Selasa, 05 April 2016

MOHAMMAD SANUSI DAN SYARIAT ISLAM

Jangan dengar apa katanya, cermati perilakunya!

Tak melepuh mulut katakan api, peganglah!

Mohammad Sanusi kader utama Partai Gerindra terkena operasi tangkap tangan (OTT) saat menerima suap dari pengusaha dalam kaitannya dengan proyek reklamasi Pantai Jakarta. Saat kecokot, Mohammad Sanusi sedang menerima suap kedua. Total suap yang Mohammad Sanusi terima adalah dua milyar rupiah. Bukan uang yang sedikit.

Bayangkan jika duit dua milyar itu dibagikan pada orang miskin di sekitar Luar Batang yang akan digusur, atau nelayan miskin di pantai-pantai Jakarta yang pasti tergusur karena proyek reklamasi itu, pasti sangat berguna. Karena itu, kita harus sangat curiga bila wakil rakyat bicara tentang rakyat. Kenyataannya diantara mereka tidak sedikit yang lebih mementingkan diri sendiri, mengumpulkan duit dalam jumlah besar bukan untuk rakyat, tetapi untuk diri sendiri.

Kita kini jadi semakin tahu mengapa para legislator di daerah dan di pusat bisa punya rumah berharga milyaran ditambah lagi mobil yang juga milyaran harganya. Mohammad Sanusi rasanya bukanlah satu-satunya yang mendapat milyaran dari suap. Kita belum lupa pada Sutan Bhatoegana kader Partai Demokrat dan banyak yang lainnya.
Kali ini Mohammad Sanusi yang terkena, mudah-mudahan yang lain, yang suka terima suap juga akan kecokot. Sehingga rakyat tahu siapa yang penjahat dan siapa yang baik.

Ada yang membuat penasaran berhubungan dengan Mohammad Sanusi, kader utama Partai Gerindra ini. Ia merupakan salah satu calon Gubernur DKI Jakarta bersama Mohammad Taufik, juga dari Partai Gerindra, yang pernah masuk penjara karena korupsi. Dua Mohammad ini kabarnya bersaudara. Sama-sama Mohammad dan sama-sama masuk penjara. Keduanya masuk penjara karena korupsi. Pendekatan apa ya yang terbaik untuk menjelaskannya? Biologi, tentang gen? Pendidikan, tentang pola asuh? Psikologi, tentang pengaruh orang terdekat? Ekonomi, tentang modal kecil dan untung besar? Sosiologi, tentang sistem kekerabatan? Entahlah.

Dalam kampanye untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta, Mohammad Sanusi menegaskan akan menerapkan Syariat Islam di Jakarta bila terpilih menjadi gubernur. Tampaknya bagus juga, sebelum diterapkan secara luas, Syariat Islam itu diuji coba pada diri Mohammad Sanusi saat ini.

Uji coba dimaksudkan untuk melihat keefektifan penerapannya. Rasanya tangan Mohammad Sanusi harus dipotong. Mungkin yang kanan, karena tidak sopan menerima uang banyak dengan tangan kiri.

Banyak pelajaran dari tertangkapnya Mohammad Sanusi dalam kaitannya dengan keinginannya menerapkan Syariat Islam di Jakarta. Sejumlah pelajaran itu adalah,

Pertama, apakah Mohammad Sanusi mengerti betul bahwa Indonesia adalah negara kesatuan yang berdasar Pancasila? Apakah Mohammad Sanusi tidak pernah belajar tentang sejarah Aceh secara rinci dan mendalam sehingga mengerti bagaimana akhirnya bisa menerapkan Syariat Islam? Apakah Mohammad Sanusi mengerti betul tentang Syariat Islam? Apa mungkin Mohammad Sanusi tidak mengetahui bagaimana Piagam Jakarta ditolak oleh para pendiri Republik Indonesia?

Jika Mohammad Sanusi mengerti Syariat Islam pastilah tidak bakal kena operasi tangkap tangan terkait suap. Bila Mohammad Sanusi paham tentang Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sejarah perjuangan rakyat dan pemimpin Indonesia, pasti tidak gegabah menawarkan pemberlakuan Syariat Islam.

Kader-kader partai yang selalu dikaitkan dengan Islam yaitu PKB, PPP, PKS, dan PBB tidak berbicara tentang Syariat Islam dengan cara seperti itu. NU dan Muhammadiyah yang merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia juga tidak berbicara tentang Syariat Islam kayak begitu.

Semoga pada masa depan partai-partai politik lebih hati-hati memilih kadernya yang akan diajukan jadi pemimpin publik. Mereka harus memahami sejarah perjuangan rakyat Indonesia terutama terkait dengan ideologi negara. Apa mungkin kader partai yang katanya setia pada Indonesia tidak pernah menelaah sidang-sidang di Konstituante dan hasil-hasilnya serta akibat-akibatnya terkait ideologi negara? Sungguh! Terlaluuuuu!

Kedua, kita harus sangat hati-hati dan kritis bila ada orang, kelompok, partai politik, media massa berbicara tentang agama dalam konteks politik dan urusan publik lainnya. Apalagi jika mereka sebelumnya tidak pernah membuktikan perhatian dan kedekatannya pada agama. Jangan mudah percaya pada orang yang bicara agama, lihat perilakunya. Apakah sesuai dengan ajaran agama yang diomongkannya? Sebab agama itu bukan soal kepintaran omongan, tetapi pengamalan dalam hidup nyata sehari-hari.

Hati-hatilah, tidak sedikit orang dan kelompok orang, partai politik dan media massa menjadikan agama sebagai komoditi. Mereka "menjual agama dengan murah" untuk mencapai tujuan-tujuan jangka pendek demi mendapatkan kekuasaan dan keuntungan-keuntungan lainnya.

Mereka bahkan sama sekali tidak peduli bahwa menggunakan agama untuk mencapai tujuan-tujuan jangka pendek yang bersifat duniawi bisa berakibat fatal. Terutama di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sangat majemuk ini.

Alangkah tragis, Syariat Islam yang agung dan mulia ditawarkan oleh orang yang kemudian menjadi tersangka kasus korupsi hanya untuk jabatan remeh yaitu gubernur. Rasanya hanya para dajjal yang tega melakukan tindakan kayak begini. Memalukan, menjijikkan, dan sangat keterlaluan.

Ketiga, jika ada yang berpendapat jangan gunakan agama untuk dan dalam politik karena politik itu kotor dan agama itu suci, saya secara pribadi sama sekali tidak setuju. Jika memang praktik-praktik politik masih berlumur kotoran, maka kekuatan dan kesucian agama justru harus digunakan untuk membersihkannya.

Agama seharusnya dimanfaatkan untuk membuat politik itu bersih, lurus, bermanfaat, bermakna, mencerahkan dan mendorong kehidupan berbangsa dan bernegara semakin bermutu dan meninggikan kemanusiaan. Agama seyogianya menjaga agar politik adalah jalan untuk menegakkan keadilan, menciptakan kedamaian. Karena sejatinya agama adalah keteduhan yang penuh energi.

Dalam konteks ini, secara pribadi saya mengapresiasi PKS yang bertindak tegas dan proporsional terhadap kader utamanya Fahri Hamzah. Menggunakan semangat ajaran Islam, PKS tidak dapat menerima ketidaksantunan, ketidakpantasan ucapan dan perilaku Fahri Hamzah sebagai kader partai. Bukankah PKS adalah partai yang berusaha menjadikan Islam sebagai dasar perjuangannya.

Apa yang dilakukan PKS adalah keteladanan yang luar biasa. Ucapan dan perilaku tak santun dan tak pantas saja sudah cukup menjadi alasan kuat memecat seorang kader yang sedang menjulang dan berkedudukan tinggi. Apalagi sampai melakukan dugaan korupsi seperti yang dituduhkan pada Mohammad Sanusi, kader utama dan terpilih dari Partai Gerindra.

Namun, jika nanti terbukti PKS lakukan ini agar mendapat tempat dalam kekuasaan karena tindakan itu dilakukan tepat benar waktunya dengan akan dilakukannya perombakan kabinet, tentulah PKS tidak berbeda dari yang lainnya, yang suka "menjual agama". Hanya Allah yang tahu apa yang ada di hati manusia, dan apa yang terjadi pada masa depan. Manusia paling cuma bisa tebak-tebakan.

Dalam konteks ini, sangat tepat untuk mengingat apa yang dikatakan Muhammad Abduh, ulama besar dari Mesir yang pernah dipenjarakan rezim otoriter, pasti bukan karena korupsi seperti Mohammad Sanusi dan Mohammad Taufik. Abduh mengatakan bahwa Islam justru akan dilenyapkan oleh umat Islam sendiri.

Itu terjadi karena tidak sedikit umat Islam yang "menjual agama dengan murah" demi kepentingan-kepentingan duniawi yang bersifat jangka pendek. Bagi mereka, agama adalah komoditi yang dengan mudah dan murah digunakan sekadar untuk memperdaya orang.

SUNGGUH, HANYA PARA DAJJAL YANG SUKA MENJUAL AGAMA UNTUK KEPENTINGAN DUNIAWI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd