Sabtu, 16 November 2013

(A) KILL MUCH TAR



Apapun yang berlebihan cenderung merusak bahkan bisa mencelakakan dan mematikan. Itulah sebabnya anak remaja bilang, jangan lebay la. PPATK menemukan transaksi keuangan tak wajar terkait Akil dan istrinya. Jumlahnya lebih dari seratus milyar. Jumlah yang sangat fantastis untuk seorang pejabat negara, di negara yang hutangnya menumpuk dan rakyatnya banyak yang miskin dan sangat miskin. Itu jumlah yang sudah ketahuan dan melaui bank. Boleh jadi ada yang lain kan? Apa kita percaya cuma Akil yang seperti ini? KPK sudah buktikan Djoko Susilo juga melakukan hal yang sama. Apakah pejabat yang lain tidak melakukan hal yang sama? Bisa jadi yang lain belum ketahuan saja sekarang.

BNN memastikan melalui tes DNA bahwa air liur yang menempel pada ganja yang ditemukan di ruang kerja Akil adalah air liur sang mantan ketua MK itu. Semakin besar rasa penasaran, dan semakin banyak pertanyaan yang menggelitik kita? Benarkah sang mantan politisi Golkar itu nyimeng atau menghisap ganja? Untuk apa? Karena tekanan pekerjaan yang terlalu berat atau sekedar relaksasi gaya ABG?

PPATK baru saja mengumumkan bahwa ada aliran dana dari Akil ke sejumlah penyanyi dangdut. Jumlah duitnya juga tidak sedikit. Kasus yang ini mirip kebiasaan terdakwa Fatanah dalam kasus suap impor sapi. Fatanah dikenal sangat dermawan kepada sejumlah wanita cantik. Salam kenalnya saja sepuluh juta perak. Dia sangat royal karena duitnya didapat dari korupsi. KPK sudah membuktikannya melalui pengadilan terbuka.

Kelihatannya Akil telah menciptakan kebiasaan baru di kalangan penguasa. Dulu masyarakat sudah akrab dengan istilah 3TA. Tahta, harta, wanita. Akil kini mengusung model baru 3TA&BA. Harta, tahta, wanita, dan narkoba. Tentu saja semuanya masih membutuhkan pembuktian lebih lanjut dari KPK dan BNN, apakah benar seperti berita yang kini beredar atau ada penjelasan lain.

Tahta memang memabukkan kayak narkoba. Membuat pemakainya melayang dan merasakan kesenangan yang tak terhingga. Itulah sebabnya banyak orang mengejar dan merebut tahta dengan segala cara. Jika mereka sudah mendapatkannya, kebanyakan menjadi aditif, ketagihan untuk tetap terus mendudukinya. Itulah sebabnya banyak penguasa tega membunuh untuk dapat terus nangkring dalam pangkuan tahta.

Sebenarnya bertahta dalam jangka terbatas dan bekerja dengan efektif bisa berguna. Untuk itulah demokrasi diperjuangkan. Terlalu lama bertahta atau kekuasaan yang terlalu besar dan cenderung absolut biasanya bukan saja jadi benalu yang memakan pohon, bahkan dapat memakan dirinya sendiri. Fakta sejarah sejak dahulu kala membuktikan itu. Firaun merasa menjadi Tuhan karena kekuasaannya sangat besar, sementara Hitler menjadi jagal. Di Indonesia, Sukarno dan Suharto jatuh terjerembab karena terlalu lama bertahta.

Terlalu lama bertahta, terlalu berkuasa ternyata sungguh membuat mati rasa. Akhirnya terbiasa melakukan apa saja. Apa saja boleh, apa saja bisa. Yang tak biasa jadi biasa, yang luar biasa jadi terbiasa. Mungkin inilah yang membuat kita terhenyak saat KPK mengungkap kasus korupsi yang melibatkan para panguasa atau orang-orang yang ada di lingkar dalam kuasa.

Jumlah harta mereka sama sekali tak terkira. Dibandingkan gaji dan penghasilan mereka, sampai tak bisa dijelaskan dengan matematika biasa. Ada wanita dari berbagai usia, bahkan ada yang sangat belia. Sungguh mengingatkan kita pada masa raja-raja dahulu kala. Ketika tidak ada demokrasi dan hukum tata negara, yang ada hanya sabda sang baginda. Tentulah kondisi ini sangat memalukan, bahkan menjijikkan karena terjadi dalam alam Indonesia merdeka. Inilah bukti nyata bahwa,

KUASA YANG BERLEBIH BUKAN SAJA MEMABUKKAN, BAHKAN MEMATIKAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd