu saja pedoman ini bersifat terbuka. Artinya pengamatan lapangan sangat memungkinkan untuk membuat pedoman itu diubah sesuai dengan temuan lapangan. Para mahasiswa juga bisa menggunakan sejumlah pedoman yang telah ada seperti Alat Penilaian Kemapuan Guru (APKG) dan melakukan pengamatan berdasarkan pedoman tersebut.
Khusus untuk pengamatan terlibat penuh, pelatihan bisa dimulai pada organisasi kemahasiswaan, proses belajar mengajar di sekolah, pemukiman penduduk seperti perumahan kumuh, di panti sosial dan beragam konteks sosial yang berbeda-beda. Harus dirancang agar komunitas yang dimasuki semakin lama meningkat tingkat kesulitannya. Tingkat kesulitan adalah sulitnya komunitas tersebut dimasuki. Dengan demikian mahasiswa semakin dipicu untuk mengembangkan berbagai kemampuan yaitu kemampuan mengamati, membangun hubungan, dan berkomunikasi dengan banyak orang.
4. Melakukan wawancara
Wawancara merupakan cara yang digunakan dalam semua jenis penelitian untuk melakukan penggalian data. Ada banyak hal yang tidak bisa diperoleh melalui pengamatan dapat digali dan diperdalam menggunakan wawancara. Wawancara dan pengamatan sebenarnya saling melengkapi. Apa yang didapat melalui wawancara, bisa diperiksa kebenarannya dengan pengamatan.
Sebagai contoh, dalam wawancara seorang guru menyatakan bahwa ia sangat memerhatikan aspirasi para muridnya. Apakah ia sungguh memerhatikan aspirasi para muridnya, bisa diperiksa melalui pengamatan. Oleh karena itu harus ada pelatihan wawancara sebagai bagian dari kemampuan yang harus dimiliki para mahasiswa agar bisa menjadi peneliti yang unggul.
Wawancara merupakan tindakan komunikasi. Oleh karena itu keberhasilan dalam wawancara sangat ditentukan oleh kemampuan dalam berkomunikasi. Pastilah para mahasiswa telah mengembangkan sejumlah kemampuan dalam berkomunikasi. Penugasan yang dilakukan adalah melatih mahasiswa melakukan komunikasi untuk menggali informasi dari berbagai sumber melalui wawancara.
Ini bermakna bahwa wawancara adalah tindak komunikasi yang bersifat khusus yaitu komunikasi yang bertujuan menggali informasi, termasuk yang dirasakan sebagai informasi rahasia. Agar berhasil, pelatihan ini dilakukan secara bertahap.
Tahap pertama adalah melakukan wawancara secara terstruktur dengan cara mehasiswa menyusun sejumlah pertanyaan yang diturunkan dari masalah penelitian yang telah dirumuskannya. Bila kegiatan ini dirasakan masih terlalu berat, bisa dimulai dengan wawancara bebas dengan sesama mahasiswa, petugas keamanan kampus, panjaga kantin, atau tukang parkir.
Jika mahasiswa telah terbiasa menggali informasi menggunakan wawancara bebas, wawancara terstruktur bisa dilakukan. Mulailah dengan 5 sampai 10 pertanyaan. Kemudian jumlah pertanyaan bisa ditambah atau dari jawaban-jawaban yang diberikan dikembangkan pertanyaan-pertanyaan yang lebih mendalam.
Agar mahasiswa bisa melatih ketajamannya untuk mendengarkan secara fokus dan bisa memerhatikan orang yang diwawancarai, pada tahap pertama ini mereka dilarang menggunakan alat bantu untuk merekam. Mahasiswa harus menggunakan alat tulis dan kertas saja.
Segera setelah wawancara mahasiswa segera membuat laporan wawancara dalam catatan wawancara. Jangan lupa mencatat bahasa tubuh orang yang diwawancara. Jangan hanya mencatat apa yang dikatakannya. Karena dalam wawancara berlaku prinsip, dengarkan apa yang tidak mereka katakan.
Bila mahasiswa telah terbiasa melakukan wawancara terstruktur, maka pelatihan dilanjutkan dengan wawancara kualitatif yang bersifat mendalam. Wawancara kualitatif sebenarnya merupakan perbincangan yang sama dengan perbincangan informal dalam hidup keseharian. Bedanya adalah wawancara kualitatif lebih terfokus untuk menggali informasi tertentu sesuai dengan fokus penelitian.
Wawancara kualitatif ini biasanya lebih sulit karena bersifat menggali dan "membongkar" informasi untuk mendapatkan penjelasan yang rinci dan mendalam atas apa yang ditemukan melalui pengamatan. Wawancara kualitatif memang bersifat mencari informasi di balik apa yang tampak di permukaan. Sebagai contoh, ada ibu guru yang bersifat kurang ramah pada siswi tertentu. Sangat terlihat dalam proses pembelajaran ia menunjukkan sikap kurang suka yang ditampilkan melalui suara yang keras bila memanggil, tidak memberi kesempatan untuk maju, dan memberikan nilai yang selalu rendah untuk mata pelajaran yang nilainya bersifat kualitatif. Untuk mendapatkan penjelasan atas semua gejala ini perlu dilakukan wawancara terhadap murid dan guru bersangkutan. Pastilah tidak selalu mudah untuk menggali dan "membongkar" alasan, motivasi, dan penyebab kejadian ini. Perlu strategi khusus agar ibu guru itu mau mengungkapkan secara jujur ada apa sebenarnya di balik peristiwa ini.
Tidak ada cara lain untuk mendapatkan informasi-informasi yang mendalam selain dengan wawancara. Oleh karena itu para mahasiswa harus terus dilatih agar bisa melakukan wawancara kualitatif ini.
Secara bertahap pelatihan bisa dimulai dengan mewawancarai orang yang dikenal, kurang dikenal, tidak dikenal dan orang yang tergolong asing bagi mahasiswa. Khususnya mereka yang sangat sulit untuk diajak berkomunikasi.
Peningktan derajat kesulitan ini harus dilakukan agar mahasiswa berkembang kemampuannya untuk memahami beragam tipe orang dan memampukannya merumuskan beragam strategi untuk bisa membangun hubungan dan menggali informasi dari siapa pun.
5. Membuat instrumen penelitian
Dalam penelitian kualitatif, instrumen utama penelitian adalah peneliti itu sendiri. Dengan demikian penugasan untuk melatih kemampuan pengamatan dan wawancara secara langsung merupakan pelatihan bagi penajaman kemampuan peneliti sebagai instrumen penelitian.
Tidak demikian halnya dengan penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kuantitatif instrumen dibuat untuk mengukur atau mendapatkan data terkait dengan variabel-variabel penelitian. Karena itu instrumen dalam penelitian kuantitatif bisa berupa tes, kuesioner, dan berbagai skala.
Oleh karena itu penugasan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa membuat instrumen dalam penelitian kuantitatif berbeda dari penelitian kualitatif. Sebagai langkah pertama, mahasiswa diminta melakukan analisis terhadap skripsi dengan perhatian atau fokus pada bagian atau bab tentang kajian terori dan metodologi penelitian terkait dengan instrumen penelitian.
Urutan dalam pengembangan instrumen dalam penelitian kuantitatif adalah sebagai berikut:
1). melakukan analisis dan penjelasan variabel menggunakan teori yang relevan. Penjelasan itu tidak cukup hanya menguraikan hakikat variabel. Juga harus ada uraian tentang ciri atau karakteristik variabel, dan cara-cara mengukur variabel. Bila variabelnya adalah metode pembelajaran seperti pembelajaran kuantum, juga harus ada penjelasan kelebihan dan kekurangannya, serta tahapan pelaksanaanya, serta pilihan strategi untuk melaksanakannya.
2). berdasarkan uraian tentang variabel di atas, mahasiswa membuat definisi konseptual tentang variabel
3). beranjak dari definisi konseptual di atas, mahasiswa membuat definisi operasional tentang variabel. Dalam definisi operasional harus diuraikan dengan jelas dan tepat apa yang hendak diukur dan bagaimana cara mengukurnya
4). atas dasar definisi konseptual di atas, mahasiswa kemudian membuat kisi-kisi instrumen
5). bertolak dari kisi-kisi instrumen, mahasiswa mengembangkan instrumen penelitian.
Apapun jenis instrumen yang akan digunakan, langkah-langkah di atas harus dilaksanakan. Instrumen yang sudah dibuat didiskusikan dalam kelompok kecil yang terdiri dari 3-4 mahasiswa. Kemudian diperbaiki sesuai atau mengikuti masukan yang diberikan. Sebaiknya intrumen yang telah dibuat diujicoba agar diketahui apakah layak untuk digunakan atau harus diperbaiki lagi.
Semua penugasan yang merupakan pelatihan untuk mencapai kemampuan yang telah digariskan di atas, harus menjadi bagian integral dari seluruh proses perkuliahan. Karena itu diberikan bobot penilaian antara 20-35% dari seluruh nilai mahasiswa dalam mata kuliah ini.
Berikutnya contoh untuk mata kuliah Manajemen Konflik.
Deskripsi Mata Kuliah :
Mata kuliah ini berisi tahapan, proses tingkatan dan berbagai gaya / model manajemen konflik, juga memuat lima kebutuhan yang harus dilaksanakan dalam manajemen konflik dan lima larangan selama konflik, terdapat pula aspek emosional konflik dan bentuk-bentuk intervensi untuk menyelesaikan konflik, serta model-model klasik penyelesaian konflik.
Capaian Pembelajaran ( Course Learning Outcome = CLO )
1. Dengan tepat dapat memformulasikan tahapan konflik
2. Secara tepat dan rinci mampu menemutunjukkan proses konflik
3. Mampu secara tepat dan rinci memperbandingkan lima gaya manajemen konflik
4. Dengan tepat dan rinci mampu memperbandingkan tingkatan konflik
5. Mampu menilai lima kebutuhan yang harus dilaksanakan dalam manajemen konflik
6. Dapat secara tepat mempertimbangkan lima larangan selama konflik
7. Mampu mengukur dengan tepat aspek emosional konflik
8. Dapat merancang bentuk-bentuk intervensi untuk penyelesaian konflik
9. Mampu memperbandingkan dengan tepat model klasik penyelesaian konflik.
PADUAN TUGAS MATA KULIAH MANAJEMEN KONFLIK
Mata kuliah ini bertujuan memampukan mahasiswa mengenali dengan tepat penyebab dan pemicu konflik serta berbagai upaya untuk melakukan pengelolaan konflik secara positif. Sebagai calon guru untuk mata pelajaran Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, para mahasiswa harus memahami dan mengkaji konflik secara lengkap, rinci dan mendalam dari beragam sudut pandang terkait dengan berbagai bidang ilmu sosial yaitu geografi, sejarah, sosiologi, ekonomi, antropologi, politik, dan sistem sosial. Bersamaan dengan itu menumbuhmekarkan kesadaran dan kecerdasan sosial melalui penelusuran empiris ke lokasi-lokasi konflik untuk memahami konflik dari orang-orang yang terlibat secara langsung untuk menggali penghayatan mereka terhadap konflik dan akibat-akibatnya.
Oleh karena itu penugasan yang diberikan memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan sejumlah kemampuan yaitu:
1. analisis kritis terhadap sejumlah konflik besar yang pernah terjadi di Indonesia melalui analisis pustaka dan berbagai sumber lain untuk memahami secara lengkap, rinci dan mendalam berbagai konflik yang pernah terjadi
2. mempertanggungjawabkan hasil analisis kritis dalam komunikasi interaktif melalui presentasi kelas
3. melakukan kajian lapangan menggunakan metode penelitian kualitatif untuk menggali penyebab, proses, dan solusi konflik di berbagai tempat di Jabodetabek
4. mengembangkan kemampuan empatis dengan cara memahami konflik dari sudut pandang orang-orang yang terlibat dalam konflik
5. merumuskan sejumlah solusi konflik berdasarkan kajian pustaka dan kajian lapangan yang telah dilakukan.
Untuk mencapai tujuan-tujuan di atas dirumuskan dua tugas pokok yang harus dilakukan oleh para mahasiswa secara berkelompok. Kedua tugas tersebut adalah:
1. Analisis kritis terhadap berbagai konflik yang pernah terjadi di Indonesia. Analisis kritis dilakukan berdasarkan kajian pustaka dan berbagai sumber yang tersedia di internet
2. Melakukan kajian lapangan dengan metode penelitian kualitatif terhadap berbagai konflik yang pernah terjadi di Jabodetabek.
Secara lebih rinci, penugasan tersebut diurai sebagai berikut:
1. Analisis kritis terhadap berbagai konflik yang pernah terjadi di Indonesia. Analisis kritis dilakukan berdasarkan kajian pustaka dan berbagai sumber yang tersedia di internet
Terkait dengan tugas pertama ini, rangkaian kegiatan didasarkan pada sejumlah dasar tolak yaitu:
A. Konflik dibagai dalam tiga kategori yaitu:
1). Konflik antara negara/pemerintah dengan masyarakat
2). Konflik antara perusahaan dengan masyarakat
3). Konflik antara masyarakat dengan masyarakat.
B. Penjelasan terkait konflik harus didasarkan pada pendekatan transdisiplinary yang dikembangkan dalam PIPS yang mengintegrasikan semua dimensi ke-IPS-an secara holistik integratif. Secara lebih rinci penjelasan diuraikan terkait dengan:
a). beragam penyebab dan pemicu konflik
b). tahapan-tahapan konflik
c). proses-proses terjadinya konflik, termasuk rentang waktu konflik
d). akibat-akibat konflik, menyangkut korban manusia, kerugian ekonomis, politik, sosial, kebudayaan, dan lingkungan
e). kondisi georafis, demografis, sumber daya alam dari wilayah atau lokasi konflik
f). latar belakang budaya, sosial, politik, ekonomi dari subjek yang terlibat konflik.
C. Menjelaskan berbagai upaya penyelesaian konflik mencakup
a). strategi
b). proses
c). keikutsertaan para pihak
d). waktu yang dibutuhkan
e). kendala
f). hasil.
Hasil kajian dituangkan dalam bentuk makalah dan power point untuk dipresentasikan oleh kelompok dalam diskusi kelas.
2. Melakukan kajian lapangan dengan metode penelitian kualitatif terhadap berbagai konflik yang pernah terjadi di Jabodetabek.
Kajian lapangan ini bukan saja dimaksudkan untuk mengetahui berbagai hal tentang konflik yang pernah terjadi, juga sebagai upaya untuk memahami konflik dari sudut pandang orang yang terlibat, atau minimal orang yang secara langsung melihat konflik itu baik sebagai saksi atau sebagai pihak yang ikut menyelesaikan.
Kajian lapangan ini menggali:
a) sebab dan pemicu konflik
b) proses terjadinya konflik dan waktu berlangsungnya
c) pihak-pihak yang terlibat
d) akibat yang ditimbulkan
f) upaya penyelesaian.
Harus didapatkan gambaran rinci terkait kondisi sosiologis dan ekonomis semua pihak yang terlibat konflik agar pemahaman terhadap konflik lebih mendalam. Termasuk penggalian terhadap latar belakang konflik.
Laporan dibuat dalam bentuk laporan tertulis dan power point untuk didiskusikan di dalam kelas.
Program studi harus memastikan bahwa RPS dan panduan tugas dibuat oleh para dosen dan diberikan kepada mahasiswa sebelum kuliah pertama dimulai. Dengan demikian proses pembelajaran akan berjalan dengan baik dan pasti karena sejak mula mahasiswa telah mengetahui kegiatan apa saja yang akan dijalaninya selama satu semester.
Panduan tugas sengaja dibuat agar capaian pembelajaran yang menurut KKNI harus sekaligus mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan dapat diujudkan. Karena panduan tugas memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengalami sendiri dalam bentuk praktik langsung pemahaman mendalam terhadap seluruh aspek pembelajaran dalam mata kuliah.
Contoh di atas menunjukkan bagaimana capaian pembelajaran merupakan pemacu dan pemicu bagi program studi untuk bekerja secara tersistem, terstruktur, terjadwal dan terukur. Oleh karena capaian pembelajaran telah berisi apa saja yang harus dikerjakan oleh dosen, mahasiswa, dan program studi secara bersama-sama.
Dalam kaitan inilah BAN PT telah merancang model penilaian yang mengaitkan visi, misi, tujuan, rencana strategis dengan capaian pembelajaran lulusan. Program studi yang baik dan bermutu adalah yang mampu mewujudnyatakan visi, misi, tujuan dan rencana strtegis dalam capaian pembelajaran lulusan.
MEWUJUDNYATAKAN CAPAIAN PEMBELAJARAN LULUSAN MERUPAKAN INDIKATOR MUTU PROGRAM STUD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd