Ada kesamaan antara gonjang-ganjing
impor daging sapi dan kurikulum 2013. Keduanya beranjak dari tujuan yang baik
dan mulia. Menteri Pertanian menginginkan kemandirian dalam pengelolaan dan
penyediaan daging sapi sekaligus meningkatkan kesejahteraan para peternak kita.
Untuk itu dilakukan berbagai upaya, antara lain dengan secara bertahap
mengurangi impor daging sapi. Apa yang kemudian terjadi? Harga daging sapi meroket
tinggi, tinggi sekali. Harga daging sapi di Indonesia menjadi yang tertinggi di
dunia.
Kini, saat harga BBM naik dan bulan
Ramadhan tiba, harga daging sapi kembali meroket, bersama dengan beberapa bahan
pokok lainnya. Masyarakat marah, terjadi kehebohan, para pejabat khususnya para
menteri, saling menyalahkan. Diambil tindakan darurat. Keran impor sapi yang
tadinya dipersempit, kini dibuka lagi. Sangat terkesan kebijakan impor sapi
dibuat dengan maksud baik, tetapi tidak menjadi baik, dan tidak pula menghasilkan
kebaikan. Maksud baik memang bukan kebaikan. Tetapi merupakan awal kebaikan
yang membutuhkan upaya yang terencana, sistematis, terstruktur, dan terukur
untuk menghasilkan kebaikan. Tidak dapat dilakukan secara instan dan
dipaksakan.
Kebijakan pemerintah terkait impor
sapi, yang diwarnai dijadikannya presiden PKS menjadi tersangka kasus korupsi,
benar-benar menyengsarakan rakyat. Lucunya, Presiden SBY sebagai kepala
pemerintahan menegur menteri yang terkait dengan impor sapi secara terbuka.
Tindakan ini seperti menepuk air di baskom atau buruk muka cermin diremukkan.
Kurikulum 2013 tampaknya juga begitu.
Awalnya adalah maksud baik untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia
menghadapi masa depan yang semakin sulit dan tidak pasti. Karena itu perubahan
kurikulum merupakan keniscayaan. Persoalannya adalah, apakah perubahan
kurikulum yang dilakukan sekarang ini
sudah dikerjakan dengan proses yang benar, tidak mengikuti cara instan
dan dipaksakan? Mohon maaf, saya meragukannya.
Keputusan DPR hanya mengizikan
pelaksanaan kurikulum 2013 secara terbatas merupakan bukti nyata, bahwa
kurikulum ini masih diragukan, paling tidak di kalangan politisi Senayan.
Akibatnya, kurikulum 2013 adalah kurikulum paling aneh dalam sejarah pendidikan
kita. Kurikulum dibuat, tetapi dilaksanakan secara terbatas. Apakah ini tidak
bertentangan dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan
pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan nasional. Apakah sistem pendidikan
masih dapat dikatakan bersifat nasional bila menggunakan kurikulum yang
berbeda?
Mestinya pemerintah, dalam hal ini
kemdikbud, belajar dari kisruh ujian nasional. Salah satu penyebab kisruh ujian
nasional adalah keluarnya permen yang tidak lagi memberikan hak yang telah
ditetapkan undang-undang pada BSNP sebagai pelaksana UN. Pelanggaran
undang-undang ini terbukti menimbulkan anomali yang merugikan anak didik.
Para pengambil keputusan dalam bidang
pendidikan harus belajar juga dari gonjang-ganjing impor daging. Kebijakan yang
bersifat instan dan dipaksakan, bisa menjadi malapetaka yang mengerikan
meskipun dilandasi maksud baik. Harus juga disadari, bila kebijakan impor
daging sapi cuma soal isi perut yang bisa diatasi dengan kembali mengimpor
daging, kebijakan pendidikan membawa konsekuensi yang lebih mendalam dan
kompleks. Kebijakan yang kurang tepat akan menimbulkan kerusakan generasi yang
mungkin sulit untuk diperbaiki. Persoalan kurikulum tidak sesederhana impor
sapi. Kurikulum mempertaruhkan nasib negara bangsa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd