Minggu, 20 Maret 2016

HAMBALANG: MONUMEN KORUPSI PARTAI DEMOKRAT

Aneh. Ada yang kebakaran bulu ketek.

Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Hambalang. Proyek yang telah menggerus uang negara triliyunan itu terbengkalai. Tragis kelihatannya, gedung rombeng di tengah ilalang. Presisden Jokowi hendak melanjutkan proyek Hambalang. Sederhana saja alasannya yaitu agar uang negara yang telah digunakan tidak mubazir.

Tindakan Presiden Jokowi sebenarnya sangat normal sebagai seorang presiden yaitu mengambil keputusan terkait proyek yang menggunakan uang negara atau rakyat yang faktanya sedang terbengkalai. Bila keputusan tidak diambil bangunan sangat mahal itu hanya akan menjadi kandang tikus dan sarang burung liar, serta tempat mabuk-mabukan dan maksiat.

Sungguh sama sekali tak ada yang luar biasa. Sebuah kunjungan untuk melihat kenyataan secara langsung. Dengan demikian bisa dibuat keputudan yang tepat.

Entah kenapa, tiba-tiba sejumlah tokoh Partai Demokrat seperti kebakaran bulu ketek. Mereaksi secara berlebihan kunjungan Presiden Jokowi ke Hambalang. Ada..... apa...... denganmu?

Mungkin saja, tindakan Presiden Jokowi blusukan ke Hambalang seperti menyirami bagian tubuh dengan alkohol. Bagi orang yang bagian tubuhnya sehat, baik-baik saja, alkohol itu terasa sejuk. Sedangkan bagi mereka  yang ada luka di bagian tubuh itu, pastilah terasa sangat sakit.

Jangan salahkan orang  yang menuangkan alkohol. Karena rasa sakit itu terjadi disebabkan luka yang memang telah ada di bagian tubuh itu. Megakorupsi Hambalang tak terbantahkan adalah luka bernanah Partai Demokrat. Bukan sekadar luka, tetapi borok. Borok menganga.

Boleh jadi para tokoh Partai Demokrat itu merasa tidak enak hati dan dipermalukan. Tindakan Presiden Jokowi blusukan di Hambalang terasa seperti menohok mereka. Dirasakan sebagai upaya membuka borok menganga Partai Demokrat.

Berbeda dengan PKS dan PPP. PKS hanya presiden partainya yang masuk penjara karena korupsi. Juga PPP, hanya ketua umumnya yang terjerat kasus korupsi dalam satu proyek. Partai Demokrat sama sekali berbeda. Sejumlah petingginya sekaligus masuk penjara karena kasus megakorupsi Hambalang. Dimulai dari bendaharanya, si burung murai, Nazaruddin. Berkat kicauaannya Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng, dan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, nyungsep ke penjara. Karena itu Hambalang adalah Monumen Korupsi Partai Demokrat.

Kita semua sama tahu, karena sangat kecewa atas kasus megakorupsi Hambalang yang melibatkan para petinggi Partai Demokrat, rakyat menghukum dan Partai Demokrat kalah telak dalam pemilu. Barangkali dalam konteks inilah petinggi Partai Demokrat menuduh Presiden Jokowi menggunakan proyek mangkrak Hambalang untuk pencitraan.

Memang terasa sangat aneh reaksi lebay para petinggi Partai Demokrat. Sangat aneh karena tanpa kehadiran Presiden Jokowi ke Hambalang, kasus megakorupsi Hambalang tak akan pernah dilupakan oleh banyak orang di negeri ini. Bukan saja karena kasusnya belum sekesai, dan masih adanya tersangka. Juga karena banyaknya petinggi sebuah partai yang akhirnya masuk penjara. Artinya secara sederhana orang gampang membuat kesimpulan bahwa Partai Demokrat adalah partai korup.

Dulu seorang pembantu Presiden SBY mengumumkan Golkar adalah partai yang paling korup karena kadernya lebih banyak yang korup dibandingkan Partai Demokrat. Disebut juga bahwa kader PDIP lebih banyak yang terlibat kasus korupsi dibandingkan Partai Demokrat. Pastilah penyebutan itu sengaja dilakukan untuk membela Partai Demokrat yang saat itu benar-benar terbelit dan remuk redam karena dalam waktu bersamaan banyak petingginya yang menjadi tersangka kasus korupsi.

Sebagian besar rakyak Indonesia sudah sangat nalar dan nakar. Jadi tidak perku diajari tentang partai mana yang paling korup. Mereka sudah tahu Golkar dan PDIP banyak kadernya yang tersangkut kasus korupsi. Tetapi persolannya adalah rentang waktu. Golkar dan PDIP banyak kadernya terlibat korupsi dalam waktu yang realtif panjang. Kedua partai itu merupakan partai lama dan menempatkan banyak kadernya pada posisi strategis. Karena itu banyak kadernya yang bermental buruk terjerumus dalam kasus korupsi.

Sedangkan Partai Demokrat baru seumur jagung, partai kemaren sore, tetapi dalam saat bersamaan dan relatif singkat, kader-kader utamanya yang merupakan petingi-petinggi partai terjerat kasus bukan korupsi biasa, tetapi megakorupsi. Rasanya rentang waktu yang pendek, dan besarnya korupsi yang dilakukan haruslah jadi bahan pertimbangan, jangan hanya melihat kasus korupsi dari jumalah kuantitatifnya, juga harus dilihat sisi kualitatifnya. Jadi keduanya harus diperhatikan. Dengan cara pandang seperti itu, tampaknya Partai Demokrat metupakan partai terkorup. Baru saja berkuasa sudah habis-habisan korupsinya.

Tentu saja, korupsi sedikit atau banyak, dihitung dalam jangka pendek atau jangka panjang tetap saja merugikan rakyat. Namun, menjadi sangat berbeda bila dalam rentang waktu sangat pendek memegang kendali kekuasaan, Partai Demokrat tancap gas dalam hal korupsi.

Padahal saat itu rakyat memilih Partai Demokrat karena merupakan partai baru yang slogannya adalah KATAKAN TIDAK PADA KORUPSI. Faktanya ternyata adalah KATAKAN TIDAK PADA KORUPSI JIKA SEDIKIT, KATAKAN TIDAK PADA KORUPSI JIKA SENDIRIAN. Oleh sebab itu korupsi yang dilakukan oleh kader dan petinggi Partai Demokrat jumlahnya banyak dan dilakukan beramai-ramai.

Kini, reaksi lebay sejumlah kader Partai Demokrat terhadap blusukan Presiden Jokowi ke proyek mangkrak Hambalang, justru menyegarkan ingatan banyak orang tentang betapa korupnya Partai Demokrat.

KEJAHATAN KORUPSI MEMANG TIDAK AKAN PERNAH DILUPAKAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd