Minggu, 08 September 2013

ANGRY BIRDS DAN KITA



Apa yang menarik dari permainan Angry Birds sehingga menjadi sangat populer bagi semua usia, di seluruh dunia? Setiap orang bisa memberikan alasan yang berbeda. Mungkin ada yang tertarik pada bentuk burungnya yang imut. Boleh jadi ada yang tidak bisa melupakan suaranya yang menggemaskan. Sejumlah orang menikmati kelucuannya. Tidak sedikit yang penasaran pada tantangnnya yang semakin tinggi tingkatnya menjadi semakin sulit. Tantangan yang semakin meningkat, gambar yang penuh warna, kelucuan berbagai bentuk yang ditampilkan dan suara yang menggemaskan memang menjadi daya tarik yang luar biasa. Keseluruhannya membuat Angry Birds sangat populer.

Terdapat aturan dalam Angry Birds yang harus diikuti oleh semua yang memainkannya yaitu: Anda bisa melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi jika menghancurkan sampai tuntas semua musuh. Ada aturan tambahan, Anda bisa mendapatkan tiga bintang, jika cara Anda menghancurkan semua sasaran dilakukan dengan tepat, akurat, dan benar-benar tidak menyisakan apapun. Rasanya banyak orang yang bermain Angry Birds kurang puas jika naik peringkat saja, tetapi hanya mendapat satu bintang. Semuanya menginginkan naik peringkat dengan tiga bintang! Ini bermakna, hancurkan sasaran sampai tuntas dengan tepat dan akurat. Orang Jawa bilang tumpas kelor. Tak ada sisa sama sekali. Bersikap tegas dan keras terhadap lawan.

Bisa jadi, bangsa ini begini terus keadaannya karena kita tidak pernah berani bersikap tegas terhadap berbagai kesalahan, korupsi, kejahatan, dan orang-orang munafiq, manusia bendera yang hidup sekedar mengikuti arah angin, dan para dajjali yaitu orang-orang yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan. Ini bermakna tidak brani bersikap seperti yang ditunjukkan Angry Birds. Kita seharunya Angry kepada semua kejahatan, korupsi dan para dajjali. Dan tidak ragu menghabistuntaskan semuanya, tanpa bekas.

Toleransi atau sikap tepo sliro yang selama ini ditunjukkan terhadap kejahatan, korupsi dan para dajjali adalah akar dari praktik jual beli perkara dan keadilan, politik memilih tikus dalam karung, jual beli gelar akademik, jual beli jabatan, jual beli suara, dan semua transaksi gelap yang telah merugikan negara bangsa dalam semua aspek kehidupan. Secara sederhana bisa dikatakan, kita terlalu baik dan manusiawi terhadap kejahatan dan para penjahat. Terutama penjahat kelas kakap yang nyata-nyata merugikan rakyat dan negara. Itulah sebabnya para koruptor yang ditangkap KPK bisa mengumbar senyum sumringah saat diwawancarai para wartawan. Mereka selalu bersikap dan ngotot mengatakan tidak bersalah, meski sudah divonis.

Anehnya, kita bisa sangat Angry dan kejam kepada kejahatan dan penjahat kecil-kecilan yang melakukan kejahatan untuk sekedar mempertahankan hidup karena kemiskinan akut. Lihatlah ormas yang mengatasnamakan agama yang memberangus penjual minuman keras pinggir jalan, tapi tak berbuat apa-apa terhadap pabrik minuman keras yang memproduksi jutaan botol minuman keras setiap tahun. Penegak hukum yang bekerja sangat cepat serta menahan pengutip buah di kebun orang, tapi menjadi lambat bertindak saat anak seorang menteri koordinator menabrak orang sampai mati.

Kita seringkali menjadi Angry Birds untuk kejahatan-kejahatan dan penjahat-penjahat kecil, tapi toleran terhadap para dajjali yang merusak negara bangsa ini. Inilah salah satu penyebab mengapa bangsa ini seperti berjalan di tempat, bahkan mundur dalam upaya membangun peradaban unggul.

Toleransi terhadap kesalahan dan kejahatan, apalagi kesalahan dan kejahatan besar dan fundamental memberikan kesan bagi semua orang, terutama generasi muda, bahwa kejahatan itu biasa alias normal-nornal saja. Bahkan bisa jadi, kejahatan dianggap sebagai bagian dari metabolisme dan reproduksi untuk mencapai tujuan apapun.

Coba kita renungkan sejenak, mengapa kebanyakan suporter sepak bola kita selalu mengamuk, bahkan saat kesebelasan yang didukungnya menang? Ada ahli yang menyatakan, kemarahan itu adalah ekspresi rakyat yang merasa sangat tertindas dan marah kepada pemerintah yang gagal. Namun, karena tidak memiliki kebranian melawan secara langsung, maka kemarahan yang brutal itu merupakan kompensasinya. Bisa saja analisis itu benar. Tetapi mari kita lihat kejadiannya secara lebih empiris, berdasarkan data lapangan yang langsung bisa diamati oleh siapa pun.

Pada umumnya para suporter itu mengendarai motor atau kendaraan umum seperti bis dan metromini menuju stadion. Terkadang mereka naik kereta api. Dalam perjalanan itu mereka dengan sengaja melanggar peraturan dengan cara menaiki motor lebih dari dua orang dan tidak memakai helm. Jika dengan bus atau metromini, mereka sengaja duduk di atas atap, biasanya membawa bendera kesebelasan yang didukung sambil meneriakkan yel-yel dan bernyayi. Sementara yang menggunakan kereta api, mereka naik di atas atap kereta api dan tidak membayar. Kebanyakan Polisi membiarkan mereka. Jarang yang mengambil tindakan tegas untuk melarang mereka dan menegakkan aturan. Pembiaran ini memunculkan kesan bagi para suporter itu bahwa jika mereka beramai-ramai melanggar hukum pasti dibiarkan. Kesannya penegak hukum tidak brani pada mereka.  Saat di stadion atau pulang dari stadion, jumlah mereka bertambah dan semakin banyak, maka rasa takut itu makin hilang, mereka makin brutal dan tak terkendali sama sekali. Pembiaraan, tidak adanya ketegasan dalam menegakkan aturan dan hukum adalah akar dari anarki. Keadaannya pasti menjadi lain sama sekali bila Polisi sejak mula, saat mereka berkendara sudah bertindak tegas. Para suporter itu akan berfikir panjang untuk melakukan pelanggaran dan anarki. Hal yang sama tejadi pada tawuran pelajar. Pelajar yang tawuran itu seenaknya merusak fasilitas umum di tempat mereka tawuran. Ini semua terjadi karena dominannya pembiaran. Di daerah Prumpung, anak sekolah itu kini tak brani lagi tawuran si situ. Sebab masyarakat Prumpung bersikap tegas dengan menyerbu anak-anak itu dengan jumlah orang yang lebih banyak. Sikap tegas dan keras masyarakat Prumpung membuat anak sekolah itu tidak lagi brani tawuran di daerah itu. Sikap tegas dan keras memang harus diterapkan menghadapi anarki, kejahatan, korupsi, dan para dajjali. Karena itu tak ada salahnya kita belajar dari Angry Birds bahwa

SIKAP TEGAS DAN KERAS PERLU DITERAPKAN SECARA SELEKTIF UNTUK MENEGAKKAN ATURAN DEMI MENCAPAI KEMAJUAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd