Senin, 04 April 2016

ISLAM DAN TERORISME

Terorisme yang mengerikan. Pembunuhan yang sangat biadab. Pengkhianatan yang keterlaluan.

2016 baru berjalan tiga bulan, namun teror bom terjadi dimana-mana. Di Jakarta, Burkina Faso, Mogadishu, Paris, Brussel, Turki, Pakistan, dan wilayah konflik Irak, Lybia, Suriah dan Yaman. Tidak sedikit korban jiwa yang tewas mengenaskan. Pastilah yang paling sadis dan mengerikan bom di taman bermain Lahore, Pakistan. Korban yang tewas adalah anak-anak dan para ibu. Sebab bom sengaja diledakkan di taman bermain saat sedang dipenuhi anak-anak dan para ibu.

Sangat mengerikan dan biadab. Orang-orang sipil yang sedang melakukan kegiatan sehari-hari di ruang publik menjadi korban bom yang dengan sengaja diledakkan. Di beberapa tempat para pelakunya membawa senjata laras panjang, menembaki orang-orang secara membabi buta dan ujungnya melakukan bom bunuh diri.

Para pelakunya pada umumnya berusia muda, ada yang masih remaja. Para tetangga para pelaku jika diwawancara selalu menjelaskan bahwa pelaku adalah orang baik yang sopan, rajin belajar agama dan beribadah. Sungguh mengherankan bagaimana anak-anak muda yang rajin belajar agama dan beribadah menjadi pembunuh sadis yang meledakkan diri untuk menghancurkan orang lain. Padahal mereka tahu, dalam kitab suci yang mereka baca dan yakini ditegaskan bahwa membunuh satu orang manusia sama dengan menghancurkan semua manusia.

Sebagai seorang muslim, aku merasa sangat malu dan terhina atas semua teror bom itu. Sebab yang melakukannya adalah sejumlah orang yang mengatasnamakan Tuhan dan berkeyakinan sedang melakukan perang suci atau jihad. Semua bom yang menghancurkan manusia dan kemanusiaan itu dilakukan oleh orang-orang Islam. Mereka dengan bangga menegaskan bahwa serangan bom bunuh diri itu adalah perang suci atau jihad menegakkan keadilan.

Mereka membunuh siapa saja dengan sadis sambil mengangkat Al Qur'an dan meneriakkan Allah Maha Besar. Mereka bercita-cita mendirikan negara Islam. Negara Islam macam apa yang akan didirikan bila perjuangan untuk mendirikannya menggunakan teror, membantai siapa saja, orang berbeda dan seagama, bahkan para balita yang tak berdosa?

Apa yang mereka lakukan adalah pengkhianatan sangat luar biasa terhadap Islam. Islam adalah agama perdamaian. Islam adalah rahmat bagi semesta alam. Islam bukan hanya rahmat bagi orang Islam atau bagi bumi ini. Islam adalah rahmat bagi semesta alam!

Memang ada perbedaan antara ajaran dan pengikut ajaran, tetapi terasa susah memisahkannya. Kita tidak boleh menyatakan ajaran Budha itu salah karena ada segelintir orang Budha menghabisi muslim di Rohingya. Ajaran kebenaran tidak bisa disamakan dengan kejahatan yang dilakukan para pengikutnya.

Namun apa yang dilakukan oleh sejumlah orang Islam yang terus-menerus melakukan pembunuhan dengan cara-cara sadis dan biadab, yang dilakukan secara sistematis, sungguh sangat menyulitkan kaum muslim di seluruh dunia. Perbuatan biadab itu sungguh seperti melumuri wajah kita dengan kotoran babi.

Karena kesadisan, kekerapan, dan banyaknya korban membuat kita susah menyatakan itu hanya perbuatan segelintir kaum muslimin yang kerasukan iblis. Apalagi semakin hari pengikutnya terus bertambah dan menyebar. Pertanyaan yang sekarang muncul, bahkan pada segelintir orang Islam adalah, mengapa ada gerombolan orang Islam menjadi teroris? Mengapa mereka menggunakan Islam dan selalu menunjukkan diri sebagai pejuang dan pembela Islam? Mengapa membunuh dengan sadis disebut sebagai jihad?

Bagaimana penjelasannya membantai para balita dan para ibu yang sedang bermain di taman disebut jihad? Apakah membunuh orang yang akan melakukan perjalanan untuk berjumpa dengan keluarganya, pantas disebut jihad? Pasti itu bukan jihad tetapi jahat. Jahat dan biadab.

Apa salah mereka yang jadi korban teror bom itu? Mengapa mereka dibunuh dengan cara yang keji dan sangat kejam? Mereka bukan saja tidak pernah terlibat dengan berbagai konflik yang dijadikan alasan oleh para teroris bejat itu untuk membunuh. Bahkan tidak tahu sama sekali duduk  masalah yang sebenarnya.

Mengapa anak-anak muda itu melakukan tindakan nekad membunuh orang-orang sipil dengan bom bunuh diri? Belum tentu anak-anak muda itu paham betul persoalan yang sesungguhnya.

Boleh jadi para teroris biadab yang berlindung dan mencari pembenaran pada Islam itu ingin membalas dendam. Para anak muda yang meledakkan diri dengan bom dan membunuh orang-orang yang tak bersalah itu pastilah sudah didoktrin memanfaatkan sejumlah fakta yang diberi tafsir dengan cara yang salah dan tak bernurani.

Para teroris itu mungkin menegaskan, anak-anak dan para ibu, para orang tua yang sama sekali tak bersalah ditembak mati secara semena-mena oleh tentara Israel di Palestina. Itu adalah tindakan biadab yang harus dibalas. Tetapi mengapa yang dihancurkan dengan bom bunuh diri bukan orang-orang di Israel? Mengapa teror bom diledakkan di Perancis dan Brussel?

Sungguh sangat aneh perilaku para teroris yang mengatasnamakan Islam itu. Mereka tak pernah menyentuh Israel yang disebut pembantai kaum muslimin di Timur Tengah. Tentu saja kita tidak mengajurkan agar orang-orang Israel yang mendukung Pemerintahan Israel yang terus saja membantai orang Islam dihancurkan dengan bom. Hanya ada rasa heran, mengapa Israel yang dinyatakan sebagai musuh utama sama sekali tak tak pernah disentuh. Mungkinkah semua kelompok teroris
sadis yang mengatasnamakan Islam ini buatan segelintir orang Israel untuk menghancurkan Islam? Jika itu benar, betapa sangat bodoh orang-orang Islam yang terlibat teror itu.

Bisa saja para teroris yang merupakan pengejawantahan iblis di dunia, menyakinkan para anak muda yang melakukan bom bunuh diri itu dengan cara memanfaatkan konflik tek berkesudahan di Timur Tengah. Mereka jelaskan bahwa Barat di bawah komando Amerika telah menghancurkan umat Islam, bahkan para wanita, anak-anak dan para orang tua dalam perang yang tak seimbang untuk menguasai ladang-ladang minyak dan kekayaan lain. Sebagai balasan, maka siapa pun di Barat halal darahnya dn boleh dihancurkan dengan cara yang sama. Doktrin inilah yang dulu secara tegas diungkapkan Osama bin Laden.

Pertanyaannya mengapa mereka membunuh orang di Jakarta yang sama sekali tak terlibat dalam konflik itu. Mengapa Malaysia juga jadi sasaran teror? Mengapa negara-negara kaya di Timur Tengah tak pernah diganggu?

Perilaku para teroris itu mirip gerombolan orang yang menyatakan diri sebagai pembela Islam di Indonesia. Katanya hendak menegakkan kebenaran dan menghancurkan maksiat. Tetapi yang diserang adalah orang-orang miskin yang jualan satu dua botol alkohol di pinggiran jalan atau menghancurkan tempat pelacuran murah di pinggiran rel. Sementara pabrik minuman alkohol dan tempat maksiat mewah di depan matanya seperti tak kelihatan. Kita tidak tahu mengapa beraninya sama yang kecil dan tak berdaya. Menghadapi yang kaya dan kuasa tampaknya tak bernyali.

Ada lagi yang menarik untuk ditanyakan. Mengapa gerombolan teroris ini sambung menyambung? Dalam beberapa dekade ini muncul Taliban, dilanjutkan dengan Al Qaida, kemudian ISIS dengan macam-macam percabangan dan rantingnya? Dari mana mereka mendapatkan dana operasional yang pasti sangat mahal?

Jika dikaitkan dengan konflik politik selama dan berakhirnya perang dingin, konflik yang kini terjadi antara gerombolan teroris yang membawa-bawa Islam dengan para musuhnya yang terus melebar, juga sangat memunculkan rasa penasaran.

Dulu saat perang dingin konflik terjadi antara kubu kapitalis yang dipimpin Amerika Serikat dengan kubu komunis yang dipimpin Uni Sovyet. Meski tidak pernah terjadi perang terbuka antara Amerika Serikat dan Uni Sovyet, namun berbagai konflik yang melibatkan banyak negara, bahkan terorisme yang merebak saat itu selalu memiliki kaitan langsung atau tidak langsung dengan kedua kubu. Sementara itu, meski negara komunis, Cina memilih mandiri dan melakukan perlawanan terhadap dua kubu itu. Cina berusaha membangun kekuatan sendiri.

Akhirnya kekuatan komunis yang berada dalam kendali Uni Sovyet tumbang, hancur berantakan. Konstelasi kekuatan politik dunia berubah secara fundamental. Banyak negara komunis Eropa berubah dan meninggalkan komunisme.

Sejak kehancuran komunisme, Barat yang kapitalis mulai berkonflik dengan negara-negara di Timur Tengah yang mayoritas penduduknya Islam. Saat rezim diktator Syah Iran yang sepenuhnya didukung Amerika Serikat tumbang dan muncul kekuatan berbasis Islam Syiah di Iran di bawah komando Khomeini, Amerika Serikat mendorong dan membantu Saddam Husein yang Sunni untuk memerangi Iran.

Afgahnistan yang sempat diintervensi Uni Sovyet akhirnya berhasil dibebaskan berkat bantuan Amerika Serikat. Muncul kekuatan berbasis Islam yang tregolong radikal yaitu Taliban. Mereka sempat menguasai Afganistan. Muncul pula Al Qaida yang dikomandani Osama bin Laden yang pada mulanya merupakan sekutu Amerika Serikat melawan kekuatan komunis Sovyet. Osama bin Laden kemudian menjadi seteru utama Amerika Serikat dan Barat.

Afghanistan menjadi wilayah jihad bagi individu dan kelompok yang bersedia berjihad melawan komunisme, kemudian melawan Amerika Serikat dan sekutunya. Indonesia termasuk korban para alumni Afghanistan lewat serangkaian teror bom, mulai dari teror bom Natal dan berpuncak pada bom Bali.

Sementara itu Amerika Serikat dan sekutunya secara aktif menghancurkan kekuatan Saddam Husein yang Sunni di Irak dan Moamar Khadafi di Lybia. Di negara yang penguasanya Sunni, Barat yang dikomadani Amerika Serikat bermain mata dengan kelompok Syiah. Sementara di Suriah yang penguasanya Syiah, mereka bekerja sama dengan kelompok Sunni.

Bagaimanapun situasi ini memperhadapkan negara-negara teluk yang Syiah dan Sunni seperti Iran dan Arab Saudi. Hukuman mati terhadap ulama Syiah di Arab Saudi telah memunculkan gelombang protes yang luar biasa. Serangan koalisi Arab Teluk terhadap Yaman juga berakar pada perseteruan sektarian Syiah-Sunni.

Sangat jelas terlihat, betapa Amerika Serikat tetap berperan untuk membuat konflik itu berkepanjangan. Rusia pastilah ikut serta dan sedapat mungkin mendukung kekuatan yang menjadi lawan Amerikw Serikat. Situasi itu paling kentara di Suriah dan dalam konflik terkait dengan nuklir Iran.

Faktor lain yang juga berpengaruh adalah Ikhwanul Muslimin yang pengikutnya bahkan tersebar sampai Indonesia dan Malaysia. Di Timur Tengah dan Afrika pastilah pengaruh mereka sangat kuat. Kemenangan Ikwanul Muslimin dalam pemilu presiden yang demokratis di Mesir dan reaksi militer yang didukung Amerika Serikat untuk menghancurkan kemenangan itu menunjukkan pengaruh kuat Ikhwanul Muslimin.

Ketegangan terus menerus di kawasan penuh konflik itu memunculkan ISIS. Kelompok radikal baru yang kemunculannya ditandai oleh kekuatan senjata yang dahsyat dan pembunuhan yang mengerikan, bahkan terhadap umat Islam sendiri. Kelompok yang hendak mendirikan negara Islam di Suriah dan Irak ini, dengan sistematis dan kejam membunuh banyak orang Islam. Bisa dibayangkan negara Islam seperti apa yang akan mereka dirikan. ISIS memiliki kesamaan doktrin dengan kelompok Wahabi soal intoleransi.

Sementara itu Ikhwanul Muslimin bertentangan dengan Wahabi. Taliban adalah penganut ultratradisionalis yang bahkan melarang wanita diberi pendidikan. Ditambah lagi pertentangan Syiah-Sunni yang tak berujung, bisa dibayangkan betapa rumitnya konflik di wilayah Timur Tengah dan sekitarnya.

Menariknya Amerika Serikat dan sekutunya serta Rusia ikut serta secara aktif dalam semua konflik di wilayah itu. Rusia mendukung rezim penguasa di Suriah dan berhubungan sangat baik dengan Iran. Sedangkan Amerika Serikat bersikap sangat bermusuhan dengan Iran dan penguasa Suriah serta sangat mendukung Arab Saudi.

Saat perundingan nuklir Iran-Barat mencapai kesepakan dan boikot terhadap Iran berakhir, Iran kembali membangun hubungan baik dengan Barat, Arab Saudi mencoba membangun hubungan baik dengan Israel. Arab Saudi menggelontorkan minyak untuk mencegah Iran memanfaatkan minyak untuk mendukung Suriah, Yaman dan banyak kelompok radikal di Timur Tengah. Harga minyak dunia jatuh.

Bersamaan dengan itu ISIS bertarung dengan Al Qaida di Damaskus. Tentu pertarungan ini sangat menarik. Dua gerombolan teroris yang suka membunuh dengan kejam, sekarang saling bunuh.

Dari berbagai kejadian itu kita bisa dengan jelas menyaksikan bahwa konflik di wilayah itu tidak sungguh-sungguh berakar pada Islam. Tampaknya kepentingan-kepentingan politik, kekuasaan dan ekonomi lebih menonjol dan Islam digunakan sebagai selubung. Karena itu harus dikembangkan sikap kehati-hatian dan kekritisan agar kita tidak terjebak dalam bersikap terhadap fenomena yang kini terjadi yaitu terorisme yang menggunkaan Islam sebagai selubung atau topeng. Meskipun begitu, tetap saja sebagai muslim kita sangat terganggu karena faktanya para teroris iblis itu dengan sengaja menonjolkan Islam sebagai topengnya.

Mengapa kompleksitas konflik di Timur Tengah dan sekitarnya begitu rumit, tidak mudah dipahami, melibatkan agama, dan sangat memancing emosi? Mengapa konflik seakan tak terelakkan?

Bila kita memerhatikan sejarah, baik yang berasal dari kitab suci, kajian ilmiah maupun beragam cerita yang tersebar dari bermacam bahan tertulis dan relief di pyramid dan berbagai artefak budaya, terbukti bahwa kawasan Timur Tengah dan sekitarnya memang merupakan panggung konflik sejak dulu kala. Baik konflik dalam kawasan antara suku, kerajaan dan keyakinan agama, maupun serangan dari luar kawasan seperti perang besar antara Romawi dan Persia. Konflik dengan Barat bukanlah peristiwa baru di kawasan itu. Sudah terjadi sejak ribuan tahun lalu.
Di dalam Al Qur'an dan Injil diceritakan bagaimana konflik juga terjadi dalam konteks agama. Antara para Nabi dan penentangnya dalam rentang waktu yang panjang sambung menyambung. Mulai dari Nabi Idris As sampai dengan Nabi Muhammad Saw. Pastilah yang paling seru adalah kisah Nabi Ibrahim As, Nabi Musa As, Nabi Isa As, dan Nabi Muhammad Saw.

Pertentangan antara Jahudi, Kristen dan Islam juga terjadi di wilayah konflik Timur Tengah. Sudah pasti keyakinan agama sangat kental mewarnai konflik-konflik ini. Konflik Palestina-Israel sangat sukar diselesaikan karena ada keyakinan agama yang sama-sama dijadikan dasar bagi kedua pelah pihak untuk terus berseteru. Padahal semua agama menyerukan perdamaian dan saling menghargai perbedaan. Bagimu agamamu, bagiku agamaku.

Sangat menarik untuk juga mencermati konflik yang terjadi antara Nabi Muhammad Saw dengan para penentang Islam. Nabi Muhammad Saw selalu berupaya agar jalan damai didahukukan. Namun, para penentang Islam kerap melakukan serangan yang mengancam kehidupan kaum Muslim awal. Bila dikaji dengan cermat, dalam Islam perang adalah pilihan terakhir dengan persyaratan yang sangat ketat untuk memertahankan hidup dan iman. Bukan kondisi yang diciptakan untuk membantai orang lain yang berbeda.

Jika Nabi Muhammad Saw harus berperang, bukan saja karena para penentangnya sudah melampaui batas. Juga dikarenakan konflik yang dilanjutkan dengan perang merupakan tradisi yang sudah lama ada di kawasan itu. Rasanya, Timur Tengah adalah wilayah pergolakan. Konflik menjadi keniscayaan.

Tidak kalah menarik mencermati konflik yang terjadi saat Nabi Muhammad Saw wafat dan konlik berkepanjangan sampai terbunuhnya Ali bin Abi Thalib menantu Nabi. Saat Nabi wafat, para sahabat berbeda pendapat siapa yang akan mengganti kepemimpinan Nabi dalam urusan dunia. Terjadi ketegangan sampai-sampai mereka seakan melupakan jenazah Nabi. Tidak mudah membuat keputusan karena semangat kesukuan yang sangat kuat sebelum Nabi mencuat kembali.

Kita tahu dalam masa kepemimpinan para sahabat konflik dan pergolakan terus saja terjadi. Pembunuhan Usman bin Affan telah menimbulkan sejumlah masalah. Puncaknya adalah pembunuhan Ali bin Abi Thalib.

Kita tak akan pernah melupakan siapa yang membunuh Ali, pemimpin kaum muslimin dan menantu Nabi. Para pembunuh Ali bukanlah orang Jahudi atau Kristen. Pembunuh Ali adalah orang-orang Islam yang tidak pernah meninggalkan shalat, penghafal Al Qur'an, rajin puasa Senin-Kamis, bahkan puasa Daud, konsisten menegakkan shalat malam, setia membayar zakat, tak pernah tinggalkan puasa Ramadhan. Mereka adalah orang-orang yang pernah bertemu dengan Nabi Saw.

Menariknya mereka membuat rumusan teologis yang merupakan tafsir terhadap Al Quran untuk membenarkan tindakan membunuh Ali. Mereka yakin tindakan pembunuhan terhadap Ali yang kejam merupakan keharusan untuk menegakkan kebenaran sebagaimana yang tercantum dalam Al Qur'an. Bahkan mereka memegang dan mengangkat Al Qur'an saat membunuh Ali. Tentu saja keyakinan itu bukanlah isi Al Qur'an, tetapi merupakan tafsir dan keyakinan para teroris biadab pembunuh Ali.

Jadi mengatasnamakan Allah, menggunakan kitab suci sebagai cara pembenaran untuk tindakan biadab membunuh orang secara sadis bukanlah peristiwa baru. Dilakukan banyak orang dalam semua agama dari dulu hingga kini.

Oleh karena itu orang-orang beragama yang baik, waras, bijak dan bernurani, apapun agama mereka, harus membangun saling pengertian dan kekuatan untuk mencegah agar pemanfaatan agama untuk menghancurkan orang lain yang berbeda, tidak terjadi lagi. Saat ini merupakan waktu yang sangat tepat untuk membangun kekuatan lintas iman sebagai upaya menyelamatkan seluruh manusia.

Kita harus mendorong agar semua agama mengembangkan sistem teologis yang mengagungkan Tuhan dan menghormati manusia, semua manusia tanpa terkecuali. Bukan sistem teologis yang memuliakan Tuhan tetapi menghancurkan manusia. Dengan demikian kekuatan-kekuatan perusak yang mengatasnamakan Tuhan, agama dan menggunakan kitab suci tidak mendapat tempat di manapun di semesta raya ini.

Bila agama akhirnya melahirkan anarki, anomali, dan digunakan sebagai pembenaran untuk menghancurkan orang lain, untuk apa kita beragama? Bukankah agama adalah pemberian Tuhan yang sangat indah dan bermakna bagi manusia? Tuhan menurunkan agama untuk menuntun manusia menjalani hidup penuh makna dalam damai. Menciptakan kebahagiaan di dunia sini dan dunia sana.

HAKIKINYA AGAMA DIMAKSUDKAN UNTUK MEMEKARKAN DAN MEMBAHAGIAKAN MANUSIA, BUKAN MENGHANCURKANNYA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd