Jumat, 01 April 2016

NEUROSAINS DAN PENDIDIKAN (2)

(Penghargaan bagi Prof. Dr. H. A. R. Tilaar, M. Sc., Ed., guru kekritisan dan produktifitas)

Roger W. Sperry memberikan kontribusi luar biasa pada pemahaman tentang manusia saat menemukan adanya dua belahan otak yaitu kanan dan kiri yang memiliki fungsi berbeda. Berdasarkan temuannya itu baru disadari bahwa pendidikan formal melalui persekolahan ternyata terlalu asyik membesartajamkan fungsi-fungsi belahan otak kiri yang berfungsi mengembangkan berfikir logis, matematis, dan terstruktur. Sedangkan intuisi, kreativitas, dan seni yang berpusat di belahan kanan otak agak diabaikan.

Temuan Sperry membawa perubahan luar biasa bukan saja dalam pendidikan. Juga dalam semua bidang kehidupan. Kini dirumuskan beragam pelatihan untuk berbagai keperluan seperti manajemen, bisnis, kebugaran, tumbuh kembang anak yang didasarkan pada temuan Sperry.

Ned Herrmann melanjutkan temuan Roger W. Sperry tentang belahan otak kanan dan kiri dengan kuadran otak. Herrmann membagi belahan otak menjadi lebih rinci yaitu belahan kanan bawah dan atas, serta belahan kiri bawah dan atas. Temuan Herrmann dikenal sebagai teori kuadran otak.

Secara prinsip otak bekerja secara utuh, terpadu dan integratif. Bukan merupakan proses yang terpisah-pisah atau parsial. Namun ada bagian-bagian otak yang memiliki fungsi-fungsi khusus.

Ada sejumlah pendapat yang menyatakan bahwa pembagian otak dalam dua belahan otak adalah mitos atau dongeng. Boleh jadi kesimpulan bahwa belahan otak itu mitos atau dongeng adalah kesalahpahaman tentang belahan otak yang menyebabkan Sperry mendapatkan hadiah Nobel dalam bidang Kedokteran pada 1981. Kesalahpahaman itu berakar pada anggapan otak terpisah secara absolut dengan fungsi masing-masing yang berbeda.

Anggapan salah ini menegaskan otak kiri hanya logis dan otak kanan hanya intuitif. Sperry tidak menyatakan itu, ia menekankan bahwa ada fungsi-fungsi khusus pada belahan otak kanan dan kiri. Namun otak bekerja secara integral dengan fungsi-fungsi khusus yang bersintesis. Kecuali pada orang yang mengalami gangguan otak.

Manalah mungkin Sperry mendapatkan hadiah Nobel Kedokteran jika menampilkan dongeng. Apalagi yang menyatakan pembagian itu mitos, belum melakukan penelitian mendalam seperti yang dilakukan Sperry. Mereka sekadar melakukan pemindaian otak. Tidak melakukan eksperimen seperti yang dilakukan oleh Sperry selama bertahun-tahun.

Oleh karena itu penelitian Sperry dan kelanjutannya yang dilakukan Herrmann masih terus dieksplorasi dalam banyak penelitian dan dimanfaatkan oleh semakin banyak orang. Dengan teori kuadran otak Herrmann menjelaskan apa saja fungsi-fungsi otak sesuai dengan pembagian menurut belahan.

Belahan kanan atas berkaitan dengan aspek atau kemampuan konseptual, sintesis, metaforis, visual, dan integratif. Sementara itu belahan kanan bawah berhubungan dengan emosional, indrawi, humanistik, musikal dan ekspresif.

Belahan kiri atas terkait dengan logis, kuantitatif, kritis, analisis, faktual. Kiri bawah terkait dengan sekuensial, terkontrol, konservatif, struktural, dan mendetail.

Geil Browning dalam bukunya Emergenetics menyebut atribut pikiran yang terdiri dari empat yaitu analitis, konseptual, struktural, dan sosial. Analitis ditandai oleh masuk akal, pemikir kritis, cerdas, investigatif, objektif, mencari keterangan, mempertanyakan, rasional, mengikuti cara berpikir logis.

Konseptual dicirikan oleh inventif, orisinal, mencari perubahan, imajinatif, intuitif dalam hal gagasan, tidak konvensional, inovatif, gampang bosan, mendunia. Struktural berciri terperinci, metodis, mengikuti aturan, teratur, mengikuti proses, disiplin, bisa diperkirakan, tradisional, praktis. Sosial ditandai sensitif, pemberi, bersahabat, berbela rasa, intuitif tentang orang, berempati, mendukung, dengan perasaan, peduli.

Apa yang dikemukakan Geil Browning menegaskan bahwa model atau jenis berpikir itu tidak tunggal. Sangat beragam. Semua ini ada kaitannya dengan biologi otak yang terdiri dari bagian yang berwarna putih dan abu-abu serta bagian-bagian otak yang sangat kompleks dalam bentuk lipatan-lipatan. Juga terkait dengan kimia dan fisika otak yang berujud adanya hormon-hormon dan enzym-enzym terentu yang diproduksi otak, dan bagaimana energi listrik ikut menentukan kinerja otak. Maknanya bentuk fisik otak yang sangat kompleks adalah akar dari keberagaman model atau jenis berpikir tersebut.

Dalam Scientific American (June, 2015), Jay N. Giedd menulis The Amazing Teen Brain: Rapidly changing wiring leads to mental agility-and risky behavior. Diuraikan bagaimana perkembangan otak anak menjadi otak remaja dan perbedaannya dengan otak dewasa yang matang. Dibuktikan bahwa biologi otak terkait dengan perkembangan bagian-bagian otak dan hormon sangat memengaruhi arah perkembangan kematangan otak anak remaja ke arah otak matang orang dewasa. Dijelaskan bahwa otak orang dewasa yang matang tidak lagi berkembang sebagaimana otak remaja yang masih mengalami perkembangan bagian tetapi lebih ditentukan oleh komunikasi antara neuron.

Tulisan ini menegaskan bahwa keberagaman model atau jenis berpikir bersifat dinamis yang ikut ditentukan oleh biologi otak. Dalam konteks ini menjadi penting bagi para pendidik untuk mengetahui bagaimana proses otak berkembang dikaitkan dengan materi, proses, dan hasil-hasil pembelajaran. Dalam kaitan inilah menjadi sangat penting bagi pendidik untuk memahami psikologi perkembangan.

Temuan lain yang sangat revolusioner dan sangat berpengaruh terkait  pemahaman manusia adalah Kecerdasan Majemuk oleh Howard Gardner. Pada mulanya Gardner menyebut delapan kecerdasan manusia yaitu bahasa, musik, logika-matematika, spasial, kinestetis, intrapersonal, interpesonal, dan naturalis. Belakangan Gardner menambahkan spiritual. Khusus untuk kecerdasan spiritual, muncul nama Danah Zohar sebagai tokoh utamanya.

Temuan Gardner tentu saja menambah wawasan dan khasanah pemahaman tentang betapa beragamnya kecerdasan manusia. Setelah diyakinkan bahwa di samping kecerdasan intelektual terdapat kecerdasan emosional yang dipopulerkan oleh  Daniel Golleman, Gardner benar-benar memberikan loncatan pemahaman tentang manusia dan kecerdasannya.

Berbagai temuan yang dijelaskan di atas sejak kemunculannya, bahkan sampai saat ini masih menimbulkan kontroversi. Pro kontra terkait pendasaran, kategorisasi, bahkan sampai penamaannya, terus menjadi bahan perdebatan. Perdebatan dan kontroversi seperti ini sangat biasa dalam khazanah keilmuan. Ilmu justru maju berkembang karena adanya perbedaan, kontroversi dan pertentangan.

Walaupun kontroversi terus berlanjut, tetapi temuan-temuan itu terbukti sangat bermanfaat terutama dalam bidang pendidikan dan digunakan oleh semakin banyak orang dan negara. Pemanfaatannya pada dunia pendidikan terus berkembang karena sejumlah alasan.

Pertama, temuan-temuan itu didasarkan pada studi empiris mengikuti cara kerja ilmiah dengan melakukan penelitian mendalam terhadap otak manusia. Penelitian dilakukan terhadap banyak orang dengan kondisi otak yang berbeda-beda. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa temuan itu tidak didasarkan pada spekulasi seperti yang dilakukan pada masa lalu.

Pada masa lalu, telah berkembang pemahaman tentang pembagian area-area dalam otak dan fungsi-fungsinya. Karena kebanyakan didasarkan pada pemikiran spekulatif, maka berkembanglah beragam mitos tentang otak seperti otak lelaki lebih super dari otak wanita. Namun penelitian-penelitian ilmiah menumbangkan banyak mitos berdasarkan bukti-bukti yang bisa diperiksa secara objektif.

Cara kerja ilmiah pada umumnya memberikan tingkat kepastian tertentu yang memungkinkan temuan-temuannya dipertanggungjawabkan kebenarannya, sehingga dapat digunakan dan dikembangkan dengan baik. Karena temuan-temuan itu telah melewati pengecekan berkali-kali.

Kedua, temuan-temuan tersebut memberikan pengetahuan dan pemahaman baru dan rinci tentang manusia yang merupakan subjek utama pendidikan. Kebaruan itu terutama berhubungan dengan otak manusia sebagai pusat kendali.

Otak ternyata terdiri dari banyak bagian yang menjalankan fungsi-fungsi khusus. Kekhusuan fungsi itu secara nyata terlihat pada manusia yang terkena stroke. Meskipun serangan stroke menimbulkan gangguan pada otak, tetapi akibatnya tidak sama, sangat tergantung bagian atau area otak mana yang terkena.

Ada orang stroke yang bisa berjalan walau tertatih, tetapi sama sekali tidak bisa lagi berbicara. Terdapat yang  masih mampu memahami pembicaraan orang, namun sama sekali tak bisa berjalan. Ada yang masih bisa berbicara tetapi lupa pada semua orang yang dikenalnya. Keberagaman akibat serangan stroke ini terkait dengan area atau bagian mana otak yang terganggu. Semua ini membuktikan bahwa area atau bagian-bagian otak memang memiliki fungsu-fungsi khusus yang berbeda. Tetapi jangan pernah lupa bahwa otak bekerja secara simultan dan integratif, melibatkan seluruh bagian otak.

Selain menampilkan kebaruan, temuan-temuan itu pun menunjukkan kerincian. Sebagai contoh, sejak dulu para ilmuwan telah mengetahui adanya sistem limbik dalam otak. Tetapi pengetahuan itu bersifat umum atau global dan relatif masih terbatas.

Penelitian LeDoux membuka tabir dengan kerincian tentang otak emosi yang berpusat pada sistem limbik. Mekanisme kerja sistem limbik terkait emosi dan hubungannya dengan neokorteks sebagai otak berfikir terungkap jelas dan rinci.

Atas dasar penelitian LeDoux inilah Goleman secara sangat rinci menjelaskan Kecerdasan Emosional. Goleman bukan saja menguraikan secara sangat rinci mekanisme emosi, bahkan bisa menegaskan bagaimana otak emosi membajak otak berpikir. Dengan demikian bisa dijelaskan dan diprediksi bagaimana emosi sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan manusia dalam hidup nyata.

Temuan-temuan di atas telah menghasilkan banyak inovasi dalam bidang pendidikan. Metode Belajar Kuantum merupakan salah satu inovasi yang memanfaatkan temuan rinci tentang otak emosi dan Kecerdasan Emosional. Prinsip dasar Metode Belajar Kuantum adalah bagaimana membuat proses belajar itu menyenangkan melibatkan emosi positif, dan kekuatan pikiran bawah sadar memanfaat musik dan pengkondisian ruang yang membuat para pembelajar betah dalam kondisi yang menyenangkan. Belajar dengan tekanan minimal, sehingga diharapkan tak ada stres.

Pemanfaatan emosi positif itu antara lain diperlihatkan dengan cara merayakan setiap pencapaian dengan cara-cara menyatakannya dengan kegembiraan dan pujian, melibatkan semua pembelajar. Dengan demikian semua pembelajar berada dalam kebersamaan yang saling memperkuat dan menyenangkan.

Temuan-temuan di atas telah mengubah berbagai pendekatan dan metode dalam cara-cara belajar dan proses pembelajaran. Pemahaman tentang adanya fungsi-fungsi khusus belahan otak telah menyadarkan banyak ahli pendidikan dan para pendidik bahwa bukan merupakan cara dan proses yang baik bila pembelajaran terlalu asyik dengan hanya mengembangkan jenis berpikir terbatas seperti logis-matematis. Sebab dunia nyata yang penuh tuntutan dan tantangan membutuhkan dan  menuntut lebih banyak cara berpikir untuk memecahkan masalah-masalah yang sekaligus bertambah kompleks dan spesifik.

Secara sistematis dan terukur harus dikembangkan cara dan proses pembelajaran yang membangun empati, pemahaman mendalam yang melibatkan emosi untuk memahami orang lain secara mendalam dengan sudut pandang dan penghayatan orang lain tersebut. Tentu saja, empati membutuhkan pendekatan dan metode yang tidak sama dengan pengembangan pemikiran logis-matematis.

Dalam kaitan ini sangat menarik untuk memerhatikan apa yang diungkapkan Gardner dalam Five Mind For The Future. Gardner menegaskan dibutuhkan cara berpikir baru menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompetitif, berubah dengan cepat dan semakin tidak pasti. Cara berpikir baru yang dimaksudkan Gardner adalah pikiran terdisiplin, pikiran menyintesis, pikiran mencipta, pikiran merespek, pikiran etis.

Bila dikaitkan dengan temuan Sperry dan Herrmann terlihat dengan jelas bahwa tawaran Gardner ini merupakan upaya untuk memaksimalkan seluruh bagian otak dengan fungsi-fungsi khususnya. Karena sejatinya fungsi-fungsi otak itu tidak bekerja secara tersendiri dalam isolasi. Namun, bekerja dalam integrasi, simultan, dan holistik. Dengan cara kerja seperti itulah dapat dikembangkan beragam cara berpikir yang dapat digunakan untuk menghadapi hidup yang penuh tantangan dan tuntutan.

Gardner menguraikan pikiran terdisiplin menggunakan cara-cara berpikir yang berkaitan dengan beragam disiplin akademis dan proses utama. Maknanya berpikir mengikuti cara kerja ilmu seperti sejarah, matematika, sains, hukum, kedokteran, manajemen, keuangan dan lain-lain. Cara berpikir yang dikembangkan adalah membiasakan diri dengan langkah demi langkah dengan tahapan yang jelas. Bersifat sistematis, terstruktur, dan terukur. Konsistensi menggunakan cara berpikir ini membuat orang terdisiplin, terbiasa dengan fokus dan rincian. Akibatnya orang mampu mengerahkan diri dengan rajin, melakukan perbaikan terus menerus dan mampu mencapai tujuan yang telah ditetapakan.

Gardner yang merumuskan kecerdasan majemuk meyakini, meski pikiran terdisiplin sangat dibutuhkan, namun bukan merupakan satu-satunya cara berpikir. Ia merumuskan pemikiran menyintesis sebagai cara berpikir yang dapat melengkapi pikiran terdisiplin. Gardner merumuskan pikiran menyintesis merupakan cara berpikir yang mampu memilih informasi krusial dari kelimpahan yang tersedia, merangkai informasi tersebut sedemikian rupa sehingga mudah dimengerti oleh diri sendiri atau orang lain.

Pada hakikatnya menyintesis adalah sebuah upaya untuk menyatupadukan banyak hal, bahkan yang saling bertentangan. Tentu saja tidak mudah untuk melakukannya. Sebab harus mampu mengenali dengan tepat apa saja yang bisa disintesiskan dari informasi dan pemikiran yang jumlahnya sangat banyak dan amat beragam.

Pada tingkat inilah perlu dikembangkang kemampuan 3M yaitu memilah, memilih, dan mengolah. Pada tahap memilah orang harus sangat kritis dan hati-hati. Membuat kategorisasi atau pengelompokan segala sesuatu berdasarkan alasan-alasan atau indikator tertentu. Setelah itu barulah dilakukan proses memilih. Memilih yang terbaik dari sekian banyak pengelompokan. Pada tahap ini kekritisan tetap berperan ditambah kemampuan melakukan prediksi. Setelah itu barulah proses mengolah dilakukan. Pada tahap ini berpikir kreatif menjadi penting dan dominan.

Terpapar dengan jelas bahwa sejumlah cara berpikir digunakan secara serial atau simultan dalam serangkaian kegiatan. Ini bermakna cara berpikir itu bisa dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dalam penggunaannya dalam dunia nyata. Bila di masyarakat bahkan ahli pendidikan ada yang menyatakan bahwa berpikir kritis bertentangan dengan berpikir kreatif, sungguh menunjukkan ketidakfahaman yang mengerikan tentang cara dan proses berpikir. Seluruh cara berpikir itu saling menopang dan harus diajarakan serta digunakan oleh para pembelajar.

Bila pikiran terdisiplin mengharuskan kita mengikuti aturan yang ketat agar sistematika untuk mencapai tujuan sangat terukur. Dalam pikiran menyintesis kreativitas lebih ditonjolkan agar kita bisa menemukan jalan-jalan baru, pikiran-pikiran baru. Pikiran menyintesis membuka peluang bagi inovasi dan pembaruan.

Selanjutnya Gradner merumuskan pikiran mencipta. Merupakan kelanjutan dan pendalaman dari pikiran menyentesis. Gardner merumuskannya sebagai keluar dari pengetahuan dan sintesis guna mengajukan pertanyaan baru, menawarkan solusi baru, menghasilkan karya yang melebarkan jangkauan aliran yang ada atau merancang aliran baru.

Terurai jelas bahwa pikiran mencipta membutuhkan keberanian untuk menjadi tidak biasa. Pikiran mencipta menyintesiskan dua pemikiran sebelumnya yaitu pikiran terdisiplin dan pikiran menyintesis, sekaligus melampauinya.

Para pencipta dalam berbagai bidang sudah terbiasa keluar dari berbagai aturan dan berani memasuki suatu dunia yang tak pasti, mirip memasuki labirin yang tak pernah jelas dan pasti apakah kita akan bisa keluar dari berbagai jebakan untuk menemukan jalan keluar yang tak terduga.

Dunia yang kita hadapi kini, dan terutama masa depan yang akan dihadapi oleh generasi muda merupakan dunia penuh tantangan yang memaksa setiap orang untuk menjadi pencipta. Minimal pencipta solusi baru bagi persoalan-persoalan pribadi dalam dunia yang semakin tak pasti dan tak bisa diprediksi. Karena itu pikiran mencipta menjadi keniscayaan.

Selanjutnya Gardner menjelaskan pikiran merespek yaitu memberikan tanggapan yang bersimpati dan konstruktif terhadap berbagai perbedaan antara individu dan antara kelompok, berupaya memahami dan bekerja sama dengan orang-orang yang berbeda. Pikiran merespek ini tampaknya merupakan sintesis dari kecerdasan intra dan interpersonal yang telah dirumuskan Gradner dalam kecerdasan majemuk.

Pikiran ini sangat penting dalam kehidupan sosial. Pastilah tidak cukup jika manusia memiliki tiga pikiran sebelumnya untuk dapat hidup secara normal bersama dengan orang lain. Pikiran merespek sangat menentukan keberadaan dan kebertahanan kita dalam sosialitas. Karena sejatinya kita adalah makhluk individual yang berada dalam sosialitas. Pikiran merespek ini merupakan keharusan untuk ditumbuhkembangkan agar kita bisa mengenapkan diri sebagai manusia yang sesungguhnya.

Pikiran terakhir yang ditawarkan Gardner adalah pikiran etis yaitu mengonsepkan corak-corak krusial dari peran seseorang di tempat kerja dan sebagai warga negara yang bertindak konsisten dengan apa yang dikonsepkan, berupaya menjalankan pekerjaan dan kewargaan yang baik.

Pikiran etis ini memiliki derajat lebih tinggi daripada pikiran merespek karena ada tuntutan untuk menjalankan dengan konsisten beragam aturan yang mengatur semua orang. Pada tingkat ini semua orang seharusnya merasa terikat oleh aturan-aturan hidup yang memastikan bahwa orde sosial dapat berfungsi dengan baik dan setiap orang bisa berperan serta memberikan kontribusi yang bermakna bagi semua orang. Kerangka etis yang dipatuhi itulah yang memastikan bahwa kehidupan bersama dalam berbagai tingkat dari rukun tetangga sampai dengan negara dapat dipertahankan dan berfungsi.

Apa yang dikedepankan Gardner merupakan upayanya untuk melakukan pencarian lebih jauh dan mendalam tentang fungsi otak dan kaitannya dengan pikiran. Saat merumuskan kecerdasan majemuk, ia mengawalinya dengan penelitian empiris terhadap sejumlah otak dari orang yang berbeda. Ia menemukan bagian-bagian di otak memiliki fungsi-fungsi spesifik yang memberikan kontribusi pada kerja dan kinerja otak. Atas dasar berbagai keberbedaan fungsi itu ia merumuskan kecerdasan majemuk.

Apa yang dikedepankannya dengan cara berpikir ini merupakan upaya untuk melampaui kecerdasan majemuk. Di dalamnya secara tersurat dan tersirat masih tampak peran kecerdasan majemuk. Dalam pikiran terdisiplin peran besar ada pada kecerdasan logis-matematik, spasial dan natural. Itulah sebabnya ia menyebut pikiran terdisiplin menggunakan cara-cara berpikir dengan berbagai disiplin akademis utama. Matematika dan sains penting di samping sejarah dan seni. Cara kerja logika-matematik membutuhkan disiplin dan konsistensi. Begitupan cara berpikir lainnya. Keseluruhan cara berpikir yang diuraikan Gardner merupakan sebuah upaya untuk menegaskan bahwa otak bekerja secara simultan, integratif dan holistik memanfaatkan semua bagian otak dengan fungsi-fungsi khususnya.

Dengan demikian Gardner menunjukkan bahwa kecerdasan majemuk merupakan upaya awal untuk menunjukkan bahwa otak sejatinya adalah bersifat integratif. Adapun pembagian kecerdasan menjadi kecerdasan majemuk menekankan dimensi kecerdasan dikaitkan dengan terdapatnya bagian-bagian otak dengan fungsi-fungsi khususnya.

Para pengeritik Gardner, juga Sperry, tampaknya salah memahami. Mereka melihat kategorisasi yang dibuat Gardner dan Sperry sebagai pembagian yang bersifat absolut dan masing-masing saling mengisolasi. Padahal pembedaan itu persis sama dengan saat kita menjelaskan rumah. Agar menjadi rinci dan jelas, kita harus menyebut ruang tamu di bagian depan, ruang serba guna di tengah, kamar tidur ada di belakang kanan, dapur dan kamar mandi di belakang kiri. Pembagian itu dilakukan untuk membuat kerincian dan kejelasan. Rumah ya keseluruhan ruang yang tadi disebutkan. Tiap bagian yang disebutkan bukanlah bagian tersendiri yang terpisah. Sebab jika tersendiri dan terpisah tentulah tidak dapat disebut sebagai rumah.

Daniel H. Pink menulis A Whole New Mind. Buku ini beranjak dari temuan Sperry. Pink menjelaskan abad 21 merupakan Zaman Konseptual, zaman bagi pencipta dan berempati. Sebelumnya pada abad 20 merupakan Zaman Informasi, zaman bagi pekerja intelektual, abad 19 adalah Zaman Industri yang dikuasai pekerja pabrik, dan abad 18 adalah Zaman Agrikultur, zaman para petani.

Zaman Konseptual memberikan tantangan dan tuntutan baru yang  belum muncul pada zaman-zaman yang lalu. Sebagai konsekuensinya dibutuhkan paradigma baru untuk menghadapinya. Pink menekankan pentingnya mengembangkan Kecerdasan Enam Indra yang berakar pada belahan kanan otak.

Secara berurutan Pink menjelaskan Kecerdasan Enam Indera tersebut yaitu, bukan hanya fungsi tetapi juga DESAIN, bukan hanya argumen tetapi juga CERITA, bukan hanya fokus tetapi juga SIMPONI, bukan hanya logis tetapi juga EMPATI, bukan hanya keseriusan tetapi juga BERMAIN, bukan hanya akumulasi tetapi juga MAKNA.

Sangat jelas Pink menekankan pentingya menjaga keseimbangan antara kedua belahan otak. Bukannya mendahulukan atau mementingkan yang satu di atas yang lain.

Lebih lanjut Pink menguraikan,
DESAIN, sekarang ini yang penting secara ekonomis dan menguntungkan secara pribadi adalah menciptakan sesuatu yang indah, unik, dan menyentuh emosi.

CERITA, hakikat membujuk, berkomunikasi dan memahami diri sendiri telah menjadi suatu kemampuan untuk menampilkan cerita yang menyentuh.

SIMPONI, yang sangat dituntut sekarang ini bukannya analisis melainkan sintesis, memandang gambaran menyeluruh dan melampaui batas-batas, kemampuan mengombinasikan hal-hal berbeda menjadi kesatuan utuh yang memikat.

EMPATI, apa yang membedakan manusia yang sungguh hidup adalah kemampuan mereka memahami apa yang membuat sesama mereka bahagia, kemampuan untuk menjalin relasi, dan menaruh kepedulian pada sesama.

BERMAIN, terlalu serius bisa berakibat buruk pada karier dan lebih buruk lagi untuk kesehatan mental secara keseluruhan. Di Zaman Konseptual, dalam kerja dan kehidupan, kita semua butuh bermain.

MAKNA, kita hidup dalam dunia yang berkelimpahan materi yang memesona. Semua itu membebaskan ratusan juta orang dari pergulatan hidup sehari-hari dan membebaskan kita untuk mengejar hasrat yang lebih berarti, seperti: makna hidup, transendensi, dan kepuasan spiritual.

Banyak hal menarik dalam rumusan Pink di atas. Pertama, Pink tidak membuat pertentangan antara belahan kiri dan kanan otak seperti banyak dilakukan orang. Pink mencoba membangun keselarasan antara keduanya.

Pemikiran ini tentulah sangat menarik dan bermakna karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk multidimensi yang memang memiliki banyak dimensi dalam dirinya yang berpusat di otak. Manusia bisa sangat logis dan argumentatif, sekaligus emosional dan melankolik. Pink mencoba menunjukkan kemultidimensian itu.

Kedua, Pink menegaskan  enam kecerdasan indra yang dirumuskannya sangat berguna pada Zaman Konseptual karena zaman ini melampaui berbagai zaman sebelumnya dan membutuhkan pendekatan, cara berpikir dan gaya hidup yang sama sekali berbeda. Namun Pink tidak mengesampingkan cara pikir dan gaya hidup zaman sebelumnya. Ia melihatnya dalam kerangka saling melengkapi.

Ketiga, banyak kesejajaran rumusan Pink dengan Geil Browning dan Gardner. DESAIN Pink memiliki banyak kesamaan dengan Konseptual Browning dan Pikiran Mencipta Gardner. EMPATI Pink sejajar dengan Sosial Browning, dan Pikiran Merespek Gardner. SIMPONI Pink bersesuian dengan Pikiran Menyintesis Gardner. Semua ini menunjukkan bahwa zaman ini memang meniscayakan ditumbuhkembangkannya cara, pola, dan jenis pikiran-pikiran di atas.

Berbagai temuan di atas sangat berguna terutama dalam bidang pendidikan. Para pendidik harus semakin menyadari bahwa tantangan dan tuntutan zaman semakin keras saat pembelajar memasuki dunia nyata. Karena itu kesempatan yang sedang mereka jalani dalam dunia pendidikan harus dimanfaatkan dan dimaksimalkan secara sungguh-sungguh mengasah seluruh potensinya untuk bukan saja memahami, juga memiliki kompetensi dalam keberagaman pola, cara, dan jenis berpikir yang dijelaskan di atas.

Dalam konteks ini menjadi penting bagi semua pendidik untuk mewujudnyatakan KKNI menjadi praktik pembelajaran sehari-hari. Bukan hanya sebagai bahan diskusi. Karena hakikinya KKNI akan tercapai bila dirumuskan menjadi rencana pembelajaran yang diwujudnyatakan dalam praktik pembelajaran. Mengapa ada kaitannya dengan KKNI?

Karena KKNI tidak hanya merumuskan capaian pembelajaran yang bersifat teknis profesional untuk siap memasuki dunia kerja. Juga berisi sejumlah sikap yang harus ditumbuhkembangkan. Sejumlah sikap itu adalah:

a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Memiliki moral, etika dan kepribadian yang baik di dalam menyelesaikan tugasnya.
c. Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air serta mendukung perdamaian dunia.
d. Mampu bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial dan kepedulian yang tinggi terhadap masyarakat dan lingkungannya.
e. Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, kepercayaan, dan agama serta pendapat/temuan original orang lain.
f. Menjunjung tinggi penegakan hukum serta memiliki semangat untuk mendahulukan kepentingan bangsa serta masyarakat luas.

Dengan demikian para pendidik dituntut untuk menumbuhkan apa yang dipaparkan di atas. Sudah pasti cara-cara atau metode pembelajaran tradisional yang usang tidak lagi cocok untuk mengembangkan beragam sikap dan cara berpikir yang dijelaskan di atas.

Para pendidik pada semua jenjang dan jenis pendidikan, tidak bisa lagi hanya menggunakan metode tunggal dalam proses pembelajaran. Karena cara ini bukan saja sudah sangat ketinggalan zaman. Pun tidak mengembangkan dengan baik potensi-potensi manusia yang sangat beragam yang dibutuhkan dalam dunia yang berubah sangat cepat dengan tingkat ketidakpastian yang terus meningkat.

Para pendidik tentu saja memiliki kebebasan untuk memilih pendekatan, metode dan strategi pembelajaran. Namun untuk menumbuhkembangkan sejumlah cara, pola dan jenis berpikir yang diuraikan di atas, dan sejumlah sikap yang menjadi capaian pembelajaran utama yang ditampilkan dalam KKNI, pembelajaran yang berorientasi pada si pembelajar, mengaktifkan dan melibatkan mereka dengan mengalami langsung adalah pilihan utama.

Pastilah tidak mudah, karena akan merepotkan dan membutuhkan perhatian, kerja keras dan rentang waktu yang panjang.  Butuh perencanaan yang matang , testruktur dan terinci. Bahkan membutuhkan diskusi dengan semua pengelola pendidikan yaitu kepala sekolah dan guru-guru lain, bahkan orang tua. Namun, bila bisa dilaksanakan akan membawa hasil seperti yang diharapkan.

Mengalami dan melibatkan pembelajar secara aktif bisa dimulai dengan kegiatan-kegiatan sederhana dan murah, sesuai dengan mata pelajaran dan topik-topik khusus yang sedang diajarkan. Pembelajar bisa diminta melakukan pengamatan di lingkungan sekolah. Kemudian menceritakan di depan kelas secara bergantian apa saja yang dilihatnya. Setelah itu hasil kegiatan pengamatan itu bisa dibuat menjadi puisi atau laporan.

Sebagai contoh, dalam pelaksanaan mata kuliah Manajemen Konflik, saya menugaskan mahasiswa dalam kelompok 2-3 orang mendatangi tempat-tempat yang pernah dan sering terjadi konflik seperti Johar Baru, untuk bertemu muka dengan orang-orang yang terlibat konflik. Mereka harus bertemu dengan orang-orang yang pernah terlibat konflik.

Kehadiran para pembelajar di tempat konflik bukan saja memberi kesempatan untuk mengetahui latar belakang, pemicu, dan akibat konflik. Melampaui itu, mereka dapat bertatap muka, bertemu hati dan membangun semangat empati. Tidak hanya mendengarkan apa yang dituturkan oleh mereka yang pernah terlibat konflik. Bahkan menyimak apa yang tak mereka katakan.

Kala para pembelajar berada di tempat yang pernah terjadi konflik dan bertemu, berbincang dengan mereka yang pernah terlibat, para pembelajar itu bukan sekadar belajar tentang konflik. Lebih dalam dari itu, mereka belajar tentang manusia, problematika manusia dalam konteks sosial. Para pembelajar itu menjadi sadar apa makna menjadi manusia, betapa tidak mudah hidup dalam relasi-realasi sosial yang kompleks, bagaimana kemiskinan bisa memengaruhi manusia dengan cara yang sangat buruk, dan sejumlah problematika moral yang nyata.

Betapa bingungnnya mereka saat mendapatkan informasi dan argumentasi yang saling bertentangan dari mereka yang terlibat tawuran. Kondisi seperti ini memaksa para pembelajar untuk menerapkan sejumlah cara berpikir. Juga memaksanya menggali lebih dalam untuk mencaritemukan masalah yang sebenarnya. Para pembelajar juga harus melakukan triangulasi, cek dan ricek pada pihak ketiga seperti polisi yang ikut serta menyelesaikan konflik.

Keterlibatan dengan mengalami sendiri, bertemu dengan orang-orang yang terlibat konflik di tempat konflik itu terjadi, memberi banyak pelajaran bagi para pembelajar. Pastilah akan tumbuh mekar sejumlah sikap seperti empati. Jika konflik itu hanya dibahas di kelas, yang muncul hanyalah sekadar pemahaman. Berbagai cara pikir dan sikap positif tak akan pernah muncul. Karena konflik itu akan dibahas dengan analisis dan argumentasi yang sepenuhnya logis dan penuh spekulasi. Bukan berdasarkan data empiris yang langsung didapatkan dari mereka yang terlibat.

Dalam Mata Kuliah Kawasan Penelitian IPS para mahasiswa secara individual ditugaskan melakukan pengamatan dan wawancara terhadap sekolah-sekolah yang mengalami sejumlah masalah. Masalah yang terkait dengan pembelajaran seperti guru yang mengajar tidak sesuai latar belakang pendidikannya dengan mata pelajaran yang diajarkan. Siswa tidak tertarik untuk mengikuti proses pembelajaran karena guru mengajar tidak menarik atau metodenya hanya ceramah. Rendahnya hasil belajar. Ketidakmampuan guru mengelola kelas dan banyak masalah lain.

Di samping itu juga dieksplorasi masalah-masalah sosial dan perilaku yang dapat mengganggu proses pembelajaran dan proses pendidikan yang lebih luas. Di sebuah SMP swasta ditemukan para guru tidak berani menegur apalagi menghukum sejumlah siswa perempuan dan lelaki yang bersikap buruk. Mereka sama sekali tidak berdisiplin. Datang dan pergi ke sekolah seenaknya dan berpakaian secara sangat sembarangan.

Para guru tidak berani karena para siswa itu adalah anak para preman yang tinggal di daerah kumuh tidak jauh dari sekolah. Para guru pernah menegur dengan baik-baik para siswa itu agar berdisiplin dan mengenakan pakaian yang pantas. Lantas saja para orang tua siswa yang preman datang ke sekolah memarahi dan mengancam para guru. Pastilah sejak saat itu para guru merasa takut dan terancam. Suasana sekolah menjadi tidak kondusif untuk melangsungkan proses pembelajaran.

Di sekolah lain, sejumlah pelajar putri kelas dua SMP biasa merokok dan sering datang ke sekolah dalam keadaan mulutnya beraroma minuman beralkohol. Beberapa mereka menjadi cabe-cabean dan nyaris semua orang di sekolah tahu. Ada pula sekolah swasta terkenal yang guru-gurunya tidak berani pada para murid yang tidak disiplin karena di sekolah mahal itu, para murid merupakan anak-anak orang sangat kaya. Orang tua anak-anak itu sering datang ke sekolah menegur guru bila berani memarahi anaknya.

Beragam masalah itu dieksplorasi dengan cara pengamatan dan wawancara. Pengamatan dan wawancara memberi kesempatan bagi para mahasiswa menggunakan beragam strategi dan cara berpikir, seperti pikiran terdisiplin, pikiran merespek, dan pikiran etis dari Gardner, dan empati dari Pink untuk menggali informasi mendalam, dan memahami para pelaku dari sudut pandang mereka, bukan sudut pandang mahasiswa.

Sudah pasti bukan hanya informasi yang didapatkan. Lebih dari itu, para mahasiswa mengetahui secara mendalam latar belakang, proses terjadinya, akibat yang dimunculkannya, dan problem-problem anak remaja secara lebih mendalam.

Setelah melakukan kegiatan di sekolah dan membuat laporan tertulis yang harus berisi sejumlah masalah yang potensial untuk dieksplorasi lebih rinci menjadi topik skripsi, mahasiswa diberi tugas baru. Tugas baru ini lebih kompleks dibanding yang pertama karena yang dieksplorasi adalah realitas dan masalah-masalah sosial nyata dalam masyarakat.

Mahasiswa bebas memilih apa yang akan diamati. Mereka memilih untuk mengeksplorasi manusia gerobak yaitu pemulung yang menjadikan gerobak untuk tempat tinggal sekeluarga. Karena menggunakan gerobak mereka bisa berpindah-pindah dan tidak kena gusur.

Ada mahasiswa mengamati para pemulung yang tinggal bersama keluarganya di tempat pembuangan akhir sampah Bantar Gebang. Ada pula yang melakukan pengamatan dan wawancara dengan pedagang kecil di pasar tradisional yang terjerat oleh rentenir atau lintah darat.

Terdapat mahasiswa yang melakukan eksplorasi terhadap kehidupan bencong atau waria yang memiliki profesi ganda yaitu pengamen, nyalon atau kerja di salon, dan menjual diri. Ada mahasiswi yang mengamati proses pembelajaran anak pemulung di sekolah informal yang dikelola lembaga swadaya masyarakat.

Ada pula mahasiswi yang mendalami kehidupan di daerah kumuh dan fokus pada proses bagaimana para orang tua menjual anak gadisnya di lokalisasi ilegal kelas bawah. Beberapa mahasiswa secara terpisah mempelajari gaya hidup LGBT. Sejumlah problema sosial dalam masyarakat dieksplorasi untuk mendapatkan pemahaman mendalam dengan pendekatan penelitian kualitatif.

Setiap kali selesai dengan pengamatan dan wawancara, para mahasiswa diwajibkan membuat laporan, terutama terkait dengan masalah yang layak diteliti lebih lanjut. Tak ketinggalan pendapat pribadinya tentang berbagai keunikan yang didapatkannya saat melakukan pengematan dan observasi.

Penugasan ini diberikan dengan maksud yang beragam. Secara teknis memang diharapkan keterampilan meneliti mahasiswa terbentuk dan terus ditingkatkan dengan mengalami langsung. Mereka jadi faham, seringkali tidak mudah untuk membangun hubungan dan mengorek informasi dari para subjek yang diobservasi.

Melampaui keterampilan teknis itu, mahasiswa sekaligus diberi kesempatan untuk mengasahtajamkan kecerdasan sosialnya. Tentu saja yang paling penting adalah memekarkan empati. Empati penting bukan saja untuk sukses sebagai peneliti kualitatif. Lebih dari itu sukses dalam kehidupan.

Pada umumnya apa yang mahasiswa temurumuskan sebagai hasil observasi ini bisa dilanjutkan untuk penulisan skripsi. Pastilah penelitiannya menjadi lebih mudah karena mereka telah membangun hubungan baik dan keakraban dengan subjek yang diteliti. Dengan demikian mahasiswa bisa lulus tepat waktu.

Mengalami secara langsung seperti yang dijelaskan di atas memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk memenuhi capaian pembelajaran dan capaian pembelajaran lulusan, baik terkait dengan sikap yang harus ditumbuhkembangkan, maupun kompetensi sesuai bidang keilmuan. Oleh karena kesempatan mengalami dan terlibat secara sekaligus dan simultan memperhadapkan para mahasiswa pada masalah nyata yang sungguh-sungguh terjadi dalam konteks sosial.

Cara kerja induktif yang mengharuskan mahasiswa berhadapan dengan kejadian, fakta dan data sosial melalui mengalami dan keterlibatan akan memicu mereka untuk sekaligus menggali pemahaman mendalam berakar pada fakta dan data, serta pendalaman teoritis melalui membaca buku secara kritis dan diskusi di antara mereka.

Ada perbedaan mendasar saat mahasiswa hanya membaca buku tentang teori dan penjelasannya dengan membaca buku yang didahului atau diikuti dengan mengalami dan keterlibatan melalui "nyemplung" dalam realitas sosial dengan segala problematikanya. Cara kedua yaitu membaca buku dan "nyemplung" memungkinkan mahasiswa bersikap lebih kritis terhadap bacaan dan mencari berbagai kemungkinan terkait dengan implementasi teori atau kelemahan teori tersebut dalam menjelaskan realitas sosial. Karena sejatinya dalam ilmu-ilmu sosial, teori tidak sama dengan teori-teori dalam ilmu-ilmu alam yang bersifat universal.

Dalam perspektif KKNI praktik pembelajaran seperti ini memungkinkan untuk mewujudkan sikap-sikap,

b. Memiliki moral, etika dan kepribadian yang baik di dalam menyelesaikan tugasnya.

c. Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air serta mendukung perdamaian dunia.

d. Mampu bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial dan kepedulian yang tinggi terhadap masyarakat dan lingkungannya.

e. Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, kepercayaan, dan agama serta pendapat/temuan original orang lain.

Berikut penjelasan penumbuhan sikap di atas.

b. Memiliki moral, etika dan kepribadian yang baik di dalam menyelesaikan tugasnya

Praktik mengalami ini mengharuskan mahasiswa membuat catatan atas apa yang diobservasi dan hasil wawancara. Juga analisis untuk menentukan fokus temuan yang bersifat sementara agar bisa merumuskan masalah dan fokus penelitian. Setiap kali selesai dari lapangan, mahasiswa harus membuat catatan lapangan, tanpa catatan lapangan mereka tidak bisa melakukan analisis dan merumuskan masalah serta fokus penelitian.

Keharusan membuat catatan dan laporan akan mendorong mereka terbiasa menyelesaikan tugas secara terukur dengan cara membuat laporan tertulis. Kebiasaan ini mengharuskan mereka untuk bertanggung jawab terhadap penyelesaian tugas-tugasnya.

Tugas-tugas itu tidak dapat ditunda. Sebab penundaan membuat catatan lapangan akan sangat menyulitkan melakukan analisis. Karena akan bercampur baur hasil observasi dan wawancara dengan pendapat pribadi mahasiswa.

Oleh karena itu penugasan ini akan mendisiplin semua mahasiswa untuk bertanggungjawab menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan membuat laporan yang memenuhi syarat. Itu berarti penugasan ini membiasakan para mahasiswa untuk bertanggung jawab dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

c. Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air serta mendukung perdamaian dunia.

"Nyemplung" dalam realitas yang kompleks dan penuh masalah membangun kesadaran mahasiswa tentang problema nyata yang dihadapi masyarakat. Mencoba membangun pemahaman mendalam dari sudut emik atau pemilik realitas yaitu masyarakat tentang masalah dan solusinya. Dengan demikian mahasiswa belajar untuk menahan diri sekaligus membangun empati.

Strategi ini membuka peluang bagi mahasiswa untuk memahami dari dalam, dari sudut pandang masyarakat, berbagai persoalan dalam masyarakat. Membuat mereka lebih mengenal dan memahami secara mendalam masyarakat dengan seluruh tradisinya.

Mengenal masyarakat secara mendalam dengan memasuki kehidupan mereka merupakan sebuah cara untuk menghayati rasa cinta tanah air. Cinta tanah air melalui pemahaman mendalam terhadap masyarakat lengkap dengan seluruh penghayatan akan tradisi dan nilai. Cara ini juga membangkitkan kesadaran tentang keberagaman keindonesiaan.

d. Mampu bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial dan kepedulian yang tinggi terhadap masyarakat dan lingkungannya.

Berada bersama masyarakat untuk mendengarkan mereka, menghargai pandangan dan aspirasinya, menggali emik atau sudut pandang dan penghayatannya terhadap hidup dan beragam masalah memberi kesempatan pada mahasiswa untuk mengasahtajamkan empatinya.

Empati adalah "radar jiwa" yang mampu menangkap "sinyal-sinyal" rasa orang lain dengan ketajaman dan daya tangkap serta daya serap tinggi. Inilah yang hendak ditumbuhkan saat mahasiswa diminta "nyemplung" ke dalam kehidupan sosial masyarakat.

Kepekaan sosial dan kepedulian adalah buah yang diperoleh sebagai hasil nyata praktik mengalami dan terlibat yang dijalani mahasiswa. Dua keterampilan sosial di atas tidak akan pernah mekar jika pembelajar hanya berada di kelas mendengarkan ceramah pengajar, sehebat apapun pengajarnya. Sebab keterampilan-keterampilan sosial hanya bisa ditumbuhkan dengan cara "nyemplung" dalam kehidupan sosial dan terlibat secara intens dengan persoalan-persoalan nyata masyarakat.

Dalam kaitan inilah pentingnya membuat program pembelajaran, apapun mata pelajaran atau mata kuliah, dan apapun jurusan pembelajar, yang memungkinkan pembelar bersentuhan dengan masyarakat. Strategi ini juga merupakan bentuk-bentuk perujudan beragam temuan neurosains yang dijelaskan di atas.

e. Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, kepercayaan, dan agama serta pendapat/temuan original orang lain.

Berbeda dengan perkuliahan tradisional yang diselenggarakan di dalam kelas, mengalami dan terlibat dalam konteks sosial masyarakat mengharuskan para pembelajar bertemu muka, berjabat tangan, berbincang dengan saling memerhatikan, mendengarkan dengan penuh perhatian beragam manusia dalam masyarakat. Dengan demikian para pembelajar sungguh-sungguh menghayati perbedaan dan keberagaman dalam dunia nyata.

Mereka harus menghargai dan membiasakan diri dengan dan dalam perbedaan dan keberagaman. Semua jenis perbedaan dan keberagaman. Karena kehidupan nyata yang mereka masuki sepenuhnya menyodorkan beragam perbedaan dan keberagaman. Mereka dilatih untuk menerima, menghayati, dan menghargai berbagai perbedaan dan keberagaman yang nyata itu.

Praktik pembelajaran yang memberi kesempatan kepada para pembelajar "nyemplung" dalam masyarakat memberi kesadaran dan kepekaan bagaimana perbedaan dan keberagaman itu merupakan keniscayaan dalam hidup bermasyarakat. Bagaimana perbedaan dan keberagaman itu menjadi kekayaan yang membuat hidup penuh warna dan indah. Tentu saja juga menyaksikan bagaimana perbedaan dan keberagaman itu seringkali menjadi pemicu berbagai konflik jika tidak dimaknai dengan positif.

Para pembelajar benar-benar belajar bagaimana perbedaan dan keberagaman itu dikelola dalam masyarakat. Dengan demikian mereka bukan saja memahaminya. Lebih penting dari itu adalah mengalami dan menghayati bagaimana mengelola perbedaan dan keberagaman, dan hidup damai dalam perbedaan dan keberagaman.

Sejumlah sikap utama yang menjadi capaian pembejaran yang harus dicapai oleh pembelajar dari semua jenjang pendidikan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam KKNI, membutuhkan penjabaran khusus sesuai tingkatan usia. Dalam kaitan ini neurosains yang kini menjadi bagian penting dari psikologi pendidikan dapat memberi sumbangan sangat bermakna bila digunakan dengan tepat dan benar.

Sikap yang dikembangkan di atas bila dikaitkan dengan penjelasan neurosains pada bagian depan tulisan ini yaitu beragam bagian otak dengan fungsi-fungsi khususnya, dan cara serta pola pikir yang telah diuraikan, sangat jelas terlihat bahwa sikap-sikap tersebut berhubungan dengan semua bagian otak dan cara berpikir tersebut. Maknanya temuan dalam neurosains sepenuhnya dapat digunakan untuk menumbuhkan sikap-sikap dimaksud.

Sudah barang tentu harus dihindari kesalahanpahaman yang selama ini beredar yang mengira bagian-bagian, dan belahan otak dapat dikembangkan tersendiri terpisah dari yang lain. Misalnya mengembangkan model pembelajaran yang hanya memekarkan keterampilan belahan kanan otak. Pandangan ini sangat salah atau keliru.

Otak bekerja secara simultan integratif, tidak terpisah antara bagian-bagiannya. Namun, untuk keterampilan tertentu seperti perhitungan yang sangat rumit, ada belahan kiri otak yang lebih aktif dan berperan dibanding bagian lain. Begitu pula saat kita membaca. Membaca dalam hati dan membaca dengan suara mengaktifkan bagian otak yang tidak sama persis. Sebab membaca dengan suara melibatkan secara aktif otot-otot mulut dan bagian-bagian telinga. Bila kita melukis bagian otak yang aktif berbeda dengan jika kita "meluk dan kiss".

Dengan demikian sangat penting dan menentukan untuk merancang pembelajaran yang mengaktifkan seluruh bagian otak, dengan fokus pada bagian tertentu. Tetapi harus dipastikan bahwa bukan hanya bagian tertentu itu saja yang mendapat perhatian. Bagian-bagian otak yang lain juga mendapat perhatian dalam seluruh rangkaian pembelajaran.

Artinya dalam satu mata pelajaran atau mata kuliah harus dirancang penggunaan berbagai pendekatan, metode, strategi dan modus pembelajaran. Harus dipilih sebagai prioritas metode pembelajaran yang berorientasi pada pembelajar, memberi kesempatan pada pembelajar untuk berpartisipasi aktif, mengalami dan terlibat.

Itu berarti bukan tidak boleh menggunakan metode ceramah. Metode ceramah digunakan sebagai cara untuk menjelaskan bagian-bagian penting sebagai modal untuk kegiatan selanjutnya seperti diskusi, debat, dan melakukan pekerjaan dalam laboratorium serta keterlibatan dalam masyarakat.

Pada 2012-2013 saya terlibat pada sebuah penelitian berskala nasional yang dilakukan oleh Puslijak Balitbang Kemdikbud. Para peneliti memeriksa dengan teliti perencanaan pembelajaran yang dibuat oleh para guru. Kemudian melakukan pengamatan saat guru sedang mengajar. Kegiatan berikutnya adalah mewawancarai guru, rekan sejawat guru atau guru lain, para murid dan kepala sekolah.

Hasilnya sungguh mengejutkan. Karena yang diteliti adalah para guru yang sudah memiliki sertifikat. Sebagai pembanding diteliti pula sejumlah guru yang belum bersertifikat. Beberapa temuan penelitian terkait dengan kemampuan guru membuat rencana pembelajaran adalah,

Dalam jumlah yang tidak sedikit, baik guru yang bersertifikat maupun yang belum bersertifikat mengalami kesulitan untuk menjabarkan Standar Kompetensi-Kompetensi Dasar menjadi tujuan-tujuan yang lebih spesifik sesuai dengan konteks tempat mereka mengajar yang harus memerhatikan kondisi siswa dan sekolah terkait dengan sarana dan prasarana.

Guru dalam merumuskan dari KD ke indikator banyak yang tidak sinkron dan kebanyakan hanya  bersifat copy paste. Guru memang belum mampu membuat RPP yang standar, guru bersertifikat banyak yang belum bisa membuat RPP. Di kabupaten banyak guru tidak mengerti SK-KD, bagaimana menjabarkannya jadi RPP, ada yang sudah ikut latihan, tetap tidak bisa. Mereka mengambil RPP teman, kebanyakan dikopi saja untuk pemeriksaan administrasi.

Diakui sejumlah besar guru memang kesulitan menentukan bahan pembelajaran karena tidak dan kurang mampu menjabarkan SK-KD menjadi tujuan-tujuan yang lebih spesifik. Bahkan masih banyak guru yang tidak mengerti kata kerja operasional

Hanya sedikit  sekolah (sekitar 20 persen) yang melakukan analisis untuk menentukan bahan pembelajaran, itu yang menyebabkan bahan yang disajikan kebanyakan bersifat umum.

Secara umum diakui kompetensi guru dalam membuat RPP memang belum seperti yang diharapkan. Inilah yang menjadi pemicu berkembangnya kebiasaan guru untuk copy paste dari internet. Para guru menyadari bahwa RPP yang berasal dari internet dan sumber lain tidak atau kurang sesuai dengan kondisi nyata siswa yang diajar

Selain dari internet, sumber lain bagi pengadaan RPP adalah apa yang disebut para guru 'pabrik RPP' yakni orang atau kelompok orang yang membuatkan RPP.

Terkait dengan pelaksanaan proses pembelajaran sejumlah temuan diurai berikut ini,

Sejumlah besar guru berusaha melaksanakan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, menggunakan berbagai media/alat pembelajaran/alat peraga yang inovatif, dan aktivitas belajar mencakup ranah afektif, kognitif, dan psikomotor.

Sebagian besar guru berupaya melaksanakan apa yang telah direncanakan dalam RPP sebaik-baiknya.

Dalam jumlah yang tidak sedikit, para guru berusaha keras agar pelaksanaan kegiatan pembelajaran tidak menyimpang dari tujuan pembelajaran, sekaligus bisa tetap aktif, kreatif, inovatif dan efektif.

Sejumlah guru SD membawa murid ke luar kelas memanfaatkan taman yang ada di dekat sekolah sebagai bagian dari pelaksanaan kegiatan pembelajaran.

Ada guru SD yang membawa siswa ke pabrik batako dan berkarya dengan tanah liat, murid-murid sangat senang dan antusias, mereka meminta kegiatan seperti ini ada lagi di lain waktu.

Sejumlah guru berpendapat kualitas pelaksanaan RPP dalam pelaksanaan kegiatan di kelas sangat tergantung kualitas dan kompetensi guru. Faktanya banyak guru yang belum memenuhi standar mutu dan kompetensi, meskipun mereka sudah bersrtifikat. Itu yang menyebabkan kualitas pelaksanaan di kelas masih perlu terus ditingkatkan.

Salah satu pemicu rendahnya kualitas pelaksanaan pembelajaran, diakui sejumlah guru karena banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dan keahliannya, tetapi mereka sudah disertifikasi.

Sejumlah besar kepala sekolah dan pejabat dinas menyatakan masih banyak guru menggunakan pola lama dalam mengajar. Siswa yang baik adalah siswa yang duduk-diam. Siswa aktif dan kreatif dianggap tidak baik. Padahal ada kalanya kelas harus ramai dengan diskusi dan perdebatan. Cara lama dalam pelaksanaan pembelajaran masih dominan, guru menjadi satu-satunya sumber.

Pejabat dinas dan sejumlah besar kepala sekolah mengakui, dalam jumlah yang sangat besar para guru yang sudah sangat lama mengajar, belum pernah di 'up grade'. Banyak yang sudah dapat sertifikat melalui portofolio atau PLPG tetapi kompetensi dan mutunya belum menunujukkan tanda-tanda peningkatan. Karena itu mereka meragukan efektifitas dan kegunaan PLPG yang hanya dua minggu untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran di kelas.

Beberapa kepala sekolah dan guru mengakui masih ada guru 'killer' yang ditakuti para siswa. Tentu saja ini mengganggu proses belajar di kelas.

Sejumlah kepala sekolah dan guru menyadari dan mengakui gaya atau tipe belajar siswa yaitu tipe visual, auditori, dan kinestetis kurang atau belum diperhatikan. Sehingga siswa belum terlayani dengan baik.

Sejumlah besar guru mengakui, beban mengajar 24 jam dan melengkapi administrasi pembelajaran telah menguras tenaga dan waktu mereka. Kondisi ini sangat memengaruhi kinerja mereka dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Akibatnya pengelolaan kelas dan hasilnya belum seperti yang diharapkan.

Sejumlah besar guru SD dan SMP mengakui, meskipun RPP berisi perencanaan yang sangat baik dan rinci,  serta terdiri dari metode yang bervariasi. Namun, dalam pelaksanaannya yang dominan tetaplah pembelajaran satu arah, bukan multi arah.

Sebagian terbesar guru dan kepala sekolah mengakui metode ceramah tetaplah merupakan metode yang dominan. Beberapa guru menambahkannya dengan tanya jawab. Bahkan ketika tersedia media pembelajaran, guru tetap memilih berceramah.

Sejumlah guru mengakui, jika melakukan diskusi, siswa diberi bahan, dikelompokkan dan dibiarkan berdiskusi sendiri. Guru tidak membimbing dan mengarahkan, guru cenderung membiarkan siswa berdiskusi sendiri tanpa bimbingan.

Beberapa guru mengakui, masih banyak guru yang langsung memberi tugas pada siswa tanpa penjelasan terlebih dahulu.

Sejumlah besar guru mengakui, banyak guru yang tidak mencoba menggali informasi atau pengetahuan dan pendapat siswa. Dalam prakteknya diakui proses pelaksanaan  pembelajaran masih berpusat pada guru.

Di  sejumlah sekolah guru kekurangan jam belajar karena jumlah guru sangat banyak. Kurang baiknya pengelolaan menyebabkan kegiatan belajar di kelas juga terganggu.

Dalam  jumlah yang semakin banyak, para guru mulai menggunakan laptop dalam proses pembelajaran di kelas sebagai sumber informasi tambahan. Ada beberapa yang sudah menggunakan LCD karena sekolah memiliki dan mengatur jadwal penggunaannya di antara guru.

Terkait dengan penguasaan materi, berikut ini sebagian temuan penelitian,

Semua guru tanpa kecuali menyatakan guru harus menguasai materi pelajaran sebagai modal dasar dan modal utama sebagai pendidik profesional.

Sejumlah kepala sekolah dan pejabat dinas mengakui masih perlu berbagai usaha untuk meningkatkan penguasaan guru terhadap materi pelajaran, karena masih ditemukan sejumlah guru yang kurang menguasai pelajaran. Keadaan ini diperburuk karena   banyak guru yang  mengajar tidak sesusai dengan bidang studi atau latar belakang pendidikannya.

Pada tingkat SD sejumlah besar guru mengeluhkan banyaknya beban pelajaran yang harus dikuasai sebagai guru kelas yang mengajar semua mata pelajaran. Penguasaan materi ini makin kedodoran karena sering dan cepatnya rolling atau pindah kelas mengajar.

Sekarang keadaan diperparah karena banyak guru baru, terutama guru bantu yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Tidak ada kecocokan antara materi yang diajarkan dengan pendidikan yang telah dimiliki.

Ada guru TIK yang tidak menguasai komputer.

Sejumlah guru mengakui dan melaporkan, banyak guru yang sudah bersertifikat tetapi penguasaan materinya masih tidak bagus. Ini diakui oleh sejumlah kepala sekolah dan pejabat dinas.

Beberapa guru mengakui, sejumlah besar guru merancang dan menuliskan materi dengan baik pada RPP, tetapi dalam pelaksanaan proses pembelajaran, guru tidak menguasai materi.

Sejumlah kecil guru mengakui dan melaporkan, mereka sering memberi tugas kepada siswa karena kurang menguasai materi pelajaran.

Dalam jumlah yang tidak terlalu banyak, guru mulai memanfaatkan internet untuk memperkaya materi pelajaran.

Sejumlah kepala sekolah mewajibkan para guru aktif di KKG/MGMP untuk meningkatkan penguasaan materi pelajaran.

Sejumlah besar kepala sekolah dan sejumlah guru mengusulkan ada peraturan yang mewajibkan guru bersertifikat menyisihkan uang sertifikasi untuk meningkatkan penguasaan guru terhadap materi pelajaran.

Sejumlah kecil kepala sekolah mewajibkan guru yang kurang menguasai materi pelajaran belajar pada teman guru yang bisa dan menguasai dengan cara tutor teman sebaya.

Sejumlah besar guru menginginkan di upgrade atau dilatih kembali untuk menguasai materi pelajaran yang sudah sangat banyak berubah.

Dengan sengaja ditampilkan hasil penelitian di atas untuk menunjukkan hal-hal berikut ini,

Pertama, kemajuan neurosains berkat teknologi pemindai yang semakin canggih dan penelitian-penelitian yang sangat beragam dan mendalam telah melahirkan banyak temuan baru yang benar-benar membantu memahami otak manusia yang dalam masa sangat panjang diselimuti misteri dan mitos. Temuan-temuan baru tersebut  sangat membantu memahami manusia terkait dengan potensi-potensi tumbuh kembangnya. Dalam pendidikan temuan-temuan baru neurosains ini dapat memberikan sumbangan yang sangat bermakna.

Kedua, secara konseptual pendidikan kita menunjukkan kemajuan sebagai antisipasi semakin tak terelakkannya  serbuan globalisasi dengan segala tantangan, tuntutan, dan resikonya. Dalam kaitan inilah KKNI harus diberi makna. KKNI menegaskan posisi dan kedudukan negara bangsa ini menghadapi persaingan global dan peningkatan mutu pendidikan tanah air secara bersamaan. Karena keduanya memang harus berjalan seiring.

Ketiga, Pendidikan kita masih menghadapi banyak masalah. Salah satu masalah yang memerlukan perhatian khusus adalah mutu guru. Temuan penelitian terkait mutu guru yang ditampilkan di atas menegaskan bahwa meski Pemerintah telah berusaha keras meningkatkan mutu guru antara lain dengan Program Sertifikasi, namun tampaknya masih banyak guru yang kompetensi-kompetensinya masih jauh dari standar. Mulai dari kompetensi membuat rencana pembelajaran sampai dengan melaksanakan proses pembelajaran.

Dengan demikian perkembangan ilmu dan temuan-temuan baru, perumusan konsep-konsep baru dalam pendidikan, tidak selalu mudah diimplementasikan dalam praktik pendidikan. Ada kesenjangan sangat lebar antara perkembangan ilmu, perumusan konsep baru, dan fakta-fakta nyata terkait praktik pembelajaran.

Namun, kenyataan-kenyataan yang masih memprihatinkan itu tidak boleh membuat kita berhenti apalagi mundur. Kita harus terus melangkah maju menuju masa depan dengan menyusun strategi yang terencana, terstruktur tersistem, dan terukur. Dalam kerangka itulah temuan-temuan neurosains dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

NEUROSAINS DAPAT DIMANFAATKAN MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd