Sabtu, 16 November 2013

HIJRAH: REVOLUSI KEYAKINAN DAN PANDANGAN HIDUP



Hijrah bukan sekedar perpindahan. Lebih merupakan pergerakan. Pergerakan yang direncanakan secara matang, sistematis, bertujuan dan terukur untuk melakukan revolusi, perubahan mendasar dalam keyakinan dan pandangan hidup. Saat Nabi Muhammad SAW hijrah, meninggalkan Mekkah menuju Madinah, sikap revolusioner itu ditunjuktegaskan secara definitif.

Sebelum Nabi hijrah, para elit kafir Mekkah yang masih kerabatnya, menawarkan sejumlah pilihan menggiurkan. Begitu khawatirnya mereka terhadap gerakan revolusioner Nabi, sampai-sampai mereka memberi kesempatan seluas-luasnya pada Nabi untuk menentukan sendiri apa yang Ia inginkan. Kita tahu apa jawaban Nabi. Hanya satu kata, TIDAK!!!!

Nabi hendak tegaskan, tidak ada negosiasi dan kompromi terkait dengan keyakinan-keyakinan yang bersifat prinsip dan substansial terkait dengan benar-salah. Nabi diutus justru mau membuat furqon, pembeda, demarkasi yang sangat jelas antara benar-salah. Tak boleh ada celah abu-abu di antara benar-salah. Apapun resikonya. Hijrah sejatinya tegaskan itu.

Nabi juga mau tunjukkan apa makna menjadi manusia. Nabi adalah manusia pilihan Allah. Pastilah Allah selalu membantu, menjaga, dan memberi petunjuk atas berbagai masalah yang dihadapi Nabi sebagai penyampai pesan-pesan Allah kepada manusia. Namun, Nabi tidak hanya menunggu dan bersikap menyerah pasrah saat menghadapi berbagai tantangan yang berat dan beresiko tinggi. Beliau mengambil keputusan, mangatur strategi, dan memimpin seluruh pergerakan perlawanan terhadap para musuh yang mau menghabisi dirinya dan Islam sebagai sebuah keyakinan dan ajaran.

Dengan sikap ini, Nabi memberi keteladanan dengan perilaku nyata, bukan cuma omongan verbal seperti banyak agamawan masa kini yang tak lebih dari sekadar pengisi acara televisi dan wayang kapitalisme, bahwa manusia bisa dan harus ikut menentukan taqdirnya. Taqdir bukanlah sesuatu yang telah jadi dan tuntas, tetapi suatu potensi yang harus diejawantahkan melalui kreativitas dan kerja keras. Inilah makna kebebasan manusia. Inilah arti menjadi manusia. Nabi memiliki untaian kata sederhana yang bermakna sangat mendalam perihal kebebasan dan inisiatif manusia, ikatkan dulu untamu, baru berpasrah kepada Allah. Tegas jelas, Nabi menunjukkan bahwa manusia harus mengambil inisiatif, melakukan sesuatu secara nyata, berikhtiar dulu, baru memulangkan segalanya kepada Allah, inilah makna hakiki tawakkal.

Al Quran, wahyu yang diturunkan pada Nabi menyatakan, tak akan berubah nasib suatu bangsa, kecuali bangsa itu berkehendak dan berikhtiar untuk mengubahnya. Tentu saja ketentuan ini juga berlaku bagi setiap individu. Dengan hijrah, Nabi mengimplementasikan prinsip ini secara nyata. Ia tinggalkan Mekkah dengan perhitungan yang cermat untuk membangun harapan baru di tempat baru. Hijrah menegaskan, manusia bisa ikut menentukan nasib, taqdir dan hari depannya. Siapa pun yang menyatakan bahwa Islam mengajarkan sikap pasif, menyerah pasrah, terima nasib begitu saja, pastilah ia dajjali, keturunan dajjal.

Orang-orang kafir Mekkah mempraktikkan cara hidup yang bertentangan dengan revolusi yang dibawa Nabi. Jika menghadapi masalah atau memiliki keinginan, mereka datang ke patung-patung dewa, memberi sesembahan berupa makanan, hewan atau apa saja. Seringkali diikuti oleh ritual tertentu berupa arak-arakan, menyanyi dan menari, bahkan meratap. Kemudian pasrah menunggu apa yang terjadi. Keyakinan pasif dan pasrah menyerah yang dipraktikkan orang-orang kafir Mekkah inilah yang hendak dijungkirbalikkan Nabi melalui hijrah. Kamu adalah apa yang kamu yakini dan kamu usahakan. Bukan sekedar apa yang kamu fikirkan dan inginkan.

Sesampai di Madinah, Nabi membangun masjid dan komunitas. Ini bermakna, keyakinan spiritual tidak boleh dibiarkan hanya mengisi ruang hati dan fikiran. Agama bukan sebatas bahan yang bagus untuk sekadar diomongkan, didiskusikan, dan menjadi bahan ceramah untuk mencari rezeki. Agama yang berisi keyakinan spiritual harus maujud dalam ruang material. Menjadi masjid tempat beribadah, pusat pendidikan dan markas perjuangan. Menjadi komunitas yang menghidupkan ajaran-ajaran itu dalam konteks sosiologis, budaya dan sejarah. Ajaran-ajaran spiritual harus mewujud menjadi sistem pemerintahan, ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, tatanan hukum, dan perilaku sehari-hari yang konkret. Agama bukan hanya rumusan verbal dalam kitab suci, tetapi harus mengejawantah menjadi darah, daging dan tulang. Hidup dan menghidupi manusia dan masyarakat. Hijrah dilakukan dengan maksud menjadikan ajaran spiritual itu mewujud dalam konteks ruang waktu.

Ada fakta yang kurang ditonjolkan terkait dengan hijrah. Setelah hijrah ke Madinah, Nabi terlibat dalam serangkaian peperangan. Tentu saja fakta tentang perang ini tidak boleh diplintir dan menjadi dasar untuk menuduh bahwa Islam itu identik dengan kekerasan, pedang, dan darah. Namun, terang benderang diperlihatkan bahwa keyakinan spiritual yang diusung Nabi megajarkan kebenaran harus ditegaktinggikan, dan kemungkaran harus dihancurleburkan. Sisi inilah yang membuat Islam itu unik dan berbeda. Dalam Islam, tidak cukup orang hanya mendakwahkan dan menegakkan kebenaran. Bersamaan dengan itu, bahkan mungkin sebelumnya, kemungkaran harus dibongkar dan diluluhlantakkan. Tidak banyak orang Islam yang berani melawan kemungkaran, sebab sangat beresiko. Nabi mengajarkan, bila menjadi seorang Muslim jangan seperti makan prasmanan, hanya memilih yang disukai saja. Tetapi menghindari yang beresiko.

Nabi secara nyata meneladankan bahwa ketegasan, peperangan, senjata, dan pertumpahan darah itu adalah bagian niscaya dari Islam. Tentu saja bila Islam diserang dan hendak dihancurkan, jika orang dilarang beribadah, kalau orang beriman diserang, dan saat kemungkaran merajalela. Setelah hijrah, Nabi tidak hanya mendakwahkan ayat-ayat suci tentang perang, tetapi memimpin peperangan. Dengan demikian,

HIJRAH SUNGGUH MERUPAKAN GERAKAN REVOLUSI KEYAKINAN DAN PANDANGAN HIDUP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd