Apapun yang berlebihan cenderung
merusak bahkan bisa mencelakakan dan mematikan. Itulah sebabnya anak remaja
bilang, jangan lebay la. PPATK menemukan transaksi keuangan tak wajar terkait
Akil dan istrinya. Jumlahnya lebih dari seratus milyar. Jumlah yang sangat
fantastis untuk seorang pejabat negara, di negara yang hutangnya menumpuk dan
rakyatnya banyak yang miskin dan sangat miskin. Itu jumlah yang sudah ketahuan
dan melaui bank. Boleh jadi ada yang lain kan? Apa kita percaya cuma Akil yang
seperti ini? KPK sudah buktikan Djoko Susilo juga melakukan hal yang sama.
Apakah pejabat yang lain tidak melakukan hal yang sama? Bisa jadi yang lain
belum ketahuan saja sekarang.
BNN memastikan melalui tes DNA bahwa
air liur yang menempel pada ganja yang ditemukan di ruang kerja Akil adalah air
liur sang mantan ketua MK itu. Semakin besar rasa penasaran, dan semakin banyak
pertanyaan yang menggelitik kita? Benarkah sang mantan politisi Golkar itu
nyimeng atau menghisap ganja? Untuk apa? Karena tekanan pekerjaan yang terlalu
berat atau sekedar relaksasi gaya ABG?
PPATK baru saja mengumumkan bahwa ada
aliran dana dari Akil ke sejumlah penyanyi dangdut. Jumlah duitnya juga tidak
sedikit. Kasus yang ini mirip kebiasaan terdakwa Fatanah dalam kasus suap impor
sapi. Fatanah dikenal sangat dermawan kepada sejumlah wanita cantik. Salam
kenalnya saja sepuluh juta perak. Dia sangat royal karena duitnya didapat dari
korupsi. KPK sudah membuktikannya melalui pengadilan terbuka.
Kelihatannya Akil telah menciptakan
kebiasaan baru di kalangan penguasa. Dulu masyarakat sudah akrab dengan istilah
3TA. Tahta, harta, wanita. Akil kini mengusung model baru 3TA&BA. Harta,
tahta, wanita, dan narkoba. Tentu saja semuanya masih membutuhkan pembuktian
lebih lanjut dari KPK dan BNN, apakah benar seperti berita yang kini beredar
atau ada penjelasan lain.
Tahta memang memabukkan kayak narkoba.
Membuat pemakainya melayang dan merasakan kesenangan yang tak terhingga. Itulah
sebabnya banyak orang mengejar dan merebut tahta dengan segala cara. Jika
mereka sudah mendapatkannya, kebanyakan menjadi aditif, ketagihan untuk tetap
terus mendudukinya. Itulah sebabnya banyak penguasa tega membunuh untuk dapat
terus nangkring dalam pangkuan tahta.
Sebenarnya bertahta dalam jangka
terbatas dan bekerja dengan efektif bisa berguna. Untuk itulah demokrasi
diperjuangkan. Terlalu lama bertahta atau kekuasaan yang terlalu besar dan
cenderung absolut biasanya bukan saja jadi benalu yang memakan pohon, bahkan
dapat memakan dirinya sendiri. Fakta sejarah sejak dahulu kala membuktikan itu.
Firaun merasa menjadi Tuhan karena kekuasaannya sangat besar, sementara Hitler
menjadi jagal. Di Indonesia, Sukarno dan Suharto jatuh terjerembab karena
terlalu lama bertahta.
Terlalu lama bertahta, terlalu berkuasa
ternyata sungguh membuat mati rasa. Akhirnya terbiasa melakukan apa saja. Apa
saja boleh, apa saja bisa. Yang tak biasa jadi biasa, yang luar biasa jadi
terbiasa. Mungkin inilah yang membuat kita terhenyak saat KPK mengungkap kasus
korupsi yang melibatkan para panguasa atau orang-orang yang ada di lingkar
dalam kuasa.
Jumlah harta mereka sama sekali tak
terkira. Dibandingkan gaji dan penghasilan mereka, sampai tak bisa dijelaskan
dengan matematika biasa. Ada wanita dari berbagai usia, bahkan ada yang sangat
belia. Sungguh mengingatkan kita pada masa raja-raja dahulu kala. Ketika tidak
ada demokrasi dan hukum tata negara, yang ada hanya sabda sang baginda.
Tentulah kondisi ini sangat memalukan, bahkan menjijikkan karena terjadi dalam
alam Indonesia merdeka. Inilah bukti nyata bahwa,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd